(1) Main Characters - Kenichi

3 1 0
                                    

Nakamura Kenichi mengancingi kemeja putih yang dipakainya. Ia memandang keluar jendela kamarnya dan memperhatikan anak-anak yang berjalan melewati apartemen rumahnya menggunakan seragam sekolahnya. Ia mengernyit, betapa rajinnya anak-anak itu untuk sudah berangkat begitu pagi, Kenichi menoleh dan melihat jam dinding yang menempel di atas pintu kamar, pukul tujuh lewat dua puluh menit. Kenichi melirik pantulan wajah nya di cermin dan menjatuhkan badannya di atas kasur. Ia meraih ponselnya dan membuka aplikasi game.

Datang terlambat merupakan kebiasaan yang sudah sering dilakukan Kenichi. Ia sangat jarang datang ke kelas tepat waktu, karena itu hari ini bukanlah pengecualian. Kenichi melihat tanggal di ponselnya yang menunjukkan hari pertama semester genap. Ia mengangguk-angguk, berarti hari pertama bagi freshman di sekolahnya, wajar saja anak-anak itu berangkat begitu pagi, pikir Kenichi. Ia memasukkan ponsel di dalam saku celananya setelah selesai bermain game dan berdiri dari kasur.

Tangannya meraih tas dan jas sekolahnya sembari berjalan keluar dari kamar. Ia membuka kulkas rumahnya dan mengeluarkan botol susu yang sudah setengah isi lalu menaruhnya di samping mangkuk putih di atas countertop. Kenichi membuka upper cabinet dan mengambil kotak sereal. Ia menghela napas ketika melihat isi serealnya tidak cukup untuk menjadi sarapannya pagi ini. Kenichi memasukkan kembali kotak sereal ke dalam lemari dan meminum susu langsung dari botol susu.

Sambil mengerjap Kenichi mengeluarkan ponselnya dari dalam saku ketika ia mendengar suara notifikasi. Ia melihat layar notifikasi dan mendapati $10.000 masuk ke rekening atm nya. Uang saku minggu ini dari ayahnya, Kenichi mendengus. Ia tahu betul yang mengirim uang itu adalah ayahnya bukan ibunya, dikarenakan ibunya pasti mengirim uang setiap awal bulan, sementara ayahnya selalu mengirimkan uang setiap awal minggu. Kenichi kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya dan menghabiskan seluruh susu di dalam botol di tangannya.

Mungkin hari ini ia perlu melewati sarapan dan langsung berangkat ke sekolah. Kenichi menajatuhkan badannya di atas sofa apartemen dan kembali membuka aplikasi games di ponselnya. Ia menunggu sekitar sepuluh menit sebelum kelas untuk berangkat ke SMA. Perhatian Kenichi teralih dari game nya ketika layar ponsel nya menunjukkan telepon masuk dari ibunya. Sambil melemparkan kepalan tangannya di udara karena permainannya kalah, Kenichi menggeser layar ponselnya untuk menerima telepon panggilan.

"Halo?" tukasnya pelan.

"Ken-chan, kau sudah bersiap-siap? Sebentar lagi hari pertama semester genap."

Kenichi menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sambil memejamkan mata, "Ya, aku sudah siap."

"Ayahmu sudah mengirimkan uang sakumu minggu ini?"

Kenichi tahu betul ibunya selalu menanyakan tentang hal itu, karena ia selalu ingin melihat bagaimana ayahnya masih setidaknya menaruh tanggung jawab untuk menghidupi Kenichi sebagai anaknya. "Ya, aku sudah menerimanya."

"Baiklah kalau begitu, semoga hari pertamamu menyenangkan," tukas suara di seberang sana, "ibu mencintaimu, oke."

Hening. Kenichi tidak langsung menjawab. Setelah beberapa saat barulah ia membuka mulutnya, "Ya."

Telepon terputus dan Kenichi terdiam memandangi langit-langit kamarnya. Perkataan macam apa itu, pikirnya geram. Kalau ibunya mencintainya kenapa ibunya tidak disini tinggal bersamanya dan mengurus hidupnya. Kenichi menggigit bibirnya. Ia menggeleng kencang, sudahlah, lagipula sudah tiga tahun semenjak ibunya memutuskan untuk meninggalkannya untuk hidup sendiri. Kenichi melihat jam di layar ponselnya, pukul delapan lewat sembilan belas menit. Lebih baik ia mulai berjalan ke sekolahnya sekarang.

Selama perjalanan ke SMA, Kenichi hanya memandangi sekeliling jalanan melihat anak-anak freshman yang baru masuk ke SMA nya. Mereka berlari-lari agar tidak terlambat untuk datang di upacara penerimaan siswa baru. Kenichi bahkan lupa tahun kemarin ketika dia memasuki SMA Wakamoto apakah ia terlambat di upacara penerimaan siswa barunya atau tidak. Kenichi memperbaiki posisi tasnya sambil membawa jas sekolah di lengan kirinya. Ia berhenti di depan pagar SMA Wakomoto, terdiam.

Ia sendiri tidak mengerti mengapa pada akhirnya ia menyetujui ibunya untuk bersekolah di SMA bergengsi ini. Sejujurnya ia tidak peduli akan bersekolah di SMA manapun, toh dia juga tidak tertarik dengan akademiknya. Kenichi mengeluarkan ponselnya dan melihat jam di layar, pukul delapan lewat tiga puluh menit. Upacara penerimaan siswa baru seharusnya sudah dimulai. Sebelum Kenichi berjalan memasuki lapangan sekolah ia mendengar namanya dipanggil.

"Yaa, Ken-kun!"

Kenichi menoleh dan melihat dua teman SMP nya melambaikan tangan. Terakhir ia bertemu dengan mereka adalah setahun yang lalu beberapa hari setelah upacara penerimaan siswa baru SMA nya. Ia menganggukkan kepala bersikap sopan. Salah satu laki-laki yang memiliki badan lebih tinggi dengan bekas luka di alis kirinya merangkul Kenichi cepat.

Laki-laki itu tertawa sembari menggosokkan kepalan tangannya di kepala Kenichi, "Hahaha, ada apa dengan formalitas itu?"

Kenichi tidak menggubris, ia memandangi salah satu laki-laki lain yang lebih pendek dengan potongan rambut gundulnya.

"Kau tidak berubah sama sekali, Ken-kun, masih kuat saja," tukas laki-laki dengan luka di alis kiri sambil melepas rangkulannya. "Sibuk sekali kau akhir-akhir ini, sampai menghiraukan chat dari kami. Ayolah, kapan kita terakhir karaoke bersama."

Kenichi masih tidak menjawab, ia merapikan kemeja dan rambutnya yang menjadi berantakan.

Laki-laki dengan potongan rambut gundul menyela pembicaraan mereka, "Sudahlah Ito-kun, dia bukan lagi seperti kita, SMA ini mengubahnya," ujar laki-laki itu sambil melirik SMA Wakamoto.

"Yah, kita masih ingin bermain kalau kau kosong, Ken-kun. Kau tau pada akhirnya kau masih membutuhkan kami," laki-laki dengan luka di alis kiri mengangkat tangannya melambai pergi sembari merangkul temannya yang lebih pendek. Mereka berjalan menjauh dengan gumaman yang tidak bisa didengar oleh Kenichi.

Kenichi memandangi punggung mereka berdua menjauh sementara kepalanya terus mengulang perkataan temannya. Dia bukan lagi seperti kita, SMA ini mengubahnya. Kenichi tidak merasakan perubahaan apapun dari dirinya. Ia masih Kenichi yang sama seperti SMA, namun ia tidak bisa berbohong bahwa ia memang menghindari mereka. Tapi, kenapa?

Untuk beberapa saat Kenichi terdiam mencoba mencari jawaban, namun akhirnya ia menggeleng dan memutuskan untuk tidak berpikir terlalu jauh. Tidak ada untung baginya untuk memikirkan hal-hal yang sudah berlalu. Ia mulai beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan memasuki gedung sekolah. Kalau ia telat lebih lama lagi untuk datang ke upacara penerimaan siswa baru, Student Council akan memberinya hukuman untuk entah yang keberapa kalinya. Mari bergegas, batinnya.

Our High School JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang