Chapter 14

571 60 0
                                    

Sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah Plan yang sederhana. Mean dan ibunya keluar dari sana dan mereka merapikan bajunya sebelum mereka melangkahkan kakinya menuju pagar kecil halaman.

Mean menatap ibunya dan Ploy menganggukkan kepalanya meyakinkan Mean bahwa tidak akan ada hal yang terjadi. Mean kemudian menganggukkan kepalanya dan mereka memasuki  halaman sampai akhirnya berdiri di depan pintu.

Mean menekan bel beberapa kali dan terdengar suara langkah kaki dari dalam mendekati pinu dan Ken berdiri dengan wajah terkejut mendapati Mean dan Ploy berdiri di depannya.

"Pho!" ujar Mean pelan dengan mata berkaca-kaca.

"Astagaaa! Kalian! Aku sangat bahagia," ujar Ken dan menghambur memeluk mereka bergantian.

"Masuklah," ujar Ken sambil membuka pintu lebih lebar, memberi akses kepada mereka untuk masuk.

Mean dan Ploy memasuki ruangan dan pandangan mereka mengedar ke sekelilingnya. Jelas rumah ini penuh dengan nuansa bayi yang baru lahir.

"Pho, aku ingin bertemu ...," ujar Mean tak melanjutkan sebab Ken sudah menukasnya.

"Dia ada di kamar. Sedang tidur dengan Dee dan Tee," ujar Ken.

"Dee dan Tee," ujar Ploy dan Mean bersamaan.

"Uhm, nama kedua anakmu. Mereka kembar," ujar Ken lagi. Ia memberikan sebuah foto dari bawah taplak meja.

Keduanya langsung melihatnya dan terpesona.

"Mereka imut sekali," ujar Ploy.

Mean memberikan foto itu kepada ibunya dan ia langsung berjalan menuju kamar yang Ken tunjuk sebelumnya. Perlahan ia masuk dan menutup pintunya. Ia berdiri memandangi punggung istrinya yang ia rindukan. Jelas ia tengah tidur jika mendengar napasnya yang naik turun teratur.

Mean berjalan perlahan menuju Plan. Semakin ia mendekat ke arah Plan semakin ia bisa melihat dua bayinya yang berusia satu tahun tengah bangun dan bermain sendiri. Sementara itu, ibunya masih lelap dalam tidurnya.

Pasti ia sangat kelelahan. Mengurus anak kembar sendirian pastinya sangat melelahkan. Mean tersenyum melihat kedua anaknya yang lucu lalu ia menatap Plan yang baginya wajahnya selalu memukau.  Tak mungkin ia berpindah ke lain hati. Hanya Plan untuknya dan tak pernah sekalipun ia berniat meninggalkan dirinya. Ia memang malu dan tak siap bertemu tapi jika diminta untuk meninggalkannya, mustahil ia akan melakukannya.

Dee menangis dan Plan bangun dari tidurnya. Ia kaget mendapati Mean duduk di belakangnya dan tengah tersenyum kepadanya.

"Mean! Meaaaaan!" teriak Plan. Nadanya awalnya kekagetan dan kemudian menjadi kebahagiaan. Ia tak sungkan untuk bangkit dan memeluk Mean erat.

Mereka menangis bersamaan dan berpelukan tapi tak lama sebab Dee dan Tee menangis bersamaan. Rupanya tangisan Dee tidak hanya membangunkan Plan melainkan juga Tee.

Plan menggendongnya dan membuka kancing bajunya. Mean hanya diam menatapnya.
Kedua bayi menyusu dengan lahapnya. Mean menatap mereka dan Plan bergantian.

"Wah, sekarang aku berbagi buah dadamu dengan mereka," ujar Mean nyengir.

"Eh, dasar mesum!" ujar Plan sambil mengerling matanya.

Mean hanya tersenyum.

"Aku sangat merindukanmu," sahut Mean sambil mencium kening Plan dan kemudian mereka berciuman.

Kedua anak kembali tidur. Mean menggendong mereka dan membawanya ke tempat tidur mereka.

"Maafkan aku selama ini. Aku merasa sangat malu kepada diriku sendiri. Dan aku tak tahu harus bicara apa jika aku bertemu denganmu lagi. Tapi, aku juga sangat merindukanmu dan ingin bertemu denganmu. Jadi, aku ingin memohon kepadamu. Berikan aku kesempatan untuk memulai lagi, na! Kau mau 'kan hidup bersamaku," ujar Mean dengan nada memohon.

"Ngo! Aku tak pernah marah kepadamu. Aku sangat mencintaimu, Mean," sahut Plan lagi sambil memeluk Mean dan membenamkan wajahnya di dada Mean.

"Rak Mean," bisiknya lagi.

"Baby, aku juga. Aku sangat mencintaimu," bisiknya sambil menciumi pucuk kepala Plan.

Mereka berciuman lagi dan tersenyum. Dan tak membuang waktu untuk bercumbu selagi kedua anaknya sedang tidur.

"Astagaa! Meaaan, pelan-pelan," desah Plan saat Mean memaju mundurkannya terlalu cepat.

"Unnngh, maaf Beib, terlalu enaaaak, mmmmph," lenguh Mean. Ia memelankan gerakannya.

"Uuuungh, mmmmph, aaa, O, Meaaan," desah Plan.

Mereka melakukannya selama beberapa waktu dan tak lama setelahnya keduanya mencapai puncak kenikmatan.

"Apa?" tanya Plan saat melihat Mean yang tengah senyum-senyum sendiri sambil mengelus wajahnya.

"Masih mau," bisik Mean.

"Nanti, na! Mereka pasti bangun sebentar lagi. Sudah waktunya minum susu," bisik Plan sambil memegang buah dadanya yang menegang.

"Okay," bisik Mean. Ia mencium kening Plan dan mereka berciuman dan berpelukan.

Sementara itu, Ploy dan Ken berada di ruang tengah, berbicara ngalor ngidul tentang banyak hal.

"Sejak tadi kau bicara hal tak penting kepadaku. Yakin kau tak akan menyampaikan sesuatu kepadaku," ujar Ploy sambil melipat kedua tangannya.

Ken tersenyum. Ia hanya menundukkan kepalanya.

"Aku sudah tua dan tak punya apa-apa. Aku tak berani menggoda seorang Lady, na!" ujar Ken.

"Kalau begitu, aku yang akan menggodamu, na!" ujar Ploy sambil tersenyum.

Ken tertawa.

"Pulanglah. Kembali kepadaku, na!" ujar Ploy.

Ken tersenyum dan mengangukkan kepalanya.

***
Mereka kembali ke kediaman Phiravich dan tinggal di sana bersama. Plan menemui Pearl dan memperkenalkan anaknya kepadanya.

Pearl sudah baik sekarang. Ia sudah bicara dengan Ken dan mereka sudah berdamai.  Ia bangga kepada Plan yang memberikannya dua cicit lelaki sekaligus. Apalagi setahun kemudian Plan melahirkan lagi anak kembar lelaki dan perempuan dan diberi nama Gee dan Kot.

Mereka tinggal dengan bahagia. Sekarang semuanya sudah lebih baik. Semuanya bisa kembali merasakan arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

***
"Meaaan, kebiasaaan," bisik Plan saat tangannya menelusuo ke balik roknya. Mereka tengah berada di halaman belakang, berbaring beralasakan rumput hijau menikmati hangatnya sinar matahari menembus tubuh mereka.

"Sebentar, na! Anak-anak pergi dengan Pho dan Mae dan nenek juga. Ayolah, tidak ada siapa-siapa," bisik Mean sambil mulai menindihnya.

"Ada pelayan. Ada staf juga. Kau gila!" bisik Plan lagi.

"Mereka tak akan berani mendekati kita," desah Mean sambil menurunkan celana dalam Plan.

Plan hanya memukul kening Plan pelan. Ia berpikir bahwa semakin tua Mean semakin mesum.

"Meaaan, uungggh," desah Plan saat Mean memasukka naganya ke dalam lubang dan mulai menggerakannya.

"Meaaan, nnnngh," desah Plan lagi.

Mereka berciuman dan menikmati percintaan mereka di bawah sinar matahari.

Setelah beberapa jam bergumul dan mereka sudah cukup banyak berpeluh, akhirnya keduanya merasakah puncak kenikmatan.

Mean membelai wajah Plan lembut dan menciumnya kembali.

"Sudah cukup!" bisik Plan dan Mean menganggukkan kepalanya. Mereka merapikan dirinya dan duduk berdampingan. Plan menyenderkan kepalanya ke lengan atas Mean sambil tersenyum. Tangan mereka bertautan mesra.

"Rak Plan," bisik Mean sambil mencium tangan Plan.

"Rak Mean," jawab Plan sambil tersenyum.

Tamat



THE SEVENTH LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang