Aku duduk di kursi teras seperti biasa bersama Oje, kali ini nggak ada Jaehyun karena masih tidur. Suasana pagi ini sangat sejuk karena tadi malam hujan turun sangat deras menyisakan embun-embun yang berjatuhan dari atap dan dedaunan, benar-benar enak untuk dinikmati sambil tiduran di kasur atau menikmati teh panas.
Kali ini aku yang buatin teh manis panas buat Oje dan aku, juga semangkuk stroberi yang dipetik dari rumah ambu kemarin.
Ngomong-ngomong soal stroberi aku jadi ingat soal kemarin. Di lapangan samping ladang, adalah hal yang tak terlupakan di sepanjang sejarah kisah romansaku. Harapanku soal gadis yang melihat kegiatan kami juga terwujud, dia yang menginterupsi karena Ambu menyuruhnya memanggil kami masuk ke dalam karena adzan akan segera berkumandang. Betapa puasnya aku sore itu.
"Sebentar lagi tahun baru ya, sekalian rayain ulang tahun si bujang." Oje memulai percakapan. Aku menoleh.
"Taehyung?"
Ia mengangguk. "Ulang tahun yang ke depalanbelas, kira-kira ini tahun ke tujuh dia dinobatkan sebagai keajaiban."
Keajaiban? Keningku mengerut. Dan kurasa Oje paham soal kebingunganku.
"Kemarin pas ke rumah Ambu dia ngomongin apa aja sama kamu?"
"Umm.." aku mencoba mengingat, dan sialnya memori yang paling kuat adalah ciuman itu. "Indah..."
"Hah?"
"Eh, maksudku pemandangan rumah Ambu indah banget. Aku mau ke sana lagi." Bodoh, kamu bodoh, Jennie! Hampir aja kelepasan.
Untungnya Oje nggak menaruh kecurigaan sama sekali, dia cuma terkekeh dan mengangguk. "Bener banget. Ladangnya luas, lapangannya juga luas. Sebenernya dari awal kita rencana kesana bareng-bareng, tapi Taehyung nggak mau ke sana rame-rame lagi. Kukira dia memang mau batalin semuanya, nggak taunya dia cuma mau ajak kamu."
"Ajak aku?"
"Iya." Oje mengambil satu buah lagi. "Aku nggak paham apa yang dia pikirinㅡapa yang mau dia dapatin dari semua ini. Kadang keras kepalanya itu bener-bener nggak bisa diajak negosiasi. Dia seolah-olah siap bunuh diri."
"Rencana?"
"Jen.." panggil Oje, mengambil satu buat stroberi dan menggigit setengahnya. "Sebenernya pas kamu pergi, Yoongi ngamuk. Dia mabuk semalam, sama Lucas, Jimin, dan Bobby terus dia tidur duluan di bungalo. Sampai sekarang belum bangun. Kamu masih pacaran nggak sih sama dia?"
Oke, pertanyaan ini juga sedang kutanyakan pada diriku sendiri. Bukan, bukan soal statusnya, tapi soal perasaanku padanya. Sebab mendengar dia mengamuk dan mabuk nggak mengejutkanku, dan fakta itu membuat diriku sendiri terkejut. "Secara status masih, tapi aku nggak tau lagi apa yang aku rasain. Semua terasa berbeda semenjak di danau kala itu."
"Soal Yoongi sama Wendy?"
Aku mengangguk pelan, lalu menunduk.
"Lalu kamu suka sama Taehyung?"
Spontan aku mendongak, dan secara kurang ajar kadar dopamin yang dihasilkan otakku membludak menyebabkan jantungku berbedar. Sial. Aku melirik Oje yang masih menunggu jawabanku, tatapannya penuh rasa penasaran. Darimana dia bisa tahu?
"Oje..."
"Tapi kamu tau soal bro code itu, kan?"
Selama beberapa saat aku terdiam, kembali menunduk sedalam mungkin. Apa aku benar-benar menjadi bom nuklir di antara mereka? Dan ketika semuanya tahu, bukan aku yang akan dikucilkan dan diberi pelajaranㅡtapi Taehyung. Ya ampun! Kenapa aku nggak mikir sampai ke sana?! Sekarang semuanya sudah terlambat, terlebih Oje sepertinya sudah mengetahui perasaanku pada Taehyung lebih dulu daripada diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED {♡}
Fanfiction[Lokal] Dia Taehyung yang pucat, yang senang bergurau, yang memiliki tinggi 178 sentimeter, yang diam-diam menyimpan kenestapaan seorang diri, Dan yang aku cintai. Tapi ada yang lebih sempurna dari banyak 'yang' di atas, yakni Di bawah langit si kot...