Happy Reading
🌸
💮
🌸
💮
🌸-
----
-----Irene sedang berdiri di balkon kamar mereka. Setelah pertemuan keluarganya dan keluarga Wendy untuk membahas rencana pernikahan mereka, banyak sekali yang ia pikirkan, bukan hanya permintaan mendadak Wendy yang ingin segera menikah tapi juga kegundahan hatinya akan bagaimana sebenarnya perasaan calon istrinya itu. Tidak, dia tidak sedikitpun meragukan Wendy hanya saja seseorang butuh kepastian. Ia bahkan masih ingat bagaimana tatapan Wendy pada Seulgi. Tatapan itu menggambarkan perasaan yang tulus, dan itu benar-benar mengganggu pikiran Irene.
-
Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya dan ia juga merasakan sebuah kepala bersandar pada bahunya. Tapi pikirannya tak ingin merespon.
"Sayang, ngapain tengah malam begini disini, gak dingin apa?" Ga ada jawaban dari Irene soal pertanyaan Wendy.
"Mikirin apa sih?" Wendy bertanya kembali. Tapi lagi-lagi tak mendapat jawaban dari Irene. Pikirannya sangat berisik sehingga tidak mendengar apa yang diucapkan Wendy.
"Rencana pernikahan kita ganggu pikiranmu ya?" bisik Wendy tepat di telinga Irene.
"Ah..ya? A-apa?" tanya Irene terbata. Ia benar-benar tak mendengar Wendy dari tadi.
"Hyun kenapa? Gak dingin apa? Tumben banget tengah malam gini berdiri disini, biasanya kamu gak suka disini, soalnya dingin."
"Gak terlalu dingin sekarang, jadi ini tuh kesempatanku menikmati udara malam dari balkon." Irene memberi senyum kecil untuk meyakinkan calon istrinya ini.
"Jangan bohong Hyun, kamu pasti sedang mikirin sesuatu, iya kan?" selidik Wendy.
"Kenapa bisa mikir gitu coba kamu?"
"Kamu gak ngerespon pas aku memeluk tadi, kamu juga gak dengerin apa yang aku omongin. Seolah gak nyadar aku dateng."
"Beneran? Ah kayaknya aku kebawa suasana angin malam yang tenang deh." Irene terkekeh, mengingat ia benar-benar hanya fokus pada pikirannya tadi.
Wendy melepaskan pelukannya lalu menarik tangan Irene dan mengajaknya duduk. Setelah Irene duduk, bukannya duduk di bangku yang lain ia malah duduk di pangkuan gadis itu. Lalu menangkup wajah gadis dengan rambut hitam itu dan mengecup keningnya lama seolah ingin menghantarkan ketenangan.
"Di dalam sini pasti berisik sekali kan?" tanya Wendy setelah melepas kecupannya.
"Udah gak lagi sayang." Irene yang merasakan ketulusan pada kecupan itu menjawab dengan kekehan, apapun yang dilakukan Wendy selalu aja terlihat sangat imut baginya, dan ia menyukai itu.
Melihat Irene yang menjawab dengan kekehan Wendy sadar betul bahwa gadis itu tak akan menceritakan masalah yang membebaninya. Tapi bukankah mereka akan menikah? Bukankah sudah saatnya mereka saling terbuka dan berbagi? Selama mereka bersama hingga sekarang selalu saja ia yang bercerita, meminta dimengerti bahkan bersikap egois. Sedangkan Irene tidak, maka dari itu kali ini ia akan memaksanya untuk bercerita. Karena jika ini masalah pernikahan mereka maka juga akan menjadi masalahnya.
"Hyun, kasih tau aku apa yang kamu pikirin?"
"Gak penting kok Yang." jawab Irene sambil membelai rambut Wendy.
"Ughh... aku udah menebak kamu bakal jawab gitu."
Wendy berdiri karena ia merasa kesal, lagi-lagi Irene tak ingin bercerita padanya. "Kenapa sih kamu gak pernah mau berbagi sama aku? Kapan kamu bisa percaya dan terbuka ke aku? Kita bentar lagi mau menikah, Hyun?"
"Gak gitu Wan, aku--"
"Terus aja gitu" potong Wendy. "Kamu mau bilang kalau kamu gak mau membebani pikiran aku, kan? Ngerepotin aku atau apapun itu. Aku terlalu sering dengernya." Wendy sudah duduk di kasur.
Dan Irene masih duduk disana, ia hanya diam mendengar ucapan Wendy. Karena ia memang akan menjawab begitu.
"Aku ngerti Hyun, kamu gak pernah percaya sama aku." ucap Wendy sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Sedangkan ditempatnya Irene terdiam mendengar ucapan Wendy, bagaimana bisa Wendy berpikir begitu tentangnya. Irene berjalan menuju kasur, ia bersyukur tak mendengar isakkan dari bawah selimut itu.
"Sayang, itu gak benar, aku percaya sama kamu. Aku gak mau bicara karena mungkin ini cuma pikiranku aja yang berlebihan." Irene mencoba menjelaskan tapi tak ada sahutan dari dalam selimut itu. Akhirnya Irene memutuskan untuk ikut masuk ke dalam selimut dan memeluk tubuh Wendy yang membelakanginya.
"Mencinta atau dicinta?" tanya Irene. Mungkin sudah saatnya ia menanyakan bagaimana perasaan Wendy padanya.
"Mencinta atau dicinta?" Wendy balik bertanya. Ia tak mengerti dengan pertanyaan Irene.
#
Nanti ku dilanjutin ya, hmm.