PERTEMUAN

21 2 0
                                    

Beberapa saat setelah berkendara, seketika vespa yang di kendarai Dimas mogok. "Ah apes aing, tunggu dimana?" gumam Dimas, ia pun menenteng motor kesebuah halte bus lalu menelepon pamannya untuk membawa perkakas agar vespa Dimas melaju, Dimas menunggu dengan santai. Tanpa sengaja mata Dimas menangkap sesuatu yang tak pernah ia kira akan tersangkut di matanya, seorang gadis sedang duduk membaca buku. Sebuah buku filsafat yang Dimas belum pernah baca sebelum nya.
"Hey, sendirian saja" Dimas memulai percakapan "Nama ku Dimas Asyaban" Dimas mengulurkan tangan nya. Yang di sambut halus dengan wanita tersebut.
"Fira" ucap wanita itu
"Sekolah mana Fir?" Dimas membuka pokok pembicaraan
"SMA 9, Kamu?"
"Itu SMA 36, deket sini lah, gak jauh"
"oohh begitu"
"Iya, Fira tunggu siapa?"
"Tunggu angkutan umum..." Fira menjawab sambil menyadari vespa Dimas
"itu vespa kamu?"
"Hah, oh iya ini vespa aing, mogok tadi di pinggir jalan. Gak tahu apes, ah gak papalah yang penting ketemu sama kalkulator" jawab Dimas asal
"Hah kalkulator mana?" Fira bingung
"lah kamu kan kalkulator nya, jawaban dari semua masalah"
"Hmm gombal ah" Fira bermalu, tak lama kemudian angkutan umum pun datang
"ah itu dia angkutan umum nya, aku duluan ya Dimas" pamit Fira
"Tunggu Fir" tahan Dimas. Fira menengok kebelakang melihat Dimas "Temui aku disini lagi, aku belom siap untuk menghadapi semua masalah lagi tanpa ada jawaban dari segalanya di sini" teriak Dimas, Fira pun menggangguk dan tersenyum sipu. Bermula dari candaan awal ketemu, sampai terus menjadi pacar, selalu rutinitas kedua sejoli menjadi semakin dekat, Dimas selalu mengantar Fira ke sekolah nya, oleh karena hal itu, Dimas selalu di panggil ke ruang BK untuk di mintai keterangan alasan mengapa ia terlambat
"Nak Dimas, ini sudah ketiga kali nya kamu terlambat, Dan alasan nya selalu sama..." Bu Ira berbicara "Saya memelihara kambing 10 untuk qurban tahun ini" lanjut Bu Ira.
"Tapi saya beneran kok Bu, kambing saya lagi subur, makanya saya rawat"
"Tapi ini kan di kota Dimas, Bukan di desa"
"Hehe Ibu, ketauan deh"
Di tengah pembicaraan suara pintu terbuka "Permisi Bu Ira, biarkan Dimas saya yang urus" Kata Pak Ucup
"Apes Aing mati didie ini mah" gumam Dimas di balik nafas nya. "Baik pak Ucup" jawab Bu Ira sembari keluar ruangan BK.
"Jujur sama bapak, kamu kenapa terlambat?" Suara Pak ucup mulai meninggi.
"Anu pak..." Dimas menahan omongan nya, bulu kuduk berdiri di sekujur tubuh nya
"Bapak tahu kamu tinggal di rumah, kamu tidak punya ladang, mana cukup kambing 10. Ayam 1 pun kamu sudah mengurusnya, Ayam kamu kabur kan?" Pak Ucup menuduh
"Kok tahu pak?" Dimas kebingungan
"Saya juga begitu soalnya, Ayam saya kabur" Jawab Pak Ucup "Pokoknya besok tidak boleh terlambat atau kau saya suruh scotjump sambil nyapu, paham kau!" ancam Pak Ucup
"Paham pak"
"Pergi kekelas sana, Jam pelajaran sudah mau mulai"
Dimas mengangguk dan menuju keruang kelas.
Sepulang sekolah Dimas bertemu dengan Fira, di halte bus tempat pertama kali bertemu.
"Hai Fira, sudah lama menunggu?" tanya Dimas sambil mengulurkan helm. "tentu aku lama menunggu, tapi aku menikmati suasana kota Bandung, angin seperti bernyanyi di kuping ku" jawab Fira
"Jangan kan angin Fira, jika kau perhatikan matahari juga sedang menatap mu"
"Kenapa begitu?"
"Entah, matahari mungkin minder melihat bintang yang lebih indah dari nya"
"selalu gombal, aku bosan kau gombali terus"
Dimas dan Fira pun melaju ke kediaman Fira.
Entah sudah beberapa kali mereka menyusuri jalan setempat, menaiki vespa Dimas. Mereka bercengkrama sambil menikmati udara senja yang sejuk di Bandung. Obrolan demi obrolan, tawa demi tawa mereka lalui dengan nikmat. Entah mereka menikmati nya atau semesta tidak ingin mereka bertemu lagi, sang waktu berlalu terlalu cepat untuk mereka berdua, tiba di rumah Fira. Fira melihat sesuatu yang janggal.
"Dimas, Bapak ku ada di rumah" Fira mempringati.
"Iya kah?, Tidak papa lah, sekalian aku silahturahmi" jawab Dimas dengan tenang.
"Kamu yakin Dimas?"
"Iya, tenang saja Fira"
Dimas memarkir vespa nya di depan rumah Fira, melepas helm nya dan menaruh nya di spion motor. Sembari Fira menuju pintu dan mengucapkan salam. "Asaalamuallaikum, Pak, Fira pulang"
"Iya sebentar" suara dari dalam menjawab, Dimas bingung dan bergumam kepada diri sendiri "Aing kayak pernah dengar sora ieu"
Seketika pintu depan terbuka melihat kan sesosok yang tidak ingin Dimas liat sama sekali. "Karena ini kamu telat Dimas" tuduh Pak Ucup. Seketika semesta memberikan hadiah perpisahan terakhir untuk Dimas. "Fira, masuk kamar" suruh Pak ucup dengan suara meninggi, Fira pun mengiyakan meninggalkan Dimas yang sebentar lagi akan di serang habis habisan.
"Beri saya satu alasan untuk tidak mengusir mu dari sini?" tanya Pak Ucup dengan nada tinggi, Dimas hanya terdiam. Memutar otak demi otak, mencari sesuatu untuk menangkal semua kejadian ini. Ia hanya berharap semesta memperlakukan sang waktu agar sesuai ketika ia bersama Fira. Tapi entah semesta sedang kejam atau memang sang waktu berjalan begitu lambat.
"Belum bisa jawab Dimas?" tanya Pak Ucup sekali lagi. Dimas yang kaget mendengar ucapan Pak Ucup mulai memutar semua otak nya. "Baiklah kamu pergi dari sini!" suruh Pak Ucup. Dimas pun mengiyakan lalu memakai helm nya, menaiki vespa nya. Sebelum ia pergi Pak Ucup memperingati "Jangan bertemu Fira sebelum kau memberi kan alasan yang cukup untuk kemari. Dan perbaiki nilai dan absen mu"
Dimas hanya mengagguk dan mulai menancap gas lalu pergi ke kediaman nya.

SEBUAH TEORI SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang