Chapter 5 [M]

6.8K 60 0
                                    

27 Mei 2017. 11: 45 pm.



Napas Adis terengah kala Rama melepas kecupan. Bibir tipis memerah, rona pipi tak kalah merahnya, belum lagi hidung dan mata berkaca yang pula ikut memerah. Wajah Adis bak kepiting rebus yang baru saja terangkat dari api panas.

Belum menjawab pertanyaan Rama, Adis menatap lekat jauh ke dalam iris mata. Rahang lelakinya terlihat mengeras dan wajahnya benar-benar tegang, sama persis seperti malam itu. Malam di mana ia berpakaian formal dan kemudian meluluhlantakkan Adis di kamar yang remang.

Adis meraih tangan besar itu dan menuntutnya mencengkeram buah dada yang masih terbalut sempurna di balik kaus oblong yang dikenakan. "Di sini, Kak," lirihnya dengan suara sengau.

Rama meremas, Adis menggigit bibir. Pandangannya sayu, namun ia masih mampu menatap lekat wajah marah milik lelakinya. Tangan Adis meremas pinggiran sofa sejurus tangan Rama yang semakin tak senonoh di dadanya.

Tak hanya sampai di sana. Tangan Rama perlahan menyusup di balik kaus oblong, berusaha menggapai buah dada di balik baju dalaman.

"Nghh!" Refleks saja Adis membusungkan dada selaras jari jemari Rama yang menyiksa kelentit susu. Gerakannya di balik baju itu pelan-pelan memutar lantas memilin kemudian mencapit dengan sangat kencang dan kembali meremas.

Kepala Adis mulai berkunang-kunang dan kemudian terangkat menatap langit-langit tempat tinggal Rama. Rona wajah semakin panas dan memerah, mulutnya menganga sembari mendesah sungguh laknat tak sengaja memancing gairah Rama semakin memuncak.

Kepala itu turun untuk menatap Rama kala kedua tangan berhenti menjamah buah dada. Napas Adis masih terengah dan tatapannya bahkan sama oleh mata yang berkaca-kaca. Namun, ia bisa melihat jika perlahan wajah merah marah Rama menghilang, berganti dengan rona merah lainnya yang digerumuni nafsu birahi.

"Katakan di mana, setelah ini di mana dia sentuh kamu?"

Jika harus jujur, setelah lelaki itu mencoba meremas buah dada, Adis dengan segera menampar hebat dan menendang hingga tubuh lelaki berengsek itu terjungkal di sudut ruangan. Namun, Adis tak mungkin melakukan itu kepada sang Rama, karena ia begitu mencinta.

"Kakak tahu kalau Adis bukan cewek jalang. Adis enggak mungkin melakukan hal tidak senonoh itu dengan orang lain yang bahkan baru Adis kenal." Tangan Adis meraih lengan Rama dan mendorong agar lepas dari kedua buah dada.

Adis tersadar, hal yang ia lakukan bersama Rama pun sudah salah besar dan jika ini diteruskan semua semakin bertambah salah mengingat Rama sudah mengikat janji untuk gadis lain. Adis menginginkannya, tetapi ia tak kuasa menggapai sang Rama.

Adis baru saja ingin melepas diri dan memberi sedikit jarak akan kedekatan tubuh mereka, tetapi Rama malah mengangkat tubuh mungilnya untuk naik ke atas pangkuan.

Adis tersentak. "Kak!"

"Maaf Dis, aku benar-benar harus melakukannya. Aku ingin kamu!"

"Tapi—" Adis ingin menolak, tetapi ia malah bergeming dan menerima begitu saja kala Rama membuka kaus oblong yang dikenakannya.

"Kak!"

Pikiran Adis berusaha menepis, tetapi tubuhnya tak kuasa. Apalagi kala Rama menarik beha hingga buah dada ranum itu tersibak, Adis menggigit bibir khawatir. Dia tahu Rama begitu menyukai bagian tubuh yang ini. Tidak kecil pula tidak terlalu besar, sungguh hangat dan nyaman manakala menyentuh juga melahapnya.

"Kak ...." Kali ini bukan pekik tersentak yang terdengar, alih-alih suara parau yang bergairah.

Rama sudah menyesap, menyantap dengan tergesa-gesa seakan ingin menghabiskan semua, hanya untuk dirinya saja.

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang