[tujuh]

124 42 1
                                    

"hujan," ujar vera lirih sembari menengadahkan telapak tangan untuk menampung rintikan hujan.

vera tersenyum kecil. ia suka hujan, terutama saat malam hari. dan menikmati hujan di bangku depan toko bunga adalah salah satu kesukaannya.

tadinya gadis itu ingin pulang, namun malam telah tiba dan ia lelah sehingga memutuskan untuk singgah ke toko bunga itu sebentar.

vera juga suka dengan bunga, itulah sebabnya gadis itu memilih mampir ke toko bunga. letaknya agak terpencil namun tak jauh dari bukit.

toko bunga itu memiliki dinding kayu yang berbau wangi. tak heran banyak orang senang membeli bunga di sana.

pemiliknya adalah seorang bibi berusia paruh baya yang hidup sebatang kara. vera mengenal bibi itu, walaupun tak terlalu dekat.

"hei." sang bibi menepuk bahu vera pelan.

"saya mau nutup toko. kamu nggak pulang, nak?"

vera meringis, menggeleng pelan. "enggak dulu, bi. mau di sini aja, sampe besok kalau boleh." vera terkekeh pelan, bermaksud bercanda.

"hei, anak gadis ngga boleh pulang malam-malam. kalau hujannya sudah reda cepat pulang."

vera mengangguk mengerti. sang bibi kemudian masuk kembali ke dalam, menutup pintu toko, mematikan lampu, dan masuk ke dalam rumahnya yang menyatu dengan toko bunga.

vera lantas menunduk, menatap sepatunya yang kotor akibat lumpur. ia melepas sepasang sepatu abu-abu itu kemudian meletakkannya di atas bangku.

gadis itu mendongak, niatnya ingin kembali menikmati hujan tapi yang ada di depan wajahnya malah raut bingung leo yang hanya berjarak kurang dari satu meter dari wajahnya.

"lala, lo ngapain coba di sini?" pria bertudung itu memiringkan kepala penasaran.

vera sontak mengarahkan tatapan ke arah lain, menghindari kontak mata dengan leo. "hujan," jawabnya singkat.

"lo sendiri gimana?" ujar vera bertanya kembali.

leo memposisikan diri di bangku sebelum lanjut bercerita alasannya ada di toko bunga malam-malam. "besok erin ulang tahun, niatnya gue mau beli bunga, tapi udah tutup."

"lo bawa mobil?" tanya vera lagi.

"enggak, makanya gue mau neduh juga di sini."

vera mengangguk paham, ia tak melanjutkan pembicaraan. membiarkan keduanya terdiam bisu di bawah pencahayaan remang-remang.

leo yang tak tahan dengan kesunyian ini membuka pembicaraan. "lo habis dari bukit?"

"iya, kok lo tau?" vera menaikkan sebelah alisnya bingung.

"tahu aja, kan kita udah sahabatan dari lama. lo selalu pergi ke sana kalau nggak pergi ke rumah gue."

vera meringis mendengar kata 'sahabat' yang dilontarkan oleh leo. selanjutnya suasana kembali sunyi, hanya rintikan hujan yang jatuh ke tanah saja yang bersuara, ditambah suara jangkrik malam.

angin malam membelai permukaan kulit vera, darahnya berdesir kencang. ia tak tahu itu disebabkan karena angin yang kencang atau keberadaan leo di sisinya.

love can unite them, and also can tear them apart

—getaway car—

getaway car | sunchaengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang