Chapter 12

384 52 1
                                    

"Ploy, kau mencintai Puttisai?" Ken mengawali pembicaraan setelah ia mengambil napas.

"Apa maksudmu?" Nada Ploy sama sekali terdengar tak enak di telinga Ken.

Ken menyadari hal ini dan dengan cepat ia mengubah pertanyaannya.

"Maafkan aku. Biar kuululangi," ujar Ken, memperbaiki kata-katanya. Ia memperbaiki posisi duduknya dan kemudian menatap Ploy lembut.

"Ada dua hal yang ingin kusampaikan kepadamu. Hal yang pertama dan yang paling penting adalah permintaan maaf. Aku ingin meminta maaf kepadamu. Aku sangat paham dan jelas tahu bahwa kesalahanku sangat besar dan tak mungkin bisa dimaafkan meskipun aku memberikan hidupku dan seisi dunia kepadamu. Aku sudah mengambil semuanya darimu. Ini akan menjadi dosaku karena aku telah membuat sebuah keluarga hancur. Jika ada yang bisa kulakukan untuk menebusnya, Ploy, meskipun hanya sedikit, aku akan melakukannya," sahut Ken. Ia menjeda.

"Dan aku akan memulainya dengan meminta maaf," sambungnya. Ia menarik napas panjang dan ekspresi di wajahnya terlihat dipenuhi dengan penyesalan.

"Semuanya sudah terjadi, Ken. Mungkin ini nasibku. Jika kau ingin memperbaiki kesalahanmu, kembalikan satu-satunya cinta dalam hidupku," ujar Ploy. Nadanya tak kalah sedih.

"Pope," sahut Ken cepat. Ia mengernyitkan alisnya sebab pasti mustahil menghidupkan orang yang sudah mati.

"Mean. Aku ingin Mean kembali kepadaku. Hidupku hancur saat ia bahkan tak menyapaku karena Pearl lebih berarti untuknya daripada aku," sahut Ploy.

"Aku paham. Aku sedang mengusahakannya," sahut Ken. Sekali lagi ia membuang napas sekaligus beban yang ia tahan selama ini. Ploy mengernyitkan alisnya.

"Aku akan mengembalikan dia kepadamu," ujar Ken sambil tersenyum.

"Kudengar kau sedang memproses perceraian dengan perempuan 2 sampai 6. Kenapa?" Ploy bertanya tiba-tiba.

"Puttisai bilang ini kepadamu?" Ken melirik ke arahnya sambil mengangkat satu alisnya.

"Bukan, perempuan enam yang bicara kepadaku. Dia begitu terpukul saat akan kau ceraikan, meski di satu sisi ia bahagia karena ia memiliki kebebasan," ujar Ploy lagi.

"Aku ingin memperbaiki kesalahanku," sahut Ken.

"Kau tak bersalah kepada mereka. Mereka bahagia karena mereka bisa hidup dengan mudah dan menikmati kekayaanmu," ujar Ploy lagi.

"Aku tahu kau tak pernah menyentuh mereka. Setidaknya, semuanya berkata begitu kepadaku saat mereka menangis karena merasa kesepian dan merasa kau hanya mengasihani mereka. Aku tak paham sebenarnya apa yang sedang kau lakukan saat kau menikahi begitu banyak perempuan," sambung Ploy.

"Dulu aku hanya ingin mengejek ibuku. Aku sangat membenci dia karena yang dia lakukan kepadaku dan Nun, tapi sekarang aku menyadari semuanya," ujar Ken.

"Kau menyadarinya atau Plan menyadarkanmu? Aku bisa melihat tatapan matamu kepadanya. Itu jelas cinta. Kurasa kau beruntung menemukan cinta setelah Nun," sahut Ploy.

"Bukankah kau juga sama. Kau menemukan Puttisai setelah Pope. Alasanku bertanya ini karena jika kalian saling mencintai dan merasakan kebahagiaan saat bersama, aku akan melepaskanmu juga. Aku tak ingin menahanmu dan membuat dirimu lebih menderita," ujar Ken.

Ploy membelalakkan matanya. Ia tersenyum agak sinis.

"Sekarang kau akan membuangku setelah kau menemukam pengganti Nun. Luar biasa!" nada Ploy kesal. Jelas, meski selintas ada kecemburuan di sana.

Ken terperangah mendengar perkataan Ploy dan ia paham maksudnya.

"Membuang bukanlah kata yang tepat, Ploy. Menebus kesalahan itu lebih benar. Lagipula, kau benar, aku sudah menemukan cinta yang lain, tapi bukan Plan orangnya." Ken menatap Ploy sambil tersenyum.

THE SEVENTH LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang