Bab 8

33 6 1
                                    

"Apa kau rindu dengan Grace?" kata ayahku setelah sampai di pekarangan mansion. 

Dia kini tengah menyetir dan memasukkan mobil ke dalam garasi mansion. Aku tidak menjawab. Bagaimana mungkin aku tidak merindukannya? Perempuan yang dulu aku jumpai dengan ikat rambut berwarna merah itu merupakan salah satu alasan mengapa aku kembali saat liburan seperti ini. Aku melalui penerbangan yang sangat melelahkan hanya karena mereka – ayah dan juga Grace.

"Dia ada disini" ayahku melihat rawat wajahku sambil tersenyum.

"Apa?" aku kaget dengan pernyataan tersebut.

Kubuka pintu mobil berwarna hitam itu sambil mengambil ranselku. Pria yang menjemputku itu langsung ke dalam bagasi dan mengeluarkan koperku. Seseorang yang kukenal langsung datang kedalam garasi lalu mengangkat koper yang dikeluarkan ayahku.

"Tuan, selamat datang" dia adalah pengawal yang dulu kumintai rokok. Dia menunduk hormat dan membawa koperku ke dalam mansion.

Ada banyak sekali perubahan disini. Ayahku yang datang menjemputku tanpa supir, perubahan posisi pekerjaan para pengawal yang dulu mengawasiku hingga adanya Grace disini – entah itu benar atau tidak, aku belum tahu.

"Yah, tunggu... apa Grace benar....." kataku sambil mengejar ayahku kedalam mansion.

"ad....a... disini" ucapku terpatah-patah.

"Surprise!!!" banyak suara yang masuk kedalam gendang telingaku saat ini. Suara-suara itu berasal dari dalam mansion, saat aku masuk mencoba mengejar ayahku.

Ada banyak anak-anak di dalam mansion kami. Astaga. Mereka adalah penghuni panti asuhan "Kasih Bapa". Kulihati wajah mereka senang dengan banyak ekspresi. Saat ini aku hanya bisa tersenyum dan memamerkan gigi putihku. Mataku berbinar melihat mereka. Tak pernah terpikirkan olehku aku akan disambut seperti ini. Ini sungguh menakjubkan. Aku terdiam senang melihat kejutan ini.

"Apa kabar Christian? Kau semakin tampan" ujar Bu Ruth sambil datang mendekatiku dan menyalamiku. Bu Ester pun ikut berlaku demikian.

"Kak Watson tambah tinggi ya" puji Barbie, si Grace kecil.

"Panggil kakak sekarang Christian, Barbie. Kakak sekarang sudah punya nama baru" jawabku padanya.

"Kalau begitu, kakak juga sekarang panggil aku Maria. Namaku Grace Maria, tapi kakak harus panggil aku Maria ya. Aku sudah besar dan malu dipanggil Barbie" dia bernegosiasi.

"Baiklah, Grace kecil. Eh Maria, maksud kakak" Aku gemas dengannya.

Tapi, tunggu!

Berbicara nama Grace, dimana Grace sahabatku?

Aku tak melihat mantan ketua UKS itu. Gadis dengan suara merdu dan bibir tipis merah delima. Dimana gadis yang berani menanyaiku tuli atau tidak. Kulihat satu per satu ada Bu Ester, Bu Ruth, Ari, Sartika, Barbie dan juga anak-anak lainnya. Tapi Grace tidak ada disitu.

"Grace dimana, Bu?" tanyaku sangat penasaran sambil tunduk mencubit wajah imut si Grace kecil. Ku sapa juga anak-anak panti lainnya.

"Apa Christian sudah..." Grace keluar dari toilet. Seketika aku berdiri mendengar suara merdu itu. Aku kenal suara itu.

"Chris!" panggilnya, setelah melihat kehadiranku.

"Hai" sapaku lega melihatnya disini.

"Hai" dia menjawab dengan lengkung di bibirnya. Oh, God I miss this girl so much!

Ayahku hanya bisa menonton saat ini. Dia juga ikut bahagia melihat semua ini. Mansion ini sudah sangat lama sekali tidak dihuni oleh anak kecil. Kebahagiaan pun sudah tak pernah hadir di mansion ini. Bertahun-tahun lalu hanya ada benci, dendam dan kesombongan di dalam mansion ini. Hari ini merupakan satu perubahan dahsyat. Tapi aku tak menyangka kalau ayahku mengizinkan mereka datang kesini. Aku tak tahu ini ide siapa. Yang pasti aku senang hari ini. Kurasa ini merupakan salah satu bentuk kasih yang diajarkan dalam Alkitab.

"Christian, sebaiknya kau berganti dulu" saran Bu Ruth padaku.

"Tunggu, Bu. Aku ingin mengobrol dulu" aku mencoba menyela.

"Chris, kau sudah bau. Tidak ada yang mau mengobrol denganmu" canda Grace sambil menutup hidungnya sebentar.

"Baiklah" kekeh kecil muncul di raut wajahku mendengar penuturannya itu.

Aku hanya menatapi gadis itu dari tadi. Sejak kapan dia memiliki senyum yang begitu menawan. Rambutnya sudah sedikit lebih panjang. Tidak seperti dulu. Hari ini juga kulihat dia sudah memakai pewarna pada bibirnya. Tak hanya itu, wajahnya pun sudah dipakaikan bedak tipis. Memang aku bukannya ahli dalam riasan, tapi mataku bisa membandingkan wajah dengan make up dan tidak.

Melanjutkan langkahku menuju lantai dua, kubuka handphone dan melihat jika ada sesuatu yang penting. Ada satu pesan masuk dari Grace, temanku yang di Amerika. Kubuka lalu kubaca. Dia hanya menanyaiku apa aku sudah sampai atau belum. Pastinya kubalas sudah. Aku beralih dengan kehidupan di sini. Kuletakkan handphone tersebut di atas meja di samping tempat tidurku. Aku tak mau digangu dulu. Kedua kakiku melangkah ke kamar mandi. Kulakukan ritual mandi kemudian berganti pakaian. Aku sudah tidak sabar untuk mengobrol dengan gadis yang ada di lantai bawah mansionku. Kukenakan kaos putih bersih merk chanel dan celana pendek yang tak kulihat merk nya.

Ini sudah pukul 20.10, aku bergegas ke bawah untuk bertemu kerumunan orang yang kukenal itu. Bibirku tidak henti-hentinya melengkung sempurna malam ini. Kuturuni anak tangga. Anak-anak panti itu menyusun rapi beberapa meja yang disatukan agar cukup memuat makanan yang begitu banyak. Ari dan Sartika, anak panti yang paling besar tampak mengangkat kursi untuk disusun panjang. Kupercepat langkah kakiku untuk membantu.

"Kami aja, kak. Kakak duduk aja, pasti udah lelah" Ari berkata.

"Udah, kakak ikut bantu juga" jawabku sambil mengangkat kursi tunggal menuju tempat yang sudah dipersiapkan mereka.

Mataku hanya terus menatap suasana mansion. Sangat berbeda. Lampu-lampunya tampak lebih terang bagiku, kulihat pajangan foto besar yang ada disekitar. Gambar seorang wanita yang telah melahirkanku juga ikut tersenyum melihat keadaan mansion ini. Kedua bola mata elangku beralih menatap gadis yang mengenakan baju berwarna biru muda itu. Kedua wanita yang kutatap bergantian itu memiliki beberapa kesamaan. Mereka berdua sama berpengaruh bagiku.

Sekarang semuanya sudah duduk tenang di hadapan makanan. Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di mansion ini pun ikut duduk bersama kami.

"Baiklah, kita sekarang akan makan" Ayahku membuka acara.

"Siapa yang akan memimpin dalam doa?" tanya Ayahku sambil menatapku.

"Maaf, apa boleh aku yang membawakannya?" tawar Grace.

"Kenapa tidak?" ayahku merespon baik.

"Baiklah, silahkan makan yang banyak" lagi-lagi ayahku berbicara. Pria paruh baya itu begitu senangnya sampai terus mengoceh dan berbinar melihat anak-anak panti. Kami pun mengambil makanan yang ada di depan kami. Denting sendok yang beradu di meja makan tak membuat situasi saat ini sunyi.

Kelak aku ingin memiliki keluarga seperti ini – makan bersama di meja makan. Kemudian aku akan menatap wajah anakku berbinar sambil mengutip sisa makanan yang masih menempel di wajah lucunya. Di masa depanku, siapapun yang menjadi pendampingku, ingin kuucapkan syukur pada Tuhanku jika memiliki kehangatan keluarga seperti yang ada pada gelap berteman lampu mansion. Jika beruntung, aku akan memiliki anak seperti Barbie, yang imutnya sampai membuatku ingin mencubit pipinya gemas. Aku juga pasti akan beruntung jika nanti memiliki anak seperti Ari, yang masih remaja tapi sudah cukup dewasa dalam pemikirannya. Kelak mereka akan kuperkenalkan dengan bangga pada ayahku. Akan kuminta anakku menganggu kakeknya dengan mainannya atau kusuruh dia merengek agar digendong oleh ayahku.

Sembari menatap mereka, akan kupegang erat tangan istriku dan mengelusnya lembut. Akan kutarik dia kedalam dekapanku sambil berucap dalam hati "Terima kasih, Tuhan". Tawaku pasti akan terpingkal-pingkal bersama istri masa depanku ketika ayahku terlihat kelelahan karena cucunya. Ah, sejak kapan aku berpikiran akan masa depan? Mulai sekarang harus kumulai hal-hal lain yang belum kucoba pada masa lalu – memiliki mimpi, contohnya. Entah apapun yang akan terjadi masa depan, benar belum kutahu. Apakah air mata yang kusimpan elok-elok di kelenjarnya atau bahagia seperti ini yang akan terus kurasakan sampai aku tua nanti, belum pasti. Hanya Tuhan kan yang tahu?

TO BE CONTINUED ...

Dear God, I AM FALLING IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang