Kepala sudah mulai agak pusing dan badan terasa ringan. Udin menatap dengan aneh akan kelakuan yang kubuat malam ini.
"Neng, jangan banyak-banyak minum bir hitam nanti kamu mabok," ujar Udin memegang gelas yang ingin kuangkat dekat bibir.
"Biar saja, Mas! Aku memang mau mabuk malam ini. Makanya, banyak pesan minuman." Aku menepis tangannya dan meminum bir hitam itu sampai tandas. Udin hanya menggelengkan kepalanya.
Beberapa menit kemudian, waiters tadi datang memberikan mikrofon padaku, lalu duduk di sebelah Udin. Tak lama kemudian, request lagu Malaysia berjudul 'BUKAN TAK CINTA' dari Iklim mulai bermain.
Saat mulai menyanyi, pengunjung bertepuk tangan, mungkin kagum akan suara ini. Semua mata mengarah padaku, tak terkecuali Roy dan semua yang bersamanya. Tubuh semakin gemetar dan suara sedikit bergetar karena terlalu baper.
Sengaja saat bernyanyi, diri ini berjalan ke depan menggandeng Udin melewati Roy dan teman-temannya. Aku melirik cuek pada Roy yang menganga menatapku. Terus menyayikan lagu kesukaannya.
"Sudah sering kau kirim surat ...
Namun tak pernah aku jawab ...
Lalu ku kirimkan undangan ...
Agar kau tak berharap ...Bukannya aku tak tega ...
Bukan pula aku tak cinta ...
Karena orang tua yang tak merestui cinta kita ..."Suaraku begitu tinggi saat menyanyikan bait reffrens. Menghayati sekali seolah cinta ku akan berakhir seperti itu. Sampai mata mulai berkaca-kaca.
"Maya!"
Roy memanggil namaku dan berdiri lalu melangkah untuk mendekati. Namun, diikuti cewek pekerja kafe tersebut, sambil memegang erat jemari Roy. Semakin panas hati ini.
Keduanya malah berdansa di sebelahku yang sedang berpegangan tangan juga dengan Udin. Maksud hati ingin membuat Roy cemburu, malah aku yang terbakar.
Roy semakin memanasi dengan memegang erat pinggang wanita itu dan bahunya. Wajah dia dekatkan seperti yang ingin berciuman. Namun, aku tak berani membalas dengan melakukan hal begitu sama Udin. Akhirnya mendorong tubuh Roy dan berlalu dari lantai joget.
Kembali ke tempat duduk dan meminum segelas lagi bir yang sudah dituangkan oleh waiters. Jalanku sudah sempoyongan saat ingin melangkah ke sofa. Udin dengan sigap membantu agar baku tak jatuh.
"Neng, sudah ya minumnya. Nanti, kamu mabok beneran lho! Kan, repot." Udin berkata yang membuat emosi ku melonjak.
"Suka-suka aku, lah! Mau mabok kek, mau mati kek, siapa yang mau peduli?! Semua munafik! Ternyata manusia itu tidak ada yang baik. Busuk! Jangan larang-larang aku mabok ya! Semua ini aku yang bayar, tau!"
Aku benar-benar hilang kontrol karena kepala sudah berat dan dada ini sakit sekali. Kembali ingin meminum satu gelas lagi, tiba-tiba ...
"Cukup, Maya! Jangan teruskan. Ngapain kamu di sini?" Roy memaksa mengambil gelas air dari genggaman, tapi aku tak mau melepaskan. Hingga saling rebutan, akhirnya gelas tersebut jatuh dan pecah di lantai.
"Aku yang mesti bertanya. Ngapain kamu ke kafe lagi? Lalu kau dan perempuan itu?" Napas ku jadi tersengal menahan sesak di dada.
"Aku cuma butuh hiburan. Namanya juga jomblo, bebas dong. Kenapa dengan cewek itu? Kamu cemburu?"
Roy berkata dengan gamblang membuat skak mati. Tampaknya ia pun mulai mabuk. Jantung bagai tertusuk akan pertanyaannya. Cemburu? Owh!
"Ti-tidak! Aku sama sekali tidak cemburu. I am is fine." Aku berkata sengau mencoba tertawa meski sakit yang terasa. Sampai kapan gengsi ini bertahan? Yang kenyataannya membuat batin tersiksa.
"Lalu, apa masalahmu sampai kamu kemari dan berbuat demikian?" tanyanya lagi menatap dengan sinis.
"Bukan urusanmu!" jawabku ketus.
"Okey, kalau begitu."
Roy kembali ke mejanya dan datang lagi bersama wanita tadi. Wajahnya cantik dan seksi dengan gaun pendek kurang bahan itu.
"Kenalkan, namanya Larasati. Umurnya baru 19 tahun. Cocok kan, denganku?"
Roy merengkuh gadis malam itu tepat di hadapanku yang terduduk. Kami tidak berjabat tangan, malas. Aku tersenyum lebar dan mengacungkan dua jempol tangan, pura-pura bahagia.
Udin hanya termangu di sudut jok sambil berdiri dan mengigit jarinya. Dia juga pura-pura tidak tahu.
"Kamu mendukung aku dengan dia?" tanyanya lagi. Aku lihat wanita bernama Larasati itu hanya senyum-senyum saja, seakan mengejekku.
"Kita kan, hanya bersahabat. Jadi apa yang menurutmu baik, aku mendukung."
Bibirku bergetar saat berbicara dan bersusah payah menahan perasaan. Kedua mata mulai terasa panas dan berkaca-kaca. Saat mana dengan sekuat hati mencoba tegar.
"Bagus. Terima kasih banyak sahabat baikku."
Roy mengacak ujung rambutku yang panjang sebahu. Lalu melepas sebelah tangannya yang tadi memegang bahu Larasati, bergeser sedikit mendekatiku lalu berbisik, "kamu tidak cemburu padaku?"
Aku menggeleng.
"Yakin?" Bisiknya lagi. Kali ini aku mengangguk.
Dengan cepat Roy mendekati Larasati yang masih berdiri mematung di hadapan. Lalu tanpa aku duga pemuda yang mulai menggugah hati ini, berciuman bibir di depan mata ini. Oh Tuhan!
Aku langsung menunduk dalam, tak sanggup melihat adegan tersebut laksana bom nuklir yang menghancurkan seluruh tubuh. Remuk redam perasaan hati ini, hingga air mata menetes satu persatu jatuh di sudut jari yang kuremas.
Keduanya menghentikan ciuman sesaat itu. Kemudian berpamitan untuk kembali ke meja mereka. Pura-pura tersenyum kembali, mengiyakan saja. Selepas mereka berlalu, aku meneguk lagi minuman dalam botol, hingga dada dan perut terasa panas dan mual. Langsung meletakkan kembali botol bir hitam ke meja yang tinggal sedikit lagi.
"Neng ... Neng! Sudahlah. Kamu itu sudah mulai mabuk," ujar Udin khawatir. Dia menyingkirkan gelas dan botol dari jangkauan ku.
"Pulang yuk, Mas. Perut dan kepala ku sakit."
Aku meringis sambil memegang perut.
"Tuh, kan. Mas bilang juga apa? Jangan banyak minum nanti mabok, kalau sudah begini siapa yang repot?" Omel Udin persis nenekku.
Saat berdiri tubuh ini terasa berat sekali, aku tidak sanggup lagi dan tahu-tahu semua gelap.
***
Ketika tersadar, keesokkan harinya. Baru ingat jika kini bukan berada di kafe, melainkan dalam kamar yang asing bagiku.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
KASIH TAK SAMPAI
RomanceMaya Safitri adalah seorang janda muda beranak dua. Seorang penyanyi kafe. Wajahnya yang cantik pun tubuh yang seksi dan mungil, menjadikan dirinya banyak yang menyukai. Tidak hanya kaum bapak-bapak maupun om-om senang yang ingin memiliki hatinya...