Bab 7

35 7 1
                                    

Pesawat dengan tujuan ke Jakarta akan lepas landas 10 menit lagi......

Pemberitahuan itu menyadarkan Christian untuk kembali melanjutkan penerbangannya. Dia kelihatan begitu bahagia bahkan jika hanya membayangkan bagaimana dia akan bertemu dengan orang-orang di Indonesia. Dia menaiki pesawat dengan sepatu hadiah ayahnya tahun lalu. Ayahnya masih tergila-gila dengan barang-barang mewah. Tak apa, semua orang memiliki kesenangannya sendiri.

Penerbangan dari Amerika memakan waktu yang sangat panjang. Aku hanya membaca beberapa buku tentang bisnis. Aku mengambil jurusan bisnis dan manajeman. Jurusan yang bahkan sering kukonsultasikan dengan Grace. Dia adalah orang yang sangat banyak membantuku dalam memilih jurusan. Kulanjutkan kegiatan membacaku lembar demi lembar hingga aku tertidur.

Penerbangan itu sangat melelahkan. Tidak ada penerbangan sekali jalan dari Washington ke Jakarta. Aku harus beberapa kali melakukan transit. Aku berangkat sekitar pukul 16.30 waktu Amerika dan baru bisa sampai 2 hari setelahnya di Indonesia. Penerbangan yang memang begitu banyak memakan waktu. Pertama pesawat kami harus singgah di Los Angeles dan ada jeda selama 3 jam disana. Setelahnya dari Los Angeles pesawat kami berangkat tengah malam ke Seoul. Dan hal yang paling menyedihkan adalah, waktu singgahnya yang sangat lama – 10 jam. Padahal aku sudah sangat bosan dan ingin segera tiba di Indonesia. Dan akhirnya aku tiba di Jakarta sekitar pukul 19.20. Jika dihitung-hitung lama penerbangan itu sekitar 40 jam, belum lagi waktu singgah.

Aku terbangun mendengar setelah pemberitahuan dari para pramugari di depan sana. Masih sempat kulihat indahnya ibukota dilihat dari atas. Aku tersenyum menilik dari jendela pesawat lalu mengemas buku yang sudah terjatuh di kakiku sewaktu aku tertidur. Pesawat sudah mendarat dengan sempurna sekarang. Aku keluar dan mendorong koperku di depan sambil memainkan bibirku kesana-kemari. Kuhirup udara di kota, dimana aku dilahirkan ini pelan, mencoba menikmati setiap oksigen yang masuk melalui hidungku.

Setelah diluar, kulihat mobil yang kukenal terpakir menunggu disana. Aku tertawa dan mempercepat langkahku menuju kesana. Kulihat kedalam mobil. Ternyata kosong. Kuamati ke sekitar berusaha mencari bodyguard ayahku. Ini adalah mobil yang sering dipakai bodyguard ayahku saat bekerja. Ini semacam mobil pribadi yang diberikan ayahku untuk melakukan pekerjaan menjaga mereka. Mereka biasanya tak seperti ini. Kusandarkan diriku di mobil dan menyalakan smartphoneku.

Drrtt....drrt... telepon genggamku bergetar setelah dinyalakan.

"Ayah?" ucapku sambil menerima panggilannya.

"Apa kau belum keluar? Ayah sudah menunggumu di luar bandara" kata orang yang ada di sebrang sana. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah ayah yang menjemputku.

"Aku sudah di mobil. Apa ayah yang datang menjemputku?" kutanya.

"Baiklah. Tunggu ayah!" perintah ayahku lagi.

Tak ada lagi suara. Panggilan singkat itu berakhir. Ini kali pertamaku di jemput oleh ayahku dengan baik-baik, bahkan sampai menunggu di pintu keluar. Baru sebentar di Indonesia, aku sudah disuguhkan Tuhan kejutan. Manis, bukan? Hampir 10 menit berlalu tapi ayahku tetap tak muncul juga. Pintu keluar aku rasa tidak sejauh itu. Kenapa dia belum keluar juga, begitu pikirku. Aku mulai tak sabar dan mengambil smartphone untuk memanggilnya.

"Hah, kau sudah besar sekali sekarang" tiba-tiba suara maskulin ayahku terdengar. Aku melihatnya lalu memasukkan kembali benda petak itu kedalam sakuku.

"Maaf. Ayah membuatmu terlalu lama menunggu. Just for this!" dia menunjukkan 2 cups kopi yang dia pegang.

"Aku bertambah besar, tapi ayah tak juga bertambah tua" candaku menjawab. Kuambil satu cup yang disodorkan padaku.

"Hahahahaha. Baiklah, kita lanjutkan di rumah. Masuklah sekarang" dia mengakhiri pembicaraan di area parkiran bandara tersebut.

Dia membuka pintu mobil lalu meletakkan cangkir kopinya di dalam mobil. Ayahku sekarang membawa koperku kebelakang mobil untuk dimasukkan ke bagasi. Melihat tingkahnya seperti itu, aku yakin kalau ayahku sudah berubah. Tidak sedikit, melainkan sudah banyak. Mobil kami kemudian melaju dengan kecepatan standard menuju mansion kami. Aku penasaran dengan perbedaan ini hingga akhirnya bertanya kepada ayahku.

"Dimana para bodyguard yang dulu biasa ayah pekerjakan?" sifat peduli sudah mulai ada sejak Grace ada di hidupku.

"Aku membuat mereka menjadi satpam dan sesekali jika ayah butuh saat keadaan genting, mereka tetap menjadi pengawal. Kau akan tahu nanti" aku hanya diam dalam anggukan mendengar.

"Apa kau rindu dengan Grace?" kata ayahku setelah sampai di pekarangan mansion. Dia kini tengah menyetir dan memasukkan mobil ke dalam garasi mansion. Aku tidak menjawab. Bagaimana mungkin aku tidak merindukannya? Perempuan yang dulu aku jumpai dengan ikat rambut berwarna merah itu merupakan salah satu alasan mengapa aku kembali saat liburan seperti ini. Aku melalui penerbangan yang sangat melelahkan hanya karena mereka – ayah dan juga Grace.

"Dia ada disini" ayahku melihat rawat wajahku sambil tersenyum.

TO BE CONTINUED ...

Dear God, I AM FALLING IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang