Takumi mengambil istirahat sejenak dari larinya, ia mengusap keringatnya. Ia mengecek jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, pukul setengah empat sore. Setiap hari Takumi memang selalu membiaskan dirinya untuk lari. Namun, karena ia dalam jadwal bersekolah, Takumi hanya bisa melakukan lari setiap hari Sabtu dan Minggu. Itu pun apabila dia tidak ada urusan lain. Hari Minggu ini merupakan hari kosong, sehingga Takumi bisa mengisi sore harinya dengan lari.
Lari merupakan salah satu aktivitas yang biasa dilakukan Takumi untuk menghilangkan stres. Dengan melakukan lari Takumi bisa semakin bersemangat dalam kegiatan hariannya, karena itu lari setiap hari yang dilakukan oleh tim basket SMA Wakamoto sebagai latihan sangat disukai oleh Takumi. Takumi menghentikan larinya dan berjalan menuruni bukit di pinggir sungai kota. Ia menyandarkan bahunya dan merebahkan badannya tenang. Ia sudah berlari selama hampir satu jam. Ia pantas mendapatkan istirahat.
Sabtu malam kemarin Takumi mendapatkan pengumuman dari klub basketnya bahwa ia temasuk salah satu siswa baru yang diterima menjadi anggota inti. Hanya ada dua siswa baru yang masuk ke dalam anggota tim inti basket SMA Wakamoto, sisanya mengisi sebagai pemain cadangan. Tentu saja Takumi merasa senang dengan pengumuman itu, namun ia tidak bisa berhenti berpikir akan beban yang ditaruh di pundaknya, terutama dari pelatih dan kapten tim basket.
Takumi menghela napas panjang. Ia kembali teringat dengan perkataan kapten tim basketnya, Haruma, mengenai kemampuan basket Takumi yang suatu saat nanti akan melampaui Haruma. Takumi memberengut, ia tidak ingin berpikir muluk-muluk, ia hanya ingin menikmati masa SMA nya melakukan apa yang ia suka tanpa beban, seperti ketika ia SMP dulu. Kali ini Takumi teringat dengan teman kelasnya, Oshiro Eiji. Apa laki-laki itu benar-benar tidak akan mengikuti kegiatan klub apa pun. Bukankah itu sangat disayangkan, pikir Takumi melipat kedua tangannya dan menjadikannya bantal sandaran.
Kalau diperhatikan, sebenarnya banyak siswa baru yang belum mengikuti kegiatan klub atau bahkan berencana tidak mengikuti kegiatan klub. Setelah selesai musim panas, kegiatan klub akan membuka pendaftaran anggota baru lagi. Takumi mendudukkan badannya dan mengeluarkan botol minuman dari dalam tas kecil yang terselempang di bahunya. Ia mendudukkan badannya dan meneguk cepat minuman di tangannya. Selama seminggu pertama sekolahnya Takumi sudah mendapati beberapa teman dekat, itu kabar yang baik. Apakah teman masa kecilnya, Nakano Yumi, sudah mendapatkan hal yang serupa.
"Apa yang kau lakukan di pinggir sungai begini."
Takumi mendongak dan melihat laki-laki berambut pirang berdiri menjulang di belakangnya. "Ah, senpai?" ujar Takumi terkejut, ia segera berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya agar tidak ada rumput yang menempel. "Apa yang kau lakukan disini?"
"Rumahku di dekat sini. Pertanyaannya apa yang kau lakukan disini."
"Benarkah?" tanya Takumi terkejut, ia memasukkan botol minumannya kembali ke dalam tas. "Aku baru selesai lari."
"Pulanglah kalau sudah selesai," tukas Kenichi, "keringatmu banyak sekali."
"Senpai, izinkan aku mandi di rumahmu," pinta Takumi memegang lengan Kenichi, menghalangi laki-laki itu untuk pergi.
"Haaa?"
"Rumahku terlalu jauh, aku tidak ingin menyebarkan bau tidak enak kepada orang-orang yang melewatiku nanti."
"Dan kau baru menyadari itu sekarang?" Kenichi mengernyit.
"Yah, aku tadi tidak berpikir akan bertemu denganmu, senpai," Takumi tidak melepaskan genggaman tangannya walaupun Kenichi sudah beberapa kali mencoba menarik tangannya. "Kumohon, senpai."
Kenichi memutar bola matanya, "Kenapa kau selalu merepotkan hidupku."
"Kau yang terbaik, senpai!" ujar Takumi bersemangat.
~
"Selamat sore," ucap Takumi memasuki apartemen Kenichi. Ia melepaskan sepatunya dan berjalan memasuki ruangan apartemen.
Apartemen Kenichi berada di apartemen paling mahal di kota. Ruangannya luas dengan berbagai perabotan mewah. Takumi membuka mulutnya kagum, ia memperhatikan sekeliling ruang tamu dan tertakjub dengan apartemen kakak kelasnya itu. Kemudian matanya berhenti setelah melihat berbagai gadget video game yang berada di bawah tv ruang keluarga.
"Izinkan aku menggunakan mereka suatu hari nanti, senpai!" teriak Takumi berlutut di depan berbagai gadget video game dengan pandangan terpukau. Takumi kemudian segera menutup mulutnya cepat, "Ah, maaf, apakah aku akan mengganggu keluargamu, senpai?"
Kenichi melemparkan handuk putih bersih ke kepala Takumi sembari menggeleng, "Orangtuaku tidak tinggal disini."
"Eh?" Takumi mengerjap mengambil handuk di kepalanya.
"Mereka tinggal sendiri-sendiri, begitu pula aku," tukas Kenichi menjelaskan secara singkat.
Takumi menelan ludahnya, merasa bersalah untuk mengatakan hal itu. Ia kemudian mengangguk dan berdiri. "Ehm, kamar mandi?"
Kenichi menunjuk kamar mandi kamarnya, "Di sebelah kiri, lurus saja melewati kamar tidur di sebelah kanan."
Takumi mengangguk dan berjalan mengikuti arah yang diberikan Kenichi. Ia berjalan memasuki kamar tidur Kenichi yang luas dan terus berjalan melewati ruangan pakaian menuju kamar mandi. Takumi memasuki kamar mandi Kenichi dengan bathtub di ujung kiri dan shower di sebelah kanan kamar mandi. Ia membuka mulutnya terkagum-kagum. Ia tidak menyangka ternyata kakak kelasnya itu kaya raya seperti ini. Takumi melepas bajunya dan memilih untuk mandi menggunakan shower.
Setelah menyelesaikan mandinya, Takumi menyadari bahwa ia tidak membawa baju ganti, dikarenakan ia kira ia akan mandi di rumahnya. Takumi menggaruk kepalanya kikuk, lalu ia berjalan keluar dari kamar mandi menghampiri Kenichi di ruang keluarga hanya berbalut handuk.
"Senpai, aku lupa tidak membawa baju ganti," ujar Takumi malu-malu.
Kenichi menoleh dan mendapati Takumi yang bertingkah kikuk dengan handuk mandi. Ia menghela napas panjang sambil memutar bola matanya. "Ingatkan aku mengapa aku mengizinkanmu datang ke rumahku."
Takumi terkekeh malu, "Karena senpai orang baik," jawabnya polos.
"Aku tidak tahu apakah bajuku akan muat padamu, melihat kau lebih besar dariku," Kenichi membiarkan Takumi memilih baju sendiri di ruangan bajunya.
"Senpai, memang mengagumkan," tukas Takumi lagi melihat-lihat baju yang dimiliki oleh Kenichi.
"Cepat saja pilih."
Takumi memutuskan untuk mengambil kaos hitam dan celana olahraga selutut yang dimiliki oleh Kenichi. Ia mengganti bajunya di kamar tidur Kenichi, sementara laki-laki itu menunggu di ruang keluarga. Selesai berganti baju, pandangan Takumi terhenti pada foto yang terpajang di dinding kamar tidur Kenichi. Foto itu dipajang dengan figura besar, foto Kenichi dengan seorang wanita cantik. Apakah itu ibunya, pikir Takumi. Dimana ayahnya?
Menghilangkan asumsi apa pun, Takumi mengambil baju olahraganya tadi dan beranjak keluar dari kamar. Ia melihat Kenichi sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya.
"Senpai, apakah kau memiliki tas jinjing untuk membawa pakaian kotorku?" pinta Takumi mendekati Kenichi.
Kenichi menengadahkan kepalanya, "Kau merepotkan saja," ungkap Kenichi berjalan menuju lemari di dekat pintu masuk apartemen dan mengeluarkan tas jinjing berwarna putih dengan tulisan Happy Sunshine yang membuat Takumi tersenyum. Benar saja, gosip yang ia dengar mengenai Kenichi di SMP dan SMA nya memang benar-benar gosip belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our High School Journal
RomanceHisa tidak pernah yakin dapat bertemu orang yang bisa mengerti dan memahami dirinya, ia mempercayai itu berdasarkan pengalamannya saat SD dan SMP, oleh karena itu ia tidak pernah menaruh harapan sedikit pun saat memasuki SMA. Mungkin karena itulah i...