Kubuka mata pagi ini. Sinar matahari terlihat benderang melalui jendela. Kulirik jam dinding, sudah hampir pukul delapan pagi. Kak Awa tidak ada lagi sisiku. Badanku terasa remuk. Menjelang pagi saat terbangun. Kudengar deru nafasnya memburu. Sambil berbisik ia meminta agar kami melakukannya sekali lagi. Dia sih enak, tidak merasakan sakit apa-apa. Nah aku? Perihnya masih terasa, Meski jujur aku sedikit lebih menikmati dibandingkan tadi malam. Rasanya malu sekali saat mengingat itu semua.
Kusingkirkan selimut yang menutupi seluruh tubuh. Kutatap pantulan di cermin. Ada rona merah diwajahku akibat ulah Kak Awa tadi malam. Sekujur tubuh terlihat bercak merah. Aku pernah membayangkan kebersamaan seperti ini, namun sama sekali tidak menyangka jika ia jauh lebih hebat dari yang aku pikirkan. Seperti inikah salah satu kebahagiaan dalam rumah tangga?
Malu dengan pikiranku sendiri, akhirnya kuputuskan untuk mandi. Dinginnya air ternyata mampu meredam ingatan akan kegiatan kami tadi malam. Selesai mandi dan berganti pakaian kucari Kak Awa. Apartemen ini tidak terlalu besar. Hanya terdiri dari tiga kamar. Karena memang milik mami pribadi. Sementara yang biasa kami tempati adalah milik papi. Di sana jauh lebih luas karena terdiri dari dua lantai.
Pintu kamar sebelah terlihat sedikit terbuka. Kulangkahkan kaki kesana, Kak Awa tampak sibuk dengan gambarnya. Aku hanya bisa tersenyum. Dengan tekun ia menggaris, membuat lengkungan dan akhirnya menatap beberapa kali ke gambar yang bagiku terlihat sudah sempurn.
Tak sabar kulangkahkan kaki mendekat. Kupeluk pelan dari belakang agar tidak mengagetkan. Ia memegang tanganku sambil mengelus lembut. Rasanya tubuhku ringan sekali. Kembali dikecupnya bibirku lembut dan menarikku keatas pangkuannya.
"Wangi banget, wife?"
"Baru mandi, Kak Awa?"
"Lagi ngerjain tugas. Siang ini harus sudah final. Nggak kekejar kalau dikerjain di kantor."
Kuperhatikan gambar di depanku. Terlihat detail yang sangat rumit. Ia pasti sangat teliti mengerjakan ini. Kulihat tulisan dipojok kanan ternyata untuk sebuah apartemen. Asyik menatap gambar, tak sadar jemari Kak Awa sudah berada dipaha bagian dalam. Mengelus dengan lembut membentuk lingkaran dekat bagian intiku.
"Kak--" protesku. Namun ia hanya tersenyum sambil tetap menatap layar didepannya. Melihat itu aku mencari akal agar ia menghentikan aksinya.
"Kak, sudah jam berapa? Nggak ngantor?" Bisikku
Ia segera mencium pipiku dan mengajak berdiri.
"Baru kali ini aku malas ngantor. Tapi mulai sekarang nggak boleh malas, ada istri yang jadi tanggung jawabku." balasnya.
"Kak Awa mau sarapan apa?" Tanyaku.
"Roti sama teh saja." jawabnya sambil mematikan komputer lalu menarik tanganku ke luar ruangan.
Kalau dipikir-pikir, ada perubahan dalam dirinya setelah menikah. Kak Awa jadi lebih romantis. Bahkan ia memanggilku dengan kata wife. Sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya. Aku sendiri sedikit kaget dengan sikapnya. Karena kukira ia akan secuek dulu. Sebenarnya aku sudah menyiapkan diri untuk itu.
Selesai Kak Awa mandi, kuraih ponsel yang sengaja kumatikan sejak semalam. Entah kenapa tiba-tiba terpikir untuk mengaktifkan ponsel lain. Dan saat kubuka, berita tentang papi mengejutkanku!
***
Setengah berlari aku menuju ruang rawat papi. Tiba di sana kulihat papi tengah tertidur. Pagi tadi selesai sarapan aku segera terbang kembali ke Jakarta. Setelah mendapat ijin Kak Awa tentu saja. Kedua eyangku duduk di sofa beserta dua orang tante adik papi. Saat aku menyalami, terlihat kemarahan besar di mata mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TAK SELAMANYA INDAH / END
RomansaTentang cinta empat orang kakak beradik. Bagaimana cinta kadang pahit diawal. Namun manis diakhir. Atau kadang sebaliknya.