Bab 19 TAK DIRESTUI

17 2 0
                                    

Aku menangis sejadinya dengan tubuh telungkup di kasur lantai yang Roy belikan. Rasanya tidak kuat atas segala hinaan yang pemuda itu berikan. Seketika saja, terbayang akan keluarga. Ibu, adik dan dua anakku. Pun suami yang menghilang sejak lima tahun yang lalu, tiba-tiba saja melintas dalam benak.

"May ..."

Roy memanggil dengan menyentuh bahuku. Hanya bergeming tanpa mau melihatnya.

"May! Benarkah kamu sudah tidak bekerja lagi di hotel Koh Rudi? Kenapa?" tanya Roy lembut dan hati-hati. Ia membalikkan tubuh ini agar menghadapnya. Aku segera duduk dengan menekuk lutut dan menyeka air mata yang membasahi pipi.

Kemudian menceritakan mengapa diberhentikan kerja dan posisiku sekarang digantikan oleh adiknya Rania yang baru datang dari Bali.

Sengaja Koh Rudi memberhentikan, karena tidak ingin terjadi salah paham. Sebab Rania sebenarnya tempramental. Sebagai pengganti rasa menyesalnya, maka pria China itu membayar semua  gajiku. Pun berjanji akan mencarikan pekerjaan lain.

Roy terduduk lemas di hadapan ku. Ia memandangi wajah ini dengan mimik sedih.

"Aku tidak mau lagi berurusan dengan Koh Rudi dan juga denganmu. Sebab itu, biarkan aku pergi dari sini. Maafkan aku, yang sudah merepotkan mu."

Aku bergegas membereskan baju-baju yang tergantung dan memasukkan dalam koper.

"Apa kau ingin kembali ke Riau? Tempat Ibu itu? Dan kembali bekerja di karoke?"

Roy memberondong pertanyaan. Aku menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan kuat.

"Tidak akan dijilat kembali ludah yang terbuang, Roy. Bila ingat omongan Mbak Yeni, hatiku terpukul. Jika tidak ingin dilecehkan kaum lelaki hidung belang, maka jangan bekerja di lembah hitam. Satu lagi ... aku tak mau kembali berurusan dengan yang namanya Ghandi!" ujarku panjang kali lebar.

"Lalu ..., kamu mau kemana?

Aku tersenyum sinis padanya. Menatap wajah dia yang bagai tak berdosa.  Kesal dan marah mengalahkan rasa cinta ini yang mulai tumbuh satu persatu.

"Terserah aku, mau kemana. Yang pasti akan kutinggalkan tempat ini dan kita tak'kan pernah bertemu lagi."

Mata mulai berkaca-kaca lagi menahan sesak di dada. Sanggupkah aku meninggalkan Roy? Sementara di dalam lubuk hati telah terukir indah namanya. Meskipun dia pernah melukai hati ini, tapi aku tahu dia amat mencintai.

Roy langsung mendekap erat tubuhku yang sedang berdiri.

"Tidak Maya. Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku. Maafkan atas semua kekasaran ku selama ini. Aku janji, tak'kan cemburu lagi padamu dan mencurigai. Aku percaya jika kamu setia."

Roy juga sudah terisak di bahuku, mungkin dia sedih akan diri ini yang ingin meninggalkannya. Kemudian aku berujar lagi.

"Lima tahun aku menjaga kehormatan, Roy. Biarpun diriku janda bodong, tapi ingin punya harga diri. Aku berusaha tidak tergoda oleh lelaki dan mencoba menutup cinta ini. Namun entah mengapa, setelah mengenalmu mulai tumbuh rasa cinta yang sekian lama aku kubur dalam-dalam. Hati tergetar oleh suaramu, meski kita tak pernah bertemu waktu itu."

Aku menyeka air mata yang terus mengalir dalam pelukan pemuda ini.

"Aku pun tidak perduli cinta ini akan berlabuh pada pemuda yang beda usia delapan tahun dariku. Cinta ini sudah memilihmu, Roy. Tanpa membedakan status dan keyakinan. Aku hanya menguji cinta anak berondong sampai di mana." Aku menguraikan kata demi kata dengan terisak.

Roy mengusap kepalaku dengan penuh perasaan, lalu mencium kening dan terakhir bibir ini. Dia mencumbui dengan penuh cinta, hingga diri ini terlena dan lupa segalanya.  Akhirnya resmilah sudah cinta kami bersatu dalam rumah sewaan ini.

Kami sama-sama dilanda gelora asmara yang menggila. Terhanyut oleh bisikkan setan yang terus menggoda dan tenggelam bersama dalam nyanyian dosa.

***

Tidak terasa hubungan kami sudah memasuki tiga bulan dan aku hamil dua bulan. Ini menjadikan dilema sepanjang hidup. Namun, tidak pernah menyesali dengan semua ini. Kami melakukan berdasarkan cinta dan kasih sayang. Roy pun berjanji akan menikahi. Dia bersedia masuk Islam dan akan kupegang janjinya.

Hari-hari kujalani terasa berat sejak tidak bekerja lagi, walaupun Roy sudah bertanggung jawab akan segala kebutuhanku tapi, rasanya beda jika tidak dari hasil bekerja sendiri.

Roy sudah  diperkenalkan pada Ibu dan anak-anak juga adikku lewat telepon. Mereka setuju saja, asal aku bahagia. Namun ... Tidak dengan keluarga besarnya.

Tak jauh dari rumah sewaan ini adalah rumah Abang tertuanya yang bernama Alex. Sengaja Roy tidak memberi tahu waktu itu dan baru sekarang lah aku tahu jika ada saudaranya yang tinggal di kampung ini.

Malam ini kami bertandang ke rumahnya untuk minta restu mereka. Pun Roy mengutarakan maksudnya ingin menikahi diriku dan mau masuk Islam. Namun apa yang terjadi, Roy dicaci maki Abangnya dan menghina diri ini.

"Tak'kan aku restui adikku menikah dengan pelacur murahan sepertimu. Kau kan pekerja karaoke di tenda biru itu? Tempat Fitri.  Aku sudah banyak tahu bagaimana cewek-cewek malam di sana. Jangan-jangan ... kau hanya ingin menjebak adikku saja untuk tanggung jawab. Padahal kau hamil dengan banyak laki-laki!"

Bagaikan petir di siang bolong menyambar tubuh ini. Terasa terbakar panas dan menyakitkan. Tak terasa air bening telah merembes di sudut kedua mata ini.

"Abang!" Roy membentak bang Alex.

"Abang boleh marah dan caci maki aku, tapi jangan hina dirinya. Maya adalah wanita baik yang selama ini kukenal. Jika dia tidak baik mana mungkin aku mencintainya. Asal Abang tahu, yang dikandungnya itu adalah anakku. Darah dagingku." Roy berkata tegas.

"Mana kau tahu Roy. Kau hanya anak kemarin sore yang tahunya hura-hura menghamburkan uang di kafe-kafe. Nafsu memuncak dan asal gasak saja. Tahu-tahu ada yang minta tanggung jawab dengan alasan itu adalah benihmu," kata bang Alex begitu merendahkan.

Aku tak tahan dengan semua ini, akhirnya beranjak meninggalkan mereka. Berlari menembus kegelapan malam.

"Maya!"

Roy mengejar dan memanggil namaku. Namun tak menghiraukan. Tiba-tiba langit bergemuruh hebat, petir menyambar-nyambar di angkasa dan angin bertiup kencang. Aku berlari begitu cepat sampai tidak pedulikan lagi akan kehamilan ini. Hujan deras kini datang menyapu tubuh.

Tibalah aku di depan pintu rumah sewaan, dengan basah kuyup. Tubuh lemas seketika menahan sakit hati yang luar biasa. Namun ... ada yang lebih sakit yaitu perut ini. Kedua kaki terasa ada yang mengalir. Saat kulihat ... darah sudah begitu deras keluar dari selangkangan. Tubuhku ambruk membentur pintu. Sebelum kesadaran benar-benar hilang, samar terlihat ada dua orang menghampiri.

BERSAMBUNG

KASIH TAK SAMPAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang