12

1.2K 105 44
                                    





Tepat jam 6 pagi Pete dan tin berangkat kerumah sakit, sementara can menemani nana karena gadis kecil tersebut belum terbangun dari tidurnya karena terlalu lelah menangis tadi malam, Pete sengaja membiarkan nana tanpa ingin membangunkan nya agar nana tidak terlalu sedih saat ia berangkat ke rumah sakit.

"Percayalah Tuhan pasti memberikan jalan yang terbaik nong.. Kau harus yakin.. Kau pasti bisa melalui semuanya na.. " Can mencoba menyemangati Pete sebelum mereka berangkat karena kondisi Pete semakin drop pagi ini bahkan kakinya lemas untuk sekedar berjalan.
Karena itu tin menggendongnya langsung ke mobil setelah semuanya siap.

"Tentu p'can maaf jika aku selalu merepotkan kalian.. Dan trimakasih telah menjaga nana selama ini.. " Can tidak bisa menahan air mata nya saat melihat jurat putus asa di wajah manis Pete.

"Jika Tuhan bisa menukar, aku akan menukar tubuh ku untuk mu Pete agar kau selalu bersama nana dan ae nanti... " Pete tersenyum mendengar ucapan tulus can padanya.

"Jika memang bisa ..aku tidak akan setuju p'can.. Karena di sini ada seseorang yang selalu mencintaimu.. Kau sangat beruntung phi.. Tidak sepertiku.. " Can tidak bisa menjawab lebih jauh selain tangisan nya yang semakin pecah, bahkan tin ikut menitih kan air mata saat mendengar jawaban Pete pada istrinya.

"Baiklah kita harus bergegas kerumah sakit nong.. " Tin mengenakan sabuk pengaman pada Pete sebelum mereka pergi.

"Janga nana na sayang.. " Pamit tin menatap kesedihan di mata can saat ia mulai menjalankan lajur mobilnya keluar dari halaman rumah sederhana itu.





Sesampainya di rumah sakit Pete langsung di tangani oleh dokter spesialis kandungan dan bedah.

"Kau tidak bisa tidur Pete..? " Pete tersenyum lalu mengangguk pelan memang ia semalaman tidak bisa tidur selain memandangi wajah nana dan memikirkan Perth.

"Tekanan darah mu sangat tinggi.. " Tin yang menemani Pete hanya mampu menghela nafas dalam.

"Hasilnya tetap sama seperti kemarin.. Tapi kami akan melakukan yang terbaik untuk mu Pete.. Percayalah.. Semoga keberuntungan berpihak pada kita hari ini.. " Ucap dokter yang selalu menangani Pete itu mencoba menyemangatinya yang tengah di pasangi beberapa alat-alat medis dan mengganti bajunya dengan baju khusus oprasi.

"Ok selesai, kau boleh berkeliling dulu khun, agar lebih rileks.. Kau terlihat sangat tegang.. " Ujar seorang dokter bedah yang ikut memeriksa keadaan Pete.

"Trimakasih Dokter.. " Ujar tin lalu mendorong kursi roda yang Pete duduki dan keluar dari ruangan pemeriksaan itu Seraya membawa Pete berkeliling sebentar.










Tin mendorong kursi roda yang Pete duduki sampai ia merasa Lebih baik, tapi Pete tidak berkata apapun sampai mereka melintasi sebuah ruang bersalina dan seketika langkah tin tertahan saat melihat Perth tengah duduk menatap terkejut pada mereka.

"Pete..? " Perth berdiri dari kursi tunggu lalu menghampiri tin dan Pete yang sama-sama terdiam.

"Perth.. Apa istrimu akan melahirkan..? " Tin mencoba  bersikap biasa saja seolah-olah kejadian kemarin tidak pernah ada demi keadaan Pete kini.

padahal Tin sangat ingin memukul wajah Perth jika tidak ada Pete karena rasa kesalnya melihat kondisi Pete semakin memprihatinkan setelah kejadian kemarin.

Tapi berada dengan Pete ia merasa sangat bahagia karena keinginan terakhirnya terwujud, ia hanya ingin melihat Perth untuk yang terakhir meski dokter mengatakan akan melakukan yang terbaik untuk nya, tapi menurut Pete semua percuma saja tidak ada yang bisa menentang takdir.

𝘖𝘯𝘦 𝘊𝘩𝘢𝘯𝘤𝘩 ( Pinson) Mpreg (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang