Witing tresno jalaran soko kulino, cinta karena terbiasa. Mungkin itu kalimat yang paling tepat untuk Nia. Tertarik pada seorang adam yang kerap dilihat pada semester ini. Bukan hanya sekedar tertarik sebenarnya, berangan menjadi pendamping kelak lebih tepatnya. Menjadi makmum dalam setiap shalat malamnya. Tak salah 'kan seorang berangan sesuatu? tidak memaksakan, hanya menaruh harap pada Allah jikalau mereka telah berjodoh dari sebelum terlahir ke dunia.
Semua berjalan semestinya, tak ada luahan rasa yang bersarang dalam dada, berjalan bak air sungai yang tertuju pada muara. Mengalir saja. Pertemuan tak terduga di luar kampus menjadi awal baru, memberi keyakinan Nia jika jodoh itu benar dia orangnya. Seperti mendapat undian berhadiah, berniat membeli buku yang di sana tanpa sengaja membuatnya bertemu dengan Ibrahim, dosen sekaligus sosok adam yang telah dijatuhkan rasa oleh Nia. Waktu terus bergulir, tak menyangka awal pertemuan itu mengantar mereka pada permulaan ke arah hubungan lebih serius. Bukan lagi sekedar dosen dan mahasiswa, melainkan sepasang suami istri sah di mata hukum dan agama.
Sejauh ini hari dijalani mereka dengan bunga cinta sempurna, tak ada nestapa. Semua rasa bahagia kentara, mengisi hari dengan perlakuan layaknya pasangan suami istri baru seperti umumnya hingga tanpa terasa usia pernikahan mereka telah menginjak pada bulan kedelapan.
Seperti malam ini, rutinitas mereka tak jauh dengan pillow talk meski kali ini setelah melakukan itu Nia mengambil laptop miliknya. Meluahkan bakat menulis dalam sebuah cerita. Kali ini jemarinya bergerak menyambung sebuah kisah perjalanan gadis belia yang harus berjuang melanjutkan pendidikan seorang diri tanpa bantuan orang tuanya yang malah memaksanya berhenti karena di lingkungannya begitu gencar melakukan pernikahan dini dan menyuruhnya mengikuti tradisi itu.Jari tangan Nia terus menari di atas keyboard laptop. Sesekali menggerakkannya dengan meremas untuk menghilangkan kebas. Susunan diksi telah tertata rapi, terangkai indah. Menorehkan kisah fiksi dengan sisipan nyata. Beberapa kali dia membenarkan posisi kacamata baca yang turun. Mengerjapkan kelopak mata yang terasa mulai berair. Menghiraukan sebuah usapan tiba-tiba di pipi kanan yang mana pelakunya adalah sosok yang namanya sedang dijadikan tokoh dalam karyanya. Hanya melayangkan senyum sebagai balasan tanpa menoleh.
Jarinya mulai gemetar, pertanda lelah karena cukup lama bergulat dengan keyboard laptop. Menatap jam dinding telah menunjukkan pukul sepuluh, memutuskan menutup laptop lalu menyimpannya ke dalam laci lemari kecil pada sisi kanan ranjang. Mengulas senyum kala netranya melihat sang suami telah terlelap di sampingnya.
"Mas, dalam dunia ini Allah ciptakan hal dengan dua sisi. Maafkan aku jika terkadang pada posisi dimana aku menjadi istri kurang baik menurutmu. Ridhoi aku, Mas," ucap perempuan dengan balutan daster motif bunga, mengecup penggung tangan suaminya lalu beralih pada kening dengan lipatan kulit di sana. Sepertinya sosok yang terkulai itu sebelum terlelap memikirkan sesuatu sampai dalam tidur ikut terbawa.
"Tapi kumohon, jangan membagi rasa cintamu dengan yang lain," sambungnya. Dia tahu sosok dengan napas teratur itu tidak mendengar kalimatnya secara langsung, tapi berharap kalimat itu terselip dalam mimpinya.
Memilih berbaring di samping sosok yang telah melengkapi separuh agamanya beberapa bulan ini. Membenamkan kepala pada dada bidang sosok itu, menggapai mimpi bersamanya.
***
Lanjut part?
______
🍃🍃🍃
______Semarang
15 September 2020Malam Ahad (Revisi)
21 Januari 2023
29 Jumadil Akhir 1444
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pak Dosen [End]
SpiritualHak cipta di lindungi Allah SWT, JANGAN DI COPAS Siapkan hati, siapkan tisu baca cerita ini Dania Ramadhana tak pernah menyangka takdir menghendakinya menikah dengan pria yang telah dijatuhkan rasa dalam diam. Sosok itu tak lain adalah dosennya. Beg...