36

13.4K 2.4K 326
                                    

Bergelung dalam pelukan suami dipagi yang dingin memberikan kenyamanan tersendiri buatku. Kak Awa masih memeluk pinggangku erat. Seperti kebiasaannya setelah kami menikah. Rasanya sangat menyenangkan. Saat menyadari kalau aku sudah bangun, ia berbisik.

"Hari ini kita ke mana?"

"Ke rumah sakit sebentar besuk papi. Habis itu terserah mas?"

"Apa?" balasnya sambil menggigit telingaku. Aku segera meronta.

"Geli."

"Abisan baru kali ini aku dipanggil mas. Aneh aja, mimpi apa kamu tadi malam, wife?"

"Nggak mimpi sih. Cuma kepengen aja balas kata wife itu."

Kembali Kak Awa mempererat pelukannya " Ya sudah paling kita berangkat jam sepuluhan. Habis itu mau ke mana?"

"Kalau nanti lama ya pulang ke rumah, kalau sebentar jalan-jalan dulu aja. Tapi naik motor ya."

"Kamu kok makin aneh sih? Nanti hujan lho, sakit."

"Ya nggak apa-apa. Air juga, kan ada jas hujan."

"Ini bukan kamu banget deh, bukan lagi ngidam kan?"

"Ya belumlah, baru juga menikah seminggu. Dari dulu aku kepingin diajak naik motor, tapi nggak pernah." Balasku.

"Kenapa nggak ngomong?"

"Nunggu ditawarin."

"Aku takut kamu sakit nanti."

"Tapi kan kepingin kayak orang-orang. Duduknya dempetan, terus katanya lebih seru daripada naik mobil."

Mas Awa tertawa lebar. "Ya sudah, mandi yuk, kita percobaan beli bubur ayam di depan sana."

"Di mana?"

"Mang Sobirin, buburnya enak. Kalau pagi mangkal di depan komplek sini."

"Kita makan di sana?" tanyaku tak percaya.

"Ya, kenapa?"

Seketika aku menahan nafas. Sekalinya makan di angkringan sudah lama sekali. Entah dalam keadaan bagaimana. Aku lupa! Yang kuingat aku minum cendol dan makan siomay. Tapi rasanya waktu itu aku tidak sakit perut. Sepertinya ajakan Mas Awa layak untuk kucoba. Tapi tunggu, dulu kalau tidak salah aku makan di mobil. Lalu sekarang? Apa kami harus duduk di bangku plastik yang tidak ada sandarannya itu? Sambil tangan memegang mangkok dipinggir jalan? Membayangkannya cukup membuatku berkeringat.

***

Kuajak Kaia turun dari motor, ia terlihat ragu. Sebenarnya aku hampir tertawa melihat ekspresi wajahnya. Namun jelas kutahan karena tidak ingin ia malu. Aku berjanji dalam hati bahwa ia akan nyaman sarapan bersamaku disini tanpa harus terlihat berlebihan.

"Ayo duduk."

Kaia ikut duduk disampingku.

"Mang buburnya satu ya sama teh manis." Pesanku.

"Kok cuma satu?" protesnya.

"Tenang aja,"  jawabku. 

Tak lama bubur pesanan kamu datang. Aku meletakkan krupuk disebuah kursi merah dan memegang mangkok dengan tangan kiri. Lalu memberikan sendok pada Kaia. Tak lupa meminta sepiring sate telur puyuh dan telur asin

"Kita makan semangkok berdua, aku lihat dulu kamu suka atau enggak. Sayang kalau nanti kamu nggak mau, aku harus maksain diri ngabisin dua mangkok." Perintahku sambil tersenyum. Akhirnya ia bisa tersenyum lebar. Mulai mengaduk buburnya kemudian mencoba sesendok.

CINTA TAK SELAMANYA INDAH / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang