Chapter 9

456 57 19
                                        

Plan baru selesai mandi. Ia duduk di depan meja rias dan menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Ia melihat ke arah jam dinding dan hanya dalam waktu beberapa menit lagi Phiravich muda akan mendatangi kamarnya.  Ia bersiap dengan sangat baik.

Tujuannya hanya satu. Ia ingin membuat Mean tak bisa lepas darinya, meski ia sendiri tak percaya diri sebab dalam pengalaman ranjang ia tentu tak sebanding dengan Mean atau perempuan-perempuan Mean yang biasa menemaninya kala malam.

Plan menyisir rambutnya. Ia menatap dirinya di kaca. Malam itu, ia hanya mengenakan piyama cokelatnya tanpa sehelai benang pun di dalamnya.

Sekali lagi ia menatap jam dinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekali lagi ia menatap jam dinding. Ia tersenyum. Ia kemudian mendekati saklar lampu dan mematikannya lalu berjalan menuju ranjang dan berbaring.

Beberapa saat ia menutup matanya dan ia mendengar suara pintu dibuka secara perlahan dan ia melihat sosok Mean  memasuki kamarnya dan mengunci pintunya.

"Kau terlambat," bisik Plan sambil menyenderkan dirinya ke badan ranjang.

"O, ada yang tak sabar rupanya!" sahut Mean dengan agak sinis. Ia berjalan sambil tersenyum. Bsu harum wangi parfum bunga Tulip semakin menyengat saat ia menyentuh bibir ranjang.

 Bsu harum wangi parfum bunga Tulip semakin menyengat saat ia menyentuh bibir ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, kau sudah bersiap rupanya. Kenapa? Kau merindukan aku?" nada Mean agak sinis.

"Kau terlalu banyak bicara," bisik Plan dengan tatapan menggoda. Tangannya menjulur ke wajah Mean dan mengelusnya pelan.

Mean agak terperangah. Namun, ia tak menunjukkannya dengan lugas. Wajahnya masih penuh dengan karisma. Plan mendekatkan wajahnya ke wajah Mean dan ia mengecup bibir Mean. Satu sentuhan saja, padahal sangat singkat, sudah bisa mengalirkan sesuatu yang begitu hangat ke dalam tubuhnya.

Mean meraup bibir Plan dan menciumnya pelan dan Plan tak mau kalah untuk membalasnya. Sekali lagi Mean terhenyak karen balasan ciuman itu. Ia menyadari satu hal, bahwa ciuman Plan masih sangat jauh dari kata andal dan berpengalaman. Ciumannya lembut dan polos dan seolah ia tak pernah melakukannya dengan siapapun kecuali dirinya. Jika saja memang itu kenyataannya, Mean patut berbangga diri.

THE SEVENTH LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang