"Tak apa jika kau tak mau minum. Tapi, setidaknya ikutlah mengangkat gelasmu. Ini hari ulang tahunku" senyumnya.
Teman-teman lainnya tersenyum geli mendengar itu. Kurasa mereka menghinaku. Tawanya yang singkat itu meremehkanku. Aku benci saat orang memperlakukanku seperti itu. Seolah aku tak berdaya dan tak punya keberanian untuk meminum.
Ck, jangankan segelas, berbotol-botol saja aku sanggup menghabiskannya. Mereka tak tahu apa-apa sama sekali tentang aku. Kugigit bibirku ragu dan ikut mengangkat gelas yang berisi minuman keras itu.
"Baiklah, untuk Grace" ucapku akhirnya.
Setelah semua gelas kami bersentuhan dan mengeluarkan bunyi, kuminum habis air keras yang ada didalamnya. Aku tersenyum remeh, berusaha memberi kode kalau ini tak seberapa bagiku.
"Jadi kau berani meminu...."
"Tuangkan lagi! Kita akan pesta malam ini" kupotong ucapan pria yang berjaket kulit itu.
Aku tak tahu namanya, tapi dia berani sekali berekspresi semacam itu. Biarlah, katakan saja egoku lebih besar daripada diriku sendiri. Katakanlah aku bermalam durjana hari ini. Anggap saja ini malam pertama dan juga malam terakhirku menjadi Watson di Washington. Ego yang katanya merupakan musuh terbesar kita.
Gelas kedua diisi oleh temannya Grace, Sarah. Segera kutuangkan isi gelas itu kedalam kerongkonganku cepat. Habis. Tak tersisa. Suara-suara iblis mulai bergerak dalam diriku. Mereka berusaha menggodaku, merayuku untuk menikmati kembali surga dunia. Rasa minuman ini dikenal baik oleh sistem pencernaanku. Minuman laknat seperti ini pernah menjadi minuman kesukaanku.
2 gelas tak bisa membuatku mabuk. Aku sangat ahli dalam hal meminum. Dulu aku bahkan lebih hafal nama minuman dan gadis-gadis yang ada di bar, daripada nama-nama orang yang disekitarku. Pergi ke bar bukan hal yang baru bagiku. Mereka hanya belum mengenalku secara baik.
"Grace, bisa menuangkannya untukku" pintaku pada Grace yang masih meminum satu gelas minuman haram itu.
Bibirnya melengkung tipis lalu menuangkan botol berwarna hitam itu kedalam gelas yang ada di tanganku. Kali ini kusisakan setengah, lalu kuletakkan di meja. Tangan kananku kemudian mengambil kacang yang ada berserak dimeja. Kuambil satu lalu mengupasnya sambil melihat 3 pria yang sedang mengamatiku.
"Kenapa melihatku? Apa kalian mau aku yang menuangkan untuk kalian?"
"Kurasa temanmu sudah mabuk, Grace" bukannya menjawab, mereka malah berbicara dengan Grace. Kalimat itu hanya kudengar tanpa kutanggapi. Kini kuambil botol yang masih berisi. Kutuangkan kedalam gelas mereka bertiga.
"Ayo, tambah lagi!"
"Apa kalian punya rokok? Boleh kuminta?" tanyaku pada mereka.
Salah satu dari mereka mengeluarkan rokok disertai dengan pemantik. Kali ini pria yang satunya lagi mengeluarkan rokoknya. Aku tertawa kecil ketika ada sesuatu yang familiar ikut muncul. Pria itu berambut pirang dengan baju kemeja polos. Dia dengan cepat memasukkan benda yang sudah terlihatku itu. Dia mengenakan baju mahal. Jam yang ada dipergelangan tangannya pun pasti mahal. Aku tahu itu semua. Aku juga pernah memakai barang-barang seperti dia. Kulihat dia mengambil bungkus rokok dari dalam sakunya. Rokoknya ternyata bermerk juga, Treasurer. Treasurer juga pernah beberapa kali kulihat dihisap oleh ayahku. Tapi aku belum pernah.
Aku mengambil bungkus rokok itu tanpa ragu. Kutilik isinya tanpa menghitung. Satu batang rokok kuambil lalu kusundutkan di bibirku seraya menghidupkan pemantik. Kuhisap perlahan. Ah, merk yang berbeda ternyata menawarkan rasa yang berbeda pula. Ini adalah tahun pertamaku tidak merokok. Namun, aku harus merokok di depan mereka, pikirku.
"Ayo kita lanjutkan kegiatan yang nikmat ini"
"Apa setelah ini kita akan tidur bersama dengan wanita, lalu menikmati aroma tubuh dan merobek hasrat mereka" ceracauku lagi.
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear God, I AM FALLING IN LOVE
RomanceNovela ke-2 dari Dear Atheism, I'm (a) Christian Jika menurut Anda hubungan having sex sebelum menikah itu romantis, maka novel ini bukan untuk Anda. Jika Anda berpikir kalau pacaran itu perkara diri Anda dan juga pasangan Anda, maka maaf novel in...