Setelah malam itu, Plan memahami siapa dirinya dan ia mulai mempelajari keluarga Phiravich dari Sammy dan ayahnya. Dalam waktu sebulan, ia bisa dengan cepat beradaptasi, mempelajari semua kebiasaan dan kegiatan yang harus dilakukan dan menunjukkan bahwa dirinya memanglah sesuai untuk dijadikan seorang Lady.
Selain itu, diam-diam ia membaca buku harian ibunya dan mempelajari Ploy, ibunya Mean. Ia sengaja melakukan itu sebagai bagian dari rencananya untuk mendekati dirinya.
Plan sangat beruntung. Ia memiliki ketertarikan yang sama dengan Ploy, merancang baju pengantin. Jadi, ia mendekati Ploy dari sana. Plan mempelajari kebiasaan Ploy setiap harinya dan ia tahu bahwa Ploy sering menghabiskan waktunya di perpustakaan membaca buku tentang desain pakaian dan traveling.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Ploy kaget saat ia mendapati Plan menduduki tempat membacanya di perpustakaan. Nadanya sangat dingin. Tak ada usaha untuk menyambut atau bahkan membuat Plan menjadi teman.
Plan berpura-pura kaget dan ia dengan cepat berdiri dari tempat duduknya sambil menjatuhkan buku dan beberapa kertas rancangan gaunnya. Rencananya adalah membuat Ploy melihatnya dan berkomentar sesuatu tentang kertas rancangan itu. Dan mudah-mudahan dari sana mereka bisa mulai berbicara. Setidaknya jika itu berhasil, ini akan menjadi pintu pembuka bagi komunikasi mereka selanjutnya.
Ploy menatap satu kertas yang jatuh tepat di bawah kakinya. Ia berjongkok dan mengambilnya lalu mengamati karya itu dengan saksama.
"Dari mana kau mendapatkan ini?" Ploy menatap Plan yang tengah sibuk memunguti kertas-kertas lainnya yang berserakan.
"Maafkan aku, Bibi, ini punyaku," ujar Plan dengan nada yang sengaja dibuat cemas dan ia ia kemudian mengambil kertas dari tangan Ploy, tapi Ploy menjauhkannya dan itu membuat Plan kaget.
"Bibi? Kenapa memanggilku seperti itu?" tanya Ploy sambil mengernyitkan alisnya. Jelas ada senyum di kedua sudut bibirnya. Ia mendengar sebutan yang keluar dari mulut Plan itu sangatlah lucu.
"Bibi istri Paman Ken, bukan? Kalian lebih tepat seperti orang tuaku," sahut Plan sambil menunduk.
"Tapi, kenyataannya kau istrinya. Jadi panggil aku Nyonya Ploy," ujar Ploy sambil mendekati Plan. Plan mundur. Ia mengangkat kepalanya.
"Kau tak pantas disebut Nyonya karena kau sangat cantik seperti belum mempunyai anak yang sudah dewasa. Boleh aku memanggilmu Phi saja," sahut Plan lagi sambil tersenyum.
Deg!
Ploy terkejut. Ia membelalakkan matanya sebab senyum Plan mengingatkan dirinya kepada Nun.