02 : between us

3.7K 480 24
                                    

Pagi tiba. Matahari dengan bahagianya muncul setelah semalam pergi. Dengan bulan yang rela menggantikan tempatnya di malam hari. Tidak ada yang spesial hari ini. Ya- tentu saja. Tidak ada hari spesial. Setidaknya itu menurut Minho. Hyunjin? Kalendernya penuh dengan coretan spidol. Rasanya seperti setiap hari adalah hari yang spesial.

Sangat berbanding terbalik kan.

Omong-omong soal Minho, namja itu kini tengah merapikan kemejanya di depan cermin. Hari ini ia akan ke kampus seperti biasa. Dia memang ambil cuti satu minggu sebelum sidang. Namun, cutinya itu berfaedah. Ia menggunakan waktunya untuk memastikan semua siap.

Jika itu Minho, berbeda dengan Hyunjin. Namja itu sibuk bergelayut pada sang ibu. Tidak rela sekali jika ia harus ditinggal selama sebulan hanya berdua dengan Minho. Catat itu. Hanya berdua. Canggung sekali pasti.

"Ayolah bu, di sini saja. Biarlah ayah yang pergi," rengeknya.

Sang ibu yang tengah menata makanan di meja makan hanya tertawa. Beliau mengusak rambut Hyunjin.

"Gak bisa dong. Ibu juga harus pergi. Kenapa sih, hm?"

Hyunjin cemberut. Ia menampilkan raut sedihnya sambil berkata, "Aku- dan Minho hyung tidak dekat. Nanti canggung. Rumahnya bakal mencekam, bu..." keluh nya membuat sangat ibu tersenyum.

"Well, Hyunjin harus coba lagi biar Minho hyung mau bicara dengan Hyunjin. Hyunjin belum keras tu usahanya. Udah bertahun-tahun, yok dicoba lagi," ujar sang ibu dengan lembut sembari menyayang surai putranya.

Benar juga sih. Ini sudah bertahun-tahun. Usaha Hyunjin untuk mendekati kakaknya belum maksimal. Mungkin karena selama ini ada ibu dan ayah yang membuat nya tak pernah kesepian di rumah. Walau terkadang Hyunjin ingin bermain dengan kakaknya, namun ia belum pernah mendekati Minho dengan sungguh-sungguh.

Oh, maybe pernah sekali. Hyunjin kecil dengan layang-layang ditangannya pernah merengek pada Minho untuk bermain dengannya dan mengajarinya bagaimana cara menerbangkan layang-layang. Namun saat itu, yang Hyunjin dapat adalah tepisan kasar dari Minho yang kemudian membanting pintu kamarnya tepat di depan Hyunjin.

Ah- masa lalu yang buruk. Meski bukan yang terburuk.

"Jinnie?"

"Ha? Ah- maaf. Hyunjin melamun, bu."

"Kk. Sudahlah. Jangan berpikir terlalu keras sekarang. Lebih baik kau panggil ayah dan hyung mu kemari untuk sarapan."

Hyunjin mengangguk. Ia lalu beranjak untuk menjalankan perintah ibunya.

° ° °

" Ayah dan ibu pergi dulu ya, jaga diri kalian,"

Hyunjin mengangguk dengan tidak rela. Sedangkan Minho bersikap cuek dengan terus memandang ke arah lain.

"Minho, ayah serius memintamu menjaga Hyunjin," tegas ayah Lee yang dibalas deheman singkat oleh Minho.

Tak lama kemudian, kedua orang tua Minho dan Hyunjin pergi. Meninggalkan sosok dua anak adam yang berdiri canggung di depan pintu.

Merasa tak ada yang perlu dilakukan, Minho segera melangkah ke garasi. Mengambil motornya dan pergi dari rumah ke kampus. Dan tinggal lah Hyunjin yang kini berpikir bagaimana caranya pergi ke kampus.

"Haah- yang benar saja.." Hyunjin menggaruk tengkuknya bingung. Keluarga Lee tidak punya sopir. Itu bukan hal yang bagus.

"Ah, iya!"

Langkah Hyunjin mulai bergerak meninggalkan rumah. Memastikan satpam penjaga tak melihatnya dan segera kabur keluar pekarangan rumah atau sebut saja mansion Lee.

•Incest• [𝑙.𝑚ℎ//ℎ.ℎ𝑗] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang