Chapter 7

1.7K 41 0
                                    

29 Mei 2017. 7: 02 pm.



Fika sudah menceritakan semuanya, bagaimana Adrian Feri, lelaki malam itu, yang mengalami kecelakaan dan kini terbaring tak berdaya di kamar rumah sakit.

Adis ingin berprasangka, tetapi terlalu cepat. Baru kemarin malam pelecehan itu menimpanya dan keesokan hari bahkan Rama terlalu sibuk bersama sang calon pengantin. Adis terus saja memberi sugesti di kepalanya. Bukan. Ini bukan perbuatan sang Rama.

Itulah mengapa Adis berada di sini, menghentikan mobil di depan rumah Rama. Tadi, setelah jam kerja selesai, ia tak bisa menemukan Rama di mana-mana sehingga ia tak bisa bertanya-tanya tentang kecurigaan. Rama bukan orang yang gegabah, Adis perlu memastikan jika ini bukan ulah Rama-nya.

Derap kaki melangkah begitu cepat memasuki gerbang rumah. Mobil Rama sudah terparkir rapi di garasi yang belum tertutup, penerangan rumah pun sudah dihidupkan. Adis tahu, Rama ada di dalam sana.

Adis menekan dering pintu rumah Rama. Lelaki itu belum terlelap pada jam-jam seperti ini, Adis hapal sekali tabiat lelakinya. Rama pasti sedang membaca ulang atau merevisi karya ilmiah yang belum terselesaikan.

Hanya dua kali Adis menekan dering pintu. Lantas, kedua obsidian mata membulat menangkap orang yang membuka pintu. Demi seluruh gadis cantik yang pernah Adis temui sebelum ini, yang satu ini sukses membuat kaki Adis tersentak mundur satu langkah.

Dia mengernyit, tetapi senyum terlihat manis tersemat di bibir. "Maaf, cari siapa ya?" Kalimat tanya itu bahkan terdengar lembut, tetapi tetap saja mengejutkan Adis.

"Siapa, Dan?"

Adis bisa menangkap wajah menegang akan keterkejutan milik Rama di belakang punggung gadis yang membukakan pintu. Hanya sesaat saja karena setelahnya Rama tersenyum santai, mulai berperan. "Ah, Bu Adis ya? Ayo masuk," ucapnya dengan sopan.

Jelas saja ucapan santun itu tambah membuat sang gadis jelita berhijab terus mengernyit dahi dan melirik Rama di belakang punggung. Barangkali ia heran mengapa lelaki itu dengan sukacita mengajak masuk ke dalam rumah.

"Ah, aku hampir lupa kalau kita udah janji mau nyelesain karya ilmiah yang payungan. Deadline-nya sebentar lagi." Rama menambahkan skenario. Padahal Adis benar-benar kaku mematung, dadanya sudah berdegup tak karuan. Takut sekali jika sesuatu buruk terjadi.

"Oh, begitu ya? Ayo Mbak Adis masuk?"

Adis tersenyum canggung kala ia mempersilakan masuk. Adis juga menuruti ketika ia menyuruh duduk di ruang tamu rumah Rama.

"Tunggu ya Bu Adis, saya siapkan bahan tulisannya. Ah, Bu Adis sendirian?"

Pupil mata Adis melebar kala Rama bertanya. Jelas ia sendiri saja karena ia bermaksud bertanya perihal kecelakaan teman Feri, bukannya malah mengerjakan karya ilmiah payungan yang entah bagaimana seperti skenario Rama. "O—Oh ya, benar. Pak Adityo a—akan menyusul." Adis terburu-buru menambah skenario sembari terbata-bata. Dia mengaduk tas selempangnya mencari ponsel.

"Oke. Saya ambil laptop dulu."

Adis masih menyemat senyum tipis berusaha tidak canggung sama sekali. "M—Maaf Mbak Dani, saya menganggu malam-malam." Adis meremas ponsel dan memberanikan diri menatap calon pengantin Rama-nya, sepeninggalan lelaki itu masuk ke kamar dengan maksud mengambil laptop dan bahan-bahan menulis karya ilmiah yang entah bagaimana Adis tak mengerti.

Adis tahu dia tersentak kaget, matanya bahkan sedikit membeliak. Adis semakin was-was. "Mbak Adis tahu nama saya?" Dia berucap sedikit bersorak tak percaya.

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang