Seorang pria hanya menunduk dengan ekspresi datar mendengarkan ceramah laki-laki paruh baya didepannya yang terus mengomel sambil berkacak pinggang.
"Kamu mau jadi apa kalo terus kayak gini? Balap motor, tawuran, kalah balap berantem, kalah ini kalah itu adu otot. Kamu tuh anak pertama, bakal jadi ahli waris buat nerusin banyak perusahaan Papa."
Yang disebut Papa itu memegang pundak dan mengangkat wajah anaknya. Menelisik dan menyentuh lebam-lebam memenuhi wajah anaknya sambil mengernyit mendengar desisan sakit.
Papa menghela nafas, "Kuliah yang bener Jay, kamu tau Papa sama Mama kamu sibuk kerja dan selalu pulang-pergi ke luar negeri. Kamu harus bisa jaga diri baik-baik, uang yang Papa kasih jangan di hamburin buat yang gak baik."
Jay mengangguk pelan, "Iya Pa."
"Dan lagi, kamu tau kalo Papa tau semua yang kamu lakuin." Papa duduk di sofa sambil menyilangkan kaki.
"Tapi Jay gak pernah ngelakuin—"
"Yang aneh-aneh. Iya, memang. Yang kamu lakuin masih dalam tahap wajar, untungnya kamu masih tau batasan." Papanya memotong ucapan Jay sambil menatap Jay tajam.
Jay mendecih pelan, "Kamu tau Papa sayang sama kamu, kita cuman dipisahkan sama pekerjaan Papa yang gak bisa Papa tinggal. Papa sayang kamu lebih dari apapun." Papa berdiri dan mengajak Jay duduk disampingnya.
Jay menatap Papanya, "Tapi Mama, dia masih sama. Bahkan Papa mulai jarang pulang karena gak boleh sama Mama."
Papanya terkejut, "Aku udah tau Pa,"
Papanya memijat pangkal hidungnya, lalu merangkul pundak anaknya. "Jay juga tau kalo Papa diem-diem pergi kesini, Jay enggak tau harus seneng atau sedih." Jay tersenyum getir.
Suasana membeku, sudah lebih dari tiga menit mereka berdua terdiam. Interupsi diambil Jay dengan berdiri sambil mengusap wajahnya.
"Papa harus pergi sekarang, waktu Papa pasti gak banyak." Ucapan Jay terhenti bertepatan dengan seorang pria jangkung dengan setelan jas rapi mendekat.
"Tuan besar, waktu kita sudah habis, Nyonya sudah mulai mencari Tuan besar." Ucapnya tegas.
Jay tersenyum tipis sambil menggerakkan alisnya pertanda menyuruh Papanya segera pergi.
"Kuliah yang bener, seenggaknya ikut satu organisasi, percuma bisa berantem kalo gatau teknik-tekniknya. Papa berangkat." Papa menepuk-nepuk pundak Jay lalu berlalu. Jay mengerti.
Jay Park, si anak konglomerat— super konglomerat. Pinter turunan Papanya yang super duper pinter— lulusan HARVARD gitu loh /Papa— berandal, suka ikut balap liar, tapi masih tau batasan dengan tidak sembarang 'bermain'. Wajah paripurna tanpa cela, —sangat cocok jadi jodohku.g
"Jay sayang Papa, sama .. Mama."
•••
Brak!!
"Jungwon!"
Yang dipanggil Jungwon tersentak sampai terjungkal dari kursi belajarnya.
"Ya ampun Bun, Uwon lagi belajar tau gak! Ish." Jungwon mengaduh sakit sambil kembali berdiri.
"Dari tadi Bunda panggil gak nyaut-nyaut, cepet turun, makan malem. Bunda udah makan, kamu makan sama Abang mu."
"Iya iyaaa," Jungwon ngedumel, Bundanya cuman geleng-geleng kepala lalu pergi.
Sampai di ruang makan, Jungwon ngeliat Abangnya bawa temen yang memang udah sering datang ke rumahnya.
"Jungwon, halo." Sapanya sambil senyum ganteng, Jungwon bales senyum terus duduk disamping Abangnya. Gak baper kok, tenang.
Dulu pernah sempet baper sih, tapi gak jadi karena tau kalo orangnya fakboy kelas piranha. Sampe naikin tagar #UwonAntiFakboy
"Ayamnya ambil satu aja, badan lo kecil." Jungwon melirik tajam Abangnya, "Apaan sih, gak ada hubungannya tau."
Abang Jungwon aka Nicholas aka sayur kol.g cepet-cepet ngambil satu ayam goreng yang tersisa lalu memasukan semuanya kemulut.
"Bang lo apa-apaan, itu kan bagian gue!"
ps: Jungwon bilang lo-gue dirumah kalo gak ada Bundanya."Udah dibilangin badan lo kecil, gak bakalan muat. Nih nugget aja." Nicholas mendorong piring isi 5 potong nugget ke arah Jungwon.
Jungwon yang emosi cuman diem sambil makanin nugget nya, capek berantem mulu tiap hari.
Temen Nicholas, Jake, cuman nontonin sambil nyengir. Lucu banget liat Jungwon yang kecil kerjaannya emosi mulu.
Jungwon sayang Bunda, mau gak sayang sama Abangnya tapi dia penggantinya Almarhum Ayahnya. Kalo aja Bundanya gak bilang buat jangan buang Nicholas ke empang, Jungwon udah buang. Tapi kadang Jungwon sayang, tapi biasanya sih gak sayang.
Tapi kadang Nicholas baik kok, perhatian. Tapi ya was-was aja, karena biasanya dia ada maunya. Biasanya. Bunda kerja di butik, punya banyak cabang.
"Jungwon sayang Bunda, Ayah, sama Bang Kol."
Ini baru intro, ceritanya mulai di slide(?) selanjutnya. Semoga aja suka ya hehet~
KAMU SEDANG MEMBACA
TAEKWONDO [Jaywon]
RandomManusia es belagu disatuin sama bocil emosian? Dipertemukan oleh taekwondo? Memang bisa? ⚠️harsh word ⚠️bxb Bijaklah dalam membaca.