Kawaguchi Hisa terduduk di atas kasurnya masih dengan selimut di pelukannya. Hari ini hari pertama SMA dan ia masih khawatir akan semuanya. Ia mengkhawatirkan sekolah barunya, kelas barunya, dan lingkungan baru yang harus segera ia tempati. Hisa bukanlah orang yang mudah beradaptasi di lingkungan baru, melewati kenaikan kelas saja sudah membuatnya khawatir bukan main, apalagi sekolah baru. Semalam ia bahkan tidak bisa tidur karena terlalu memikirkan hari ini. Hisa menghembuskan napas panjang dan kembali menimbun kepalanya di atas bantal.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya dan terdengar lembut sapaan dari salah satu maid rumahnya. "Kawaguchi-san, sarapan sudah siap Anda bisa segera turun dan makan pagi."
Hisa tidak menjawab untuk beberapa saat, namun ia terpaksa membuka mulutnya ketika maid di luar pintu kamarnya kembali mengetuk.
"Kawaguchi-san, apakah Anda sudah bangun?"
Dengan suara pelan namun cukup keras untuk terdengar keluar kamar, Hisa menjawab, "Ya, aku sudah bangun.". Setelah menjawab, Hisa menggeser selimut di atas badannya dan beranjak menuju kamar mandi untuk membilas badannya. Selama mandi Hisa terus memikirkan apa yang akan terjadi nanti di hari pertama SMA nya. Dia tidak berharap banyak, ia hanya memohon agar setidaknya ia memiliki satu teman baru.
Hisa melewati masa SMP nya dengan tidak begitu menyenangkan. Ia tidak bisa membuat teman sama sekali, tidak ada teman SD nya yang memasuki SMP yang sama dengannya. Kalaupun ada, Hisa mungkin tidak mengenal orang itu. Hisa tidak ingin menyalahkan siapapun, ia yang mengambil keputusan untuk tidak membuat teman di SMP nya. Ia yang tidak memiliki keberanian untuk membuat teman baru dan berbicara dengan orang baru. Hisa terdiam membayangkan masa SMP nya di bawah derasnya air shower yang membasahi seluruh badannya.
SMA harus jauh lebih baik di SMP, ini bisa mejadi kesempatan baginya untuk mengembangkan kemampuan sosialisasinya kepada teman sebayanya. Hisa mematikan keran shower dan beranjak keluar dari kamar mandi setelah mengeringkat badannya secara sempurna. Baju SMA Wakamoto telah membalut badannya dengan sempuran. Ia terlihat rapi di pantulan cermin kamarnya. Hisa mencoba untuk mempraktikan senyuman sapaan untuk menyapa teman barunya nanti, namun senyumnya terlihat memaksa dan akhirnya ia membuang napas sedih.
Kejadian yang dia alami waktu SD tidak akan terulang lagi di SMA, mungkin hal tersebut menjadi alasan yang kuat baginya untuk menutup diri ketika SMP. Akan tetapi sekarang berbeda, kejadian itu sudah tujuh tahun yang lalu, orang telah melupakannya, pikir Hisa menenangkan hatinya. Kali ini ia tidak memiliki alasan apapun untuk menutup diri dan menjauh dari lingkungan sekolahnya. Hisa mengangkat wajahnya dan menatap lurus matanya di cermin, degupan jantungnya begitu kuat sampai ia bisa mendengarnya. Tidak akan ada yang menganggunya nanti di SMA, ia sudah cukup dewasa untuk membela dirinya sendiri. Ya, ia sudah cukup kuat untuk bisa melewati masa kelamnya dulu.
Hisa beranjak membuka pintu kamarnya dengan tas sekolah di tangan kirinya. Ia berjalan menuruni tangga dengan pakaian rapi dan wajah yang tenang. Sarapan pagi telah disiapkan dengan rapi oleh maid rumahnya. Hisa menarik kursi makan dan mulai mengunyah sarapan paginya. Sepiring telur gulung dengan french toast dan segelas jeruk manis. Ia mengoleskan mentega diatas french toast nya dan memasukkannya ke dalam mulut. Rasa manis dari french toast memenuhi mulutnya membuat Hisa menarik ujung bibirnya tersenyum kecil.
Sarapan pagi ini sama seperti biasa, dilewati seorang diri tanpa ditemani orangtuanya dan malah ditemani satu-satunya maid di rumahnya yang sekarang sedang mencuci peralatan dapur. Hisa menatap sekeliling ruang makan rumahnya, ruangan itu luas dengan meja makan yang mampu ditempati oleh dua belas orang, namun hanya selalu ditempati oleh satu orang saja. Hisa menghentikan makannya dan meneguk jus jeruk segar yang ada di sampingnya. Kapan sebenarnya terakhir kali ia makan bersama kedua orangtuanya, entah itu sarapan, makan siang, ataupun makan malam. Hisa meneguk minumannya dengan susah payah, ia sudah lupa kapan terakhir kali ia makan bersama orangtuanya.
Menggelengkan kepalanya dengan cepat, Hisa membuang pikiran-pikiran berlebih di kepalanya dan dengan cepat menyelesaikan sarapannya. Ia tidak ingin memikirkan hal seperti itu beberapa jam sebelum ia harus menghadapi hari pertama SMA nya. Ia tidak ingin membawa jinx untuk hari pertamanya, mulai saat ini ia hanya akan memikirkan hal-hal positif, agar hal-hal positif tersebut mengikutinya di hari pertama SMA.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Hisa berdiri dari kursi dan berjalan menuju pintu utama rumah keluarganya. Ia mendengar suara gong-gongan anjing dan senyumnya merekah. Itu adalah suara gong-gongan anjing peliharaannya, Tomo-chi. Hisa menoleh dan melihat seekor anjing shiba inu berlari ke arahnya dengan wajah berseri-seri. Hisa membuka tangannya dan membiarkan Tomo-chi ke dalam pelukannya, anjing itu mulai menjilai wajahnya dengan senang. Hari ini menjadi lebih baik dengan ciuman dari Tomo-chi, pikir Hisa. Ia mengusap-usap kepala Tomo-chi dan menegakkan badannya berdiri. Ia memberikan beberapa elusan terkhir dan berjalan keluar rumah.
Di luar, seorang supir sudah menunggu dirinya di depan mobil BMW keluarganya. Hisa mengehala napas dan menunduk sopan kepada supir keluarganya. Ia memasuki mobil dan meletakkan tas ranselnya di kursi sebelahnya. Melihat supirnya menunggu dirinya untuk berangkat ke sekolah membuat Hisa berpikir bahwa ia menaiki mobil di hari pertamanya bukanlah hal yang bagus. Hisa memejamkan matanya, berharap tidak ada anak di kelasnya yang melihat ia berangkat ke sekolah menggunakan mobil.
SMA Wakamoto merupakan SMA bergengsi di Kota Ichigana, banyak anak dari gubernur, CEO, dokter, pengacara, dan lainnya bersekolah disana. Namun, SMA Wakamoto tidak menutup kemungkinan untuk orang biasa bersekolah disana. Penerimaan siswa di SMA Wakamoto dilihat sepenuhnya dari nilai yang didapat saat ujian tes masuk. Cara masuk selain itu selebihnya berada di tangan kepala sekolah SMA Wakamoto.
Setelah beberapa saat mobil yang dinaiki Hisa berhenti tepat di depan gerbang SMA Wakamoto. "Kita sudah sampai, Kawaguchi-san," tukas supir mobil menoleh ke belakang pada Hisa. Hisa mengangguk pelan dan melihat keluar dari kaca jendela. Ia bisa menyadari beberapa anak melirik mobil yang dinaikinya, mereka pasti memikirkan berbagai hal di kepala mereka, pikir Hisa menelan ludahnya.
Ia membuka pintu mobil sambil menarik napas panjang. Setelah menutup pintu, Hisa mengabaikan pandangan orang-orang ke arahnya dan berjalan memasuki gerbang sekolah sambil terus berharap tidak ada anak di kelasnya yang melihat ia berangkat menaiki mobil. Ia hanya ingin mejadi siswa biasa yang tidak menarik perhatian siswa lain di sekolah. Ia hanya ingin menjadi normal dan setidaknya memiliki satu teman yang akan menemaninya selama tiga tahun nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our High School Journal
RomanceHisa tidak pernah yakin dapat bertemu orang yang bisa mengerti dan memahami dirinya, ia mempercayai itu berdasarkan pengalamannya saat SD dan SMP, oleh karena itu ia tidak pernah menaruh harapan sedikit pun saat memasuki SMA. Mungkin karena itulah i...