Chapter 1 [M]

12.7K 86 0
                                    

9 Mei 2017. 11:22 pm.



Adis tak mau semua menjadi sia-sia, ia sudah lelah menunggu kedatangan Rama dalam beberapa pekan. Adis tak mau kebersamaan malam ini rusak begitu saja oleh rasa enggan bersentuhan. Padahal, bisa saja Rama begitu merindu sehingga ia menginginkan Adis malam ini. Benar ucapan Rama, mereka sudah pernah melakukannya; jadi, tak perlu ada lagi yang ditakuti.

"Ayo, Kak. Sentuh Adis."

Rama bergeming, tidak berupaya berbalik atau menjawab barang sepatah kata untuk ucapan Adis. Sungguh, yang begini saja sudah membuat Adis ketakutan, Adis tak mau jika Rama mengajaknya pulang cepat. Adis ingin lebih lama berduaan saja bersama di dalam kamar penginapan yang remang.

"Kakak tahu kalau Adis enggak mau pulang. Adis mau di sini bersama Kakak. Jadi, Ayo Kak! Sentuh Adis! lakukan semua yang ingin Kakak lakukan."

Rama berbalik, kembali datang mendekati. Ia menarik kepala Adis ke dada pula mengecup puncak rema dengan hangat seraya memeluk dengan erat. "Maafkan aku, Dis."

Adis melepas pelukan dan tersenyum manis. "Kakak enggak ada salah bagi Adis, bagaimana kasih maaf?" Adis bahkan dengan perlahan membuka jas Rama hingga jatuh di lantai kamar sewa. Tangannya mulai menari di lipatan dasi, berusaha pula melepas dasi itu dari kerah kemeja yang Rama kenakan.

Adis benar yakin jika Rama mengikuti suatu acara formal sebelum bertemu dirinya. Namun, di kepala Adis benar pula tak memiliki petunjuk akan acara yang semacam apa yang dihadiri Rama.

Tanpa Rama meminta, Adis membuka kaus yang ia dikenakan setelah berhasil melucuti satu persatu kancing kemeja Rama. Adis tahu Rama enggan memegang lantaran Adis sudah menolak di awal tadi. Adis yang kemudian dengan berani meraih tangan Rama dan menuntut untuk memegangi buah dada; melecehkannya.

Adis mulai menggigit bibir bawah manakala Rama meremas. Wajahnya perlahan sayu kala tangan mulai menyusup di balik beha, memberi rasa hangat yang memabukkan.

"Ugh!" Tidak bisa tidak bibir Adis harus merapal desah seranah sejurus jemari Rama yang memilin puting susu; mengusap dan menjepit. Kedua tangan Adis menarik kerah kemeja yang kancingnya sudah terlepas. Ia ingin keadaan menggelitik semacam ini dibarengi dengan kecupan yang hangat bercampur basah.

Rama tak menolak, alih-alih dengan cuma-cuma memberikan seluruh sisi bibirnya untuk dijamah bibir Adis. Entah apa motifnya, dengan sengaja ia bergerak pasif seakan Adis-lah yang menginginkan semua ini. Adis tak perlu heran, Rama sudah seperti ini sejak pertama kali bertemu. Dia cerdik sekali dalam hal tarik dan ulur.

Adis tidaklah pintar dalam hal memberi kecupan, tetapi ia tak ingin mengecewakan. Apalagi Rama sudah memberikan rasa menggila dengan tangan-tangannya yang tak memberi ampun kedua buah dada. Adis melakukan sebagaimana Rama menciumnya; bergerak menggulung lidah lantas menyesap sembari melumat tak sabaran.

Air liur tercecer sejurus dengan ciuman bibir yang terlepas. Tangan nakal Rama kini beralih membuka penyangga beha di belakang punggung. Tak terhenti sampai di sana, Rama tak segan membuka celana jins Adis; membuat gadis itu berpukas dengan sempurna di depan mata.

Rama mengangkat naik kaki Adis ke atas meja cermin. Dia membuka lebar kedua paha hingga bagian tubuh yang manis itu tersibak. Adis tahu arti senyuman itu, apalagi kala mata Rama melirik tempat yang basah di antara dua paha.

"Sshh ... K—Kak!" Ingin sekali memekik kala jemari Rama menyentuhnya, mengacak-acak hingga becek dan licin sekali.

"Ahh!" Dua jemari Rama menerobos masuk. Mengaduk-aduk. Barangkali pekikan Adis akan menggema di seluruh kamar sewa jika saja Rama tak membungkam mulut itu dengan bibir.

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang