Bab 20 JAGA JARAK

16 2 0
                                    

Aku tersadar lalu membuka mata, pandangan agak kabur. Setelah mengucek-ngucek baru terlihat jelas ruangan serba putih dan bau obat, di mana kini aku berada.

Tangan diinfus dan tubuh ditutupi selimut. Saat menggerakkan anggota tubuh rasanya sakit dan lemas.

"Siapa yang membawaku ke rumah sakit? Apa yang sudah terjadi?" gumamku sambil mengingat-ingat.

Kemudian meraba pelan perut ini. Seketika hati terasa sedih sekali, apa mungkin keguguran?
Air mata mulai merembes menyadari kini kehilangan calon anak Roy.

"Aih ... Neng Maya udah bangun."

Teh Ani tahu-tahu muncul dari balik tirai putih pembatas ruangan ini dan ruang pasien lain. Aku tersenyum datar menyambutnya. Teh Ani lalu mengambil makanan rumah sakit yang tergeletak di atas meja kecil di samping bangsal yang aku tempati.

"Yuk, Neng makan dulu. Sudah jam dua siang ini. Kamu pingsannya lama banget."

Teh Ani membantu mengangkat kepala dan menyandarkan pada susunan batal agar tinggi. Kemudian duduk di dekatku dan mulai menyuapi.

"Neng, maaf lho ini. Teteh  mau tanya, Neng Maya hamil ya?" tanyanya sambil menyuapkan nasi dan ayam sayur menggunakan sendok ke mulutku.

Aku hanya diam sambil mengunyah makanan dengan pandangan menerawang.

"Oh. Maaf lho, Neng. Teteh udah menyinggung perasaanmu."

Teh Ani tampak gusar dan jadi serba salah. Tak lama masuk Udin dengan menenteng  satu plastik putih yang berisi buah-buahan.

"Hei Neng Maya. Apa kabar hari ini? Pingsan kok, doyan banget."

Pria ini menggodaku. Mau tak mau aku tersenyum karena lucu. Apalagi melihat raut wajahnya yang polos itu. Memang jika ada dirinya selalu riang karena suka bercanda. Teh Ani mencubit pinggang Udin.

"Aduh! Sakit Teteh."

Udin menjerit kecil sambil mengusap-usap pinggang.

"Neng Maya ini, lagi sakit. Bercanda terus kerjaan mu." Teh Ani mendumel sambil terus menyuapi makanan rumah sakit yang terasa hambar ini.

"Ya tahu Teh, dia sakit. Makanya berada di rumah sakit. Aku kan, hanya berbanyol aja. Menghibur Neng Maya biar ketawa."

Udin menatapku malu-malu sambil memeluk tiang infus. Aku benar-benar dihibur olehnya dalam hati tertawa melihat ulah pria yang lucu itu.

"Iya enggak apa-apa. Aku senang kok, Teh."

Aku menyudahi makan karena mendadak perut merasa mual. Teh Ani langsung memberikan gelas air minum. Dengan segera air putih tersebut kuteguk hingga tandas dan memberikan lagi pada Teh Ani.

"Neng, Teteh ke toilet dulu ya." Wanita yang sudah kuanggap seperti keluarga itu berpamitan. Aku hanya mengangguk.

Kini Udin terlihat sedang mengupas satu buah jeruk lalu menyuapi ke mulutku. Ia duduk di kursi menghadap diri ini yang masih bersandar pada susunan bantal.

"Baik banget sih. Terima kasih banyak ya, Mas."

Aku tersenyum manis padanya. Udin mesem-mesem saja.

"Biasalah Neng, namanya juga ama tetangga. Kita harus baik dan tolong menolong. Apalagi Eneng kan, cuma sendirian."

"Berarti aku dibawa Mas Udin kemari?"

Dia mengangguk sambil menyuapi putik kan buah jeruk yang sudah dibersihkan dari serat-serat putih. Aku menyambut dan memakannya.

"Iya Neng. Aku dan Bang Roy." Ia menjelaskan.

KASIH TAK SAMPAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang