Chapter 11 [M]

6.5K 143 28
                                    

12 Juli 2017. 10: 15 PM.



Mobil Rama melaju kencang, bahkan di luar batas kecepatan normal. Roman tampan itu begitu memerah padam, tampak sama dinginnya dengan suhu mobil yang ia kendarai.

Ada rasa ngeri, bukan oleh ulah tampang dingin itu. Akan tetapi, Adis cukup panik oleh kecepatan laju mobil yang kelewat batas. Rama belum pernah mengendarai mobil segila ini sebelumnya ketika mereka bersama.

Kendati begitu, bibir enggan berkomentar. Dia sedang marah dan malas bicara dengan lelaki kekasihnya ini. Adis tetap diam sembari mempererat tangannya yang meremas sabuk pengaman.

Tak sampai dua puluh menit, mobil kemudian terhenti di sebuah pinggiran bendungan yang luas. Meskipun sudah jarang sekali mendatang, Adis tak pernah bisa lupa tempat ini. Di sini, tempat pertama kali Adis memberikan kecupan mesra. Mereka bercumbu dengan hati berbunga cinta bak pasangan yang tak akan pernah akan berpisah di suatu saat nanti.

Itu semua terjadi kala itu, kini keadaan mereka terjungkir balik. Rama yang egois dan serakah, serta Adis yang terus menerus diperdaya lantas disakiti.

Setelah mobil Rama terhenti, cukup lama mereka diam. Adis tak ingin mengintip bagaimana roman wajah Rama saat ini. Pandangannya menatap ke luar jendela kaca mobil di mana bendungan terpampang luas.

Sudah banyak dekorasi yang dibuat. Bendungan tampak indah dengan kelap-kelip lampu malam yang dipasang pada pagar pembatasnya. Kendati tampak sepi di luar sana, masih ada satu dua mobil seperti mereka yang terparkir rapi. Barangkali, kini bendungan ini menjadi tempat berkencan yang ideal.

Tempat ini akan semakin indah jika keadaan mereka baik-baik saja. Adis pun akan tak segan kembali mencumbu seperti pertama kali mereka melakukan ciuman di bibir kala itu. Namun kini, mereka sedang genting, suhu dingin bahkan selaras sekali dengan roman mereka yang ikut mendingin.

"Kalau enggak mau ngomong apa-apa, lebih baik pulang, Kak. Adis capek!" Karena cukup lama menunggu, tetapi Rama tak kunjung berceloteh, Adis terpaksa angkat bicara.

Sebenarnya, Adis tak mau mendengar apa pun, bahkan sejak lelaki ini mengejarnya tadi pagi untuk memberi kejelasan. Kini, Adis tidak memiliki alasan lagi untuk menghindar.

"Kak—"

Adis dibuat tersentak oleh Rama yang mendorong tubuh rampingnya hingga terhempas pada sandaran bangku mobil.

"Kakak apa-apaan sih!"

Dalam keadaan yang begitu sempit, Rama malah merangkak naik di tubuh Adis; tangannya dengan lincah mendorong pengendali bangku mobil yang diduduki Adis hingga ikut terjatuh bersama tubuh mereka.

Adis tahu maksudnya. Terlebih, hangat napas Rama terlalu dekat menerpa wajah cantik Adis. Gadis itu pun bisa mengingat bagaimana yang terjadi tahun lalu setelah ia merayakan hari ulang tahun dengan bahagia. Ia mengingat bagaimana Rama melumpuhkannya untuk pertama kali.

"J—Jangan, Kak. Jangan!" Adis berusaha menepis. Namun, Rama mengunci kedua pergelangan tangannya dengan erat. Adis bahkan tak dapat menolak manakala wajah tampan itu semakin mendekat mengikis jarak.

"Kak—"

Tak mampu berkata-kata lagi, lantaran Rama membungkam. Lelaki itu mengecup dan melumat daging bibirnya; memaksa dan menarik lidah Adis untuk diajak beradu dengan hangat dan basah.

Adis mengepal kedua tangannya. Bahkan ketika lelaki ini sudah menyakiti, Adis masih tetap tak kuasa menolak, membantah, pula memberontak. Dia masih saja bisa terlena dengan perpaduan bibir mereka yang begitu menjadi manis dan memabukkan. Jantungnya berdesir dan perut mengelitik oleh ciuman semacam ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang