Kekecewaan Tian

5 0 0
                                    

Tanpa aku duga ternyata mobil yang ada di depanku serta mobil yang sedang aku tumpangi sekarang ini menuju sebuah rumah besar, megah dan mewah yang ternyata adalah rumah Tian. Mobil berhenti dan aku melihat semua orang turun sedangkan aku hanya diam. Aku bingung harus ngapain. Kalau aku ikut masuk, apa kata keluarga Tian nanti karena aku cewek sendiri sedangkan mereka semua cowok. Dan kalau di tanya aku mau ngapain aku harus jawab apa? Aku nggak ada hubungan sama sekali dengan tim basket ini. Tapi kalau aku nggak ikut masuk berarti aku harus keluar dari pelataran luas rumah mewah ini dan itu berarti aku akan kehujanan. Karena jarak antara rumah ini dengan jalan raya cukup jauh. Rumah beserta pelatarannya sangat luas dan butuh waktu yang cukup lama untuk seorang pejalan kaki agar bisa sampai di jalan raya. Aku masih saja diam dalam mobil seraya memikirkan banyak hal.
" Lian ayo turun. Kamu mau berapa lama diam di sini? Mobilnya mau dipindahin"
Suara Tian membuyarkan pikiranku yang memang sedari tadi tak memiliki fokus. Aku akhirnya mengangkat kaki aku turun dari mobil. Kita berjalan masuk ke rumah megah itu dan disambut dengan senyum dan kehangatan yang diberikan si pemilik rumah. Seorang wanita setengah baya yang memiliki perawakan tinggi, cantik dan sangat ramah. Aku menerkanya sebagai mamanya Tian.
" Ayo langsung masuk aja. Jangan sungkan"
" Iya tante"
"Duduk dulu aja. Atau kalian mau langsung naik aja ke kamar Tian?"
Tiba - tiba kata-kata itu membuatku sedikit resah. Kalau mereka memilih langsung masuk ke kamar Tian, lalu bagaimana denganku. Apa aku harus ikut naik juga. Tapi pikiran ku langsung fokus pada apa yang aku saksikan di depan mataku saat ini. Tian langsung mengajak anak basket naik tanpa menghiraukan mamanya. Bahkan saat mamanya ingin bicara padanya, dia berlalu begitu saja. Anak- anak terasa pada pilihan yang sulit. Mereka harus menghargai mamanya Tian sebagai pemilik rumah. Tapi mereka juga harus tetap menghargai keputusan tian untuk melakukan semua ini. Akhirnya mereka semua berjalan naik mengikuti Tian sedangkan aku tinggal sendiri.
"Tante kita langsung naik ya"
Wanita itu mengangguk.
Aku melihat wanita setengah baya itu menitikkan airmatanya. Aku mendekat dan dia menoleh.
"Tante baik-baik aja?"
" Iya. Tante baik-baik aja" sahutnya seraya menghapus air matanya.
" Saya Lian tante. Teman ka Tian juga"
" Jadi kamu yang namanya Lian. Kalau tante nggak salah adiknya Vian ya?"
" Iya tante benar. Saya adik ka Vian"
" Tante sudah benyak mendengar tentang kamu dan kakak kamu dari Tian. Oh iya kakak kamu dimana sekarang? Sudah lama sekali dia tidak datang ke rumah ini"
" Ka Vian ada kerjaan tante. Jadi mungkin sibuk. Makanya dia jadi jarang berkunjung ke sini"
"oh iya baju kamu kenapa basah begini sayang? Sebentar ya tante ambilkan kamu pakaian kering dulu"
Tante Ratna, mamanya Tian berjalan masuk ke sebuah ruangan dan segera kembali dengan pakaian kering di tangannya.
" kamu ganti pakaian dulu ya sayang"
Aku menurut. Aku segera masuk ke kamar mandi yang ditunjukkan oleh tante Ratna. Segera setelah itu, aku langsung menemui tante Ratna. Dia mengajakku makan dan kita mengobrol lagi sedangkan anak-anak basket tidak tahu sekarang sedang apa. Mereka seakan melupakan aku saat ini.
" Oh ya Tante, kalau Lian boleh nanya nih, Ka Tian kenapa bersikap seperti itu sama tante?"
" oh itu karena dia marah sama tante. Sejak dia kecil tante memang terlalu sibuk dengan urusan pribadi dan kantor tante sehingga kurang perhatian terhadap Tian. Jadi dia lebih dekat dengan neneknya. Namun nenek udah meninggal tepat ketika Tian sedang ada bootcamp dari kampus selama beberapa hari. Tian marah sama om sama tante. Dia merasa kalau kita tidak mengurus nenek saat dia tak dirumah"
" om sama tante tidak mencoba menjelaskan?"
"Udah sayang tapi kemarahan dia sudah tidak bisa diredakan. Ditambah lagi karena kesalahan tante yang diam-diam mau buat perjodohan untukTian"
Tiba-tiba aku seakan berhenti bernafas. Perjodohan untuk Tian?Aku merasa kecewa dan sedih. Walaupun selama ini dia tidak begitu bersikap baik padaku, tapi entah mengapa ada rasa tertarik di hati ini untuk sosok cowok keren itu. Aku masih berharap dia berubah dan mau melihat diriku. Tapi sekarang harapan itu sirna sudah. Ternyata nasib berkata lain. Dia dijodohkan.
"Lian, are you ok?"tanya tante Ratna yang heran melihat aku tiba-tiba diam.
" Oh iya tante"
"Karena itu dia marah sama tante. Padahal niat tante baik. Tante nggak mau dia terpuruk karena sepeninggal Mia. Ditambah lagi luka yang ditingalakan Sarah. Tante nggak mau kalau dia benar-benar menutup dirinya untuk perempuan. Makanya tante mambuat inisiatif untuk menjodohkan dia dengan anak teman tante."
"oh gitu ya tan. Trus respon ka Tian gimana tante?"
" Ya jelas aja dia menolak. Dia nggak suka dijodohkan. Makanya dia merasa marah sama tante"
Aku terus mengobrol dengan tante Ratna hingga tak terasa waktu udah menunjukkan pukul 23.00. waktunya aku untuk pulang karena aku nggak mau buat mama papa khawatir.
" sebentar ya sayang. Tante panggilin Tian dulu buat antar kamu pulang. Tante nggak mau kalau kamu diantar supir." Tante Ratna naik ke kamar Tian dan kembali setelah beberapa lama bersama dengan Tian.
" Tante Lian pulang dulu ya"
" Iya sayang. Hati-hati ya. Salam buat keluarga juga kakak kamu"
"Iya tante" jawabku sembari memberikan pelukan terakhir

Destined HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang