[tiga]

157 43 1
                                    

di bagian ketiga ini, mari kita kembali ke masa lalu. mengulang kembali sejarah awal hubungan mereka. 10 tahun yang lalu, hari pertama vera dan leo bertemu.

hari itu, vera datang terlambat, hal yang biasa untuk anak sd. yang mengherankan adalah bahwa ini pertama kalinya gadis itu datang terlambat. tak pernah dalam hidupnya ia terlambat sedetikpun.

bahkan guru-guru pun heran, gadis yang bahkan mengumpulkan tugas saja tidak ada yang tidak tepat waktu bagaimana bisa terlambat masuk sekolah.

walaupun begitu, rekor tidak terlambatnya tidak membuat vera terlepas dari hukuman. ia diminta merapikan seluruh isi perpustakaan sebagai hukuman.

vera bukan satu-satunya yang terkejut ketika sampai di perpustakaan. ia bertukar pandang dengan anak lain yang terlambat. dan anak lain itu, tidak lain dan tidak bukan adalah leo.

keduanya memutus kontak pandang dengan perasaan canggung. vera cepat-cepat menaruh ranselnya dan ikut membantu anak lelaki itu merapikan buku-buku yang berserakan di rak.

"pertama kali terlambat ya?" tanya leo berbasa-basi, padahal ia sudah tahu jawabannya.

tentu leo tahu gadis itu, gadis yang dibanggakan guru-guru. yang namanya selalu dipuji se-seantero sekolah karena kecerdasan dan sifat rajinnya.

vera mengangguk pelan tanpa sedikitpun berniat melirik leo. "iya," jawabnya singkat.

"mau baca buku? tinggal satu rak aja kok yang belum dirapihin." leo menyodorkan sebuah komik yang ia ambil dari rak.

vera menoleh kemudian mengangguk singkat. ia meraih komik tersebut dari tangan leo dan memilih duduk di salah satu bangku yang disediakan untuk membaca.

sebenarnya ia tak ingin membaca komik, hanya saja kakinya terasa sakit dan ia sangat perlu duduk.

leo duduk di hadapan gadis itu dengan buku sains yang tentu tak akan ia baca. tak ada alasan khusus untuk membawa buku itu sebenarnya.

"kaki sama tangan kamu kok ungu-ungu?"

vera menggigit bibir panik, tak tahu harus menjawab apa. "dipukul papa," ujarnya lirih namun dapat terdengar jelas di telinga leo.

"papa kamu kok jahat? kayak papa aku dong."

vera menggeleng pelan. "aku ngga punya papa."

leo menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung sang gadis. "bukannya tadi katanya kamu dipukul papa kamu?"

"itu papa tiriku. aku ngga punya papa."

hening, leo terdiam bingung ingin membalas apa. ia merasa kasihan namun takut jika ia lanjut berbicara, perkataannya malah menyakiti gadis itu.

"namaku leo, nama kamu?" leo mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan.

"vera. lavera edina amarilis." tangan kanan vera meraih dan menjabat tangan leo.

"aku belajar taekwondo dari kelas satu. kamu mau aku ajarin? supaya kamu bisa lindungin diri kalo dipukulin lagi."

vera sontak menggeleng, badannya sedang sakit semua dan ia malas bergerak.

"kalo gitu, mau lihat aku taekwondo?"

vera belum menjawab, berekspresi sedikit pun tidak. tapi leo sudah beranjak dari tempat duduknya melakukan gerakan persiapan taekwondonya.

leo mulai melakukan tendangan kaki dan pukulan tangan terhadap angin. yang mana membuat vera menatapnya aneh, namun pada akhirnya gadis itu tersenyum kecil melihat tingkah laku leo.

"bawa-bawa masa lalu banget sih lo!" ujar leo kesal.

kembali ke masa kini, leo sedang tiduran dengan kepala yang berada di paha vera. keduanya sedang bersantai menikmati suasana sore hari.

"lo dulu gemesin banget. sayang banget gue ga ada foto lo." vera mencebikkan bibir kesal.

"baguslah, jadi ga ada aib."

vera memutar bola mata malas. keduanya lanjut melempar candaan untuk satu sama lain. menertawakan nostalgia mereka di bawah lindungan atap kayu dengan pencahayaan remang-remang dari senja.

even the universe send them each other as a getaway car

—getaway car—

getaway car | sunchaengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang