Bab 11. BEKERJA DI HOTEL

21 3 0
                                    

Udin buru-buru ke dapur, tak lama kemudian dia kembali dengan membawa segelas air putih. Ia menyerahkan padaku. Langsung menyambut gelas air minum tersebut.

"Makanya Neng, Kalau makan baca doa dulu dan pelan-pelan aja," katanya sambil duduk kembali di dekat teh Ani yang hanya menatap saja.

"Terima kasih, Mas Udin."

Aku meletakkan gelas itu ke lantai yang airnya tinggal setengah.

Setelah banyak mengobrol yang diselingi banyolan, aku pamit undur diri karena sudah jam sembilan malam. Teh Ani hanya mengantar sampai depan pintu.

"Semoga kamu betah di sini, Neng Maya. Yah, walau lingkungannya sepi begini, tapi nyaman dan damai," ujarnya.

"Iya, Teh. Permisi aku pulang dulu ya. Yok, Mas Udin." Aku berpamitan pada keduanya yang hanya berdiri di depan rumah. Hanya lima langkah jarak rumah kami, namanya saja rumah bedeng.

Perkenalan dengan satu tetangga, sudah dilakukan. Tinggal besok saja berkenalan dengan tetangga samping rumah teh Ani. Katanya sih, bernama Mak Karti dia suku Jawa. Mak Karti seorang janda tua, suaminya telah lama meninggal dunia.

Hidupnya hanya dengan dua orang anak lelaki dan perempuan. Hanya saja, yang anak perempuannya tinggal di desa sebelah bersama suaminya. Putrinya itu masih pengantin baru.

Sementara kini Mak Karti tinggal berdua saja dengan putranya yang bernama Iyang. Pemuda lajang yang bekerja sebagai supir mobil kelapa sawit. Semua informasi disampaikan tadi oleh teh Ani. Berarti yang tinggal di bedeng ini, penghuninya janda semua.

"Hikhikhik." Aku tertawa sendiri dalam kamar yang sepi dan dingin ini.

***

Keesokan harinya Roy datang menepati janji, ingin mengajak ke tempat kerjaan baru. Menurut pesan  yang dikirimkan, pekerjaanku nanti adalah cleaning servis hotel.
Tidak masalah, jadi tukang bersih-bersih yang penting halal.

Dengan demikian, tidak setiap saat dapat mengirim uang buat keluarga di kampung seperti ketika aku bekerja di kafe. Namun, tidak apalah hitung-hitung menabung.

"Yuk, ah kita langsung berangkat. Kamu hari ini kebagian tugas sore, sengaja aku ajak siang begini agar kamu bisa melihat-lihat suasana hotel yang kamu mau kerja nanti."

Roy naik ke motornya dan memakai helm. Aku yang sedari tadi sudah siap, langsung duduk di boncengan. Hari ini Roy tampil agak kusut sekali. Wajahnya sedikit pucat dan matanya merah. Namun, aku tidak berani bertanya.

Kuda besi pun kini sudah melaju meninggalkan halaman rumah bedeng.
Lumayan jauh juga hotel yang akan kami tuju, melewati pasar tradisional sekitar setengah jam.

Tibalah di depan hotel tingkat tiga, yang bernama 'HOTEL PINK'. Setelah memarkir motor, Roy mengajak masuk melalui pintu utama hotel. Kami disambut resepsionis wanita berwajah cantik, berhijab merah dengan baju batik dan memakai celana dasar hitam.

"Siang. Ada yang bisa kamu bantu?" katanya ramah sekali.

"Koko Rudy ada gak, Kak?"

"Oh, ada. Beliau di ruang kerjanya. Itu ruangannya."

Kakak yang kutahu bernama Helen Dwiyanti dari papan nama yang melekat di dada sebelah kanannya, menunjuk memakai jempol kanan. Kami akhirnya melangkah ke sana setelah mengucapkan terima kasih.

Pintu terbuka saat beberapa kali Roy ketuk. Tampak lah wanita muda bergaun seksi menatap kami penuh tanya. Dia yang membukakan pintu. Roy berjalan ke hadapan lelaki paruh baya berwajah keturunan Cina. Aku mengikuti dengan dada berdebar-debar.

KASIH TAK SAMPAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang