Chapter 8

419 52 6
                                    

Keduanya terlihat sama-sama kaget. Mereka menghentikan langkah mereka dan berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup jauh. Keduanya sama-sama meneguk ludah dan memancarkan binar yang menunjukkan perasaan mereka yang bercampur. Ada rindu, kecewa, marah, dan benci di sana.

Perlahan, keduanya berjalan saling mendekati dan Plan mengalah dengan melangkah ke sebelah kiri Mean, menghindarinya. Namun, ia baru saja melewati Mean saat Mean memegang lengannya kuat.

Plan tersentak kaget. Mau tak mau, ia menghentikan langkahnya kalau tak mau jatuh terjengkang.

"Bagaiamana rasanya? Siapa yang lebih baik? Aku atau ayahku?" tanya Mean sinis sambil melirik ke arah Plan. Jarak mereka sangat dekat.

Dia menahan napasnya dan seketika naganya bangun saat parfum bunga Tulip menyeruak menusuk hidung Mean dari tubuh Plan.

"Apa urusanmu?" tanya Plan sambil mencoba melepaskan lengannya dari genggaman Mean. Dan ia berhasil melakukannya.

Ia kemudian melanjutkan melangkahkan kakinya, menjauhi Mean.

"Kupikir kau berbeda. Ternyata kau sama saja dengan yang lain, ingin hidup senang dengan instan," nada Mean sinis dan semua yang keluar dari mulutnya hanyalah kesan permusuhan.

Plan mengembuskan napas dan ja menghentikan langkahnya.  Ia berbalik dan kemudian menatap Mean kesal.

"Kenapa kau selalu usil dengan hidupku? Apa salahku kepadamu? Kau sudah mengambil yang kau inginkan dariku, bukan? Katakan! Apalagi yang kau mau dariku? Hidupku tenang saat kau tak ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa kau selalu usil dengan hidupku? Apa salahku kepadamu? Kau sudah mengambil yang kau inginkan dariku, bukan? Katakan! Apalagi yang kau mau dariku? Hidupku tenang saat kau tak ada. Dan sekarang kau ingin cari gara-gara lagi denganku. Sebenarnya, katakan kepadaku, kenapa kau begitu membenciku?" Plan menjelaskan. Ia menatap Mean dengan tegas.

"Aku tidak membencimu. Bukankah kau yang usil kepadaku?" sahut Mean tak mau kalah.

"Aku? Aku usil kepadamu? Apa yang sudah kulakukan kepadamu?" Plan mengernyitkan alisnya.

"O, kau bahkan tak ingat kesalahanmu sendiri. Biar kuingatkan. Kau sudah mengganggu kesenanganku dengan dokter sekolah. Kau masih ingat?" Mean mendekatkan dirinya kepada Plan.

"Hah?" Plan menganga.  Ia tak percaya Mean membuat hidupnya sengsara karena hal sepele itu.

Ia diam sejenak, berpikir lagi. Ia pernah dengar orang bisa membunuh hanya karena ia  merasa terganggu saat tengah menikmati pergumulan di bawahnya dengan lawan mainnya, bercinta dengan berahi tingkat tinggi.

Plan menyadari bisa jadi yang dikatakan Mean benar. Pikirannya beranjak cepat pada kejadian itu dan ia memang bisa jadi juga mengganggu mereka.

"Baiklah," ujar Plan dengan nada mengalah.

"Aku minta maaf kepadamu." Plan mengatupkan kedua tangannya di dada. Ekspresi di wajahnya memohon dengan tulus. Mean tersentak kaget. Ia mengernyitkan alisnya.

THE SEVENTH LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang