28

13K 2.6K 563
                                    


Kukumpulkan seluruh sisa keberanian yang masih ada sejak minggu lalu. Setelah lama menimbang, kuputuskan bahwa hari inilah yang terbaik. Karena bertepatan dengan ulang tahun Kak Awa. Kedatanganku kemari bukan tanpa alasan. Ingin memperbaiki hubungan kami setelah semua kesalahan yang sudah kubuat. Sekaligus menyampaikan kegundahanku selama hubungan kami berlangsung. Aku ingin kami bicara.

Kutatap wajah Kak Awa yang menatap tak percaya, meski akhirnya ia tertawa.

"Happy birthday, lilinnya ditiup." Aku mengingatkan setelah sekian lama kami saling diam. Karena kue ini pasti tidak akan enak kalau tercampur cairan lilin. Aku sudah capek membawanya jauh-jauh dari Jakarta. Dan yang paling penting, inia dalah kue favoritnya. Kak Awa menutup mata sejenak mendoakan permohonan baru kemudian melakukan perintahku.

Selesai meniup lilin, ia mempersilahkanku masuk kedalam. Meski ragu aku akhirnya mengikuti permintaannya. Kamar ini terasa sempit dan sangat sederhana. Namun terlihat lebih baik, daripada saat mendengar laporan Mas Ody dulu. Kalau Kak Awa sekamar berdua dengan teman prianya. Jujur aku takut kejadian papi terulang.

"Sorry, Ia nggak ngomong dulu kalau mau datang. Takut nggak surprise lagi." ucapku.

"Ody tahu kamu kemari?" tanya Kak Awa dengan sebelah alis terangkat khas dia.

"Enggak,  aku nggak ngomong sama siapapun. Nggak mau motong kue?"

Ia menatapku sampai akhirnya meraih pisau yang terletak disamping kue. Memotong lalu makan sedikit demi sedikit, terlihat sangat menikmati. Aku bersyukur karena ia tidak mendiamkan atau bahkan mengusirku. Padahal aku sangat takut Kak Awa melakukan dua hal tersebut.

"Apa setelah ini kamu akan kembali ke Jakarta?"

"Iya, tapi agak sore."

"Kesini cuma mau ngasih kue? Nggak mubazir naik pesawat yang penghuninya kamu sendiri doang?"

"Aku  nggak naik pesawat pribadi. Tadi malam naik pesawat komersil."

"Terus menginap di mana?"

"Sampai sini tadi jam empat, dan langsung kemari."

"Kamu nggak salah cuma buat hal seperti ini? Kamu bahkan belum tidur, Ia?"

Aku menunduk, menatap ujung kakinya yang terbuka. Jantungku berdebar tak karuan, memilih kata apa yang harus kuucapkan. Mungkinkah ia merasa bahwa ini sebuah surprise? Atau keputusanku untuk menemuinya yang berlebihan. Kukira aku sudah mampu untuk berbicara mengenai masalah kami setahun yang lalu. Tapi kenyataannya, aku masih diam terpaku.

Kak Awa kemudian menyerahkan sebuah kursi padaku. aku duduk dan kami ternyata malah saling menatap. Aku mencoba menerka, apakah masih ada cinta disana? Sayang tak tahu jawabannya, sangat sulit menerka isi hati Kak Awa.

"Pesawat  jam berapa nanti?"

"Belum cari tiket pulang."

"Apa sebenarnya tujuan kamu kemari?" Akhirnya ia bertanya.

Kutatap wajahnya, tidak bisakah ia mengerti tanpa aku harus mengatakan sesuatu? Kutelan saliva, lalu kukumpulkan kembali keberanian yang sudah berserakan entah kemana.

"Aku mau minta maaf, tentang waktu itu. Aku nggak bermaksud menyakiti perasaan Kak Awa."

"Kenapa belum melupakan? Aku aja udah lupa." Kalimat itu diucapkan Kak Awa dengan santai. Aku kembali kehabisan kata-kata. Terasa menyakitkan saat mendengarnya.

"AKu nggak menyalahkan kamu. Ini memang sudah jalannya, kita pisah karena ikatan kita nggak kuat. Kamu sudah  bebas  dan jangan merasa bersalah lagi."

CINTA TAK SELAMANYA INDAH / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang