"Kamu mikirnya aku kenapa?"
"Panas dalam?"
Taehyung langsung mengangguk. "Panas dalam."
Tuh, kan. Apa aku bilang. Kadang tebakanku itu nggak pernah meleset.
"Pulang nanti ke warung, ya?"
"Mau apa ke warung?"
"Beli pereda panas dalam."
"Tapi izin dulu sama managernya, nanti dimarahin."
"Hah?" Alisku bertaut sempurna, menampakkan kebingungan yang kentara.
"Iya, nanti dia marah kalo band nya dibikin reda." Paparnya, membuatku menepuk jidat terheran-heran.
"Aikamu, itu mah band The Panasdalam! Udah ih jangan becanda terus, Taehyung.. Nanti ke warung, ya?!"
"Hehe, iya.." Jawabnya tanpa berusaha menolak. Entah mengapa instingku mengatakan bahwa dia juga punya offering issues, karena sedari tadi dia bicara soal penolakan terus. Atau bisa jadi dia juga penurut.
"Sekarang gantian aku yang nanya." Katanya, membenarkan posisi duduk. Melihat dia bergerak, aku jadi ingin ikutan mengganti gaya dudukku. Kunaikkan kaki yang kemudian menjadi sila menghadap Taehyung yang satu kakinya dimasukkan ke dalam air dan satunya lagi menapak batu di batu yang lebih rendah.
"Sok atuh tanya."
"Selain Bro Code, kan ada Girl Codeㅡkhusus untuk para cewek-cewek yang mengaku 'perasaan' itu jauh lebih krusial daripada 'logika' yang menjadi senjata cowok dalam hubungan. Nggak berani lepas landas?"
"Maksudnya?"
"Kenapa kamu nangis? Pasti karena yang di danau kemarin, kan? Atau gara-gara api unggun semalam?"
Aku diam sejenak, merasa sedikit malas dengan topik pembicaraan yang mengorek luka seperti ini. Pandanganku turun dari Taehyung menuju teksur batu yang kasar. Apakah aku harus menghindar atau mencoba menerima kenyataan?
"Jangan jadiin airmata itu berakhir menjadi sebuah kesia-siaan yang kompleks, daripada harus menjadi sia-sia, lebih baik jadikan itu alasan untuk memperkuat diri kamu di kemudian hari. Dengan cara apa? Sudah jelas dan pasti terjaminㅡGirl Code kuncinya. Mau persahabatan terjaga, kan? Biarpun nggak terlalu akurat atau berfaedah, setidaknya kalian bakal mengerti batasan-batasan sehingga nggak akan menyakiti perasaan satu sama lain."
"Tapi mereka bukan sahabat aku.. Cuma Oje aja...ㅡ" aku menghentikan kalimat sejenak. "Sama kamu juga."
Kalau daritadi dua alisnya terus yang terangkat, kali ini hanya satu. "Sejak kapan kita sahabat?"
Oh, iya.. sejak kapan dia jadi sahabat aku? Padahal awal kita dekat itu baru kemarin.
"Iya, si. Tapi apa kamu nggak mau jadi sahabat aku?" Kuperhatikan satu kakinya yang tadi dimasukkan ke dalam air menekuk di antara kami dan satu tangannya menyentuh dagu dengan wajah serius yang dibuat-buat, seolah-olah ini sebuah tawaran besar yang harus dia pertimbangkan matang-matang. Selama detik-detik yang hening itu, kugunakan waktu untuk memandanginya lebih lama.
"Sekarang tanggal berapa?"
"21 Desember."
Tahu-tahu Taehyung meraih satu tanganku dan dijabat, ia menggeser duduknya agar lebih maju. "Tanggal duapuluh satu desember, di Langi Geulis kepemilikan bapak dan ibu Kim yang tajirnya seantero Bogor dan DKI. Disaksikan oleh para sireum, hileud, keong, undur-undur, manuk, beurit, kukupu, lauk, titinggi, dan papatong. Saya Taehyung yang gantengnya melebihi putra Poseidon akan meresmikan hubungan bersama Jennie anu geulisna sampai ke tulang rusuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED {♡}
Fanfiction[Lokal] Dia Taehyung yang pucat, yang senang bergurau, yang memiliki tinggi 178 sentimeter, yang diam-diam menyimpan kenestapaan seorang diri, Dan yang aku cintai. Tapi ada yang lebih sempurna dari banyak 'yang' di atas, yakni Di bawah langit si kot...