Chapter 4

2.9K 56 3
                                    

12 Juli 2014



Rama sebenarnya tidak gemar menonton di sinema, lebih tepatnya ia bukan tipikal lelaki yang menyukai keramaian. Jika harus memilih, Rama lebih baik mengunjungi perpustakaan kota atau sekedar berbincang ringan di beranda rumah sang kekasih saat berkencan.

Namun, kali ini Rama tak bisa menolak kala Chandani, kekasihnya, yang mengajak pergi menonton di sinema; apalagi ini adalah film yang ia tunggu-tunggu untuk diputar dan ia pula hanya ingin Rama yang menemani untuk menonton.

Jika dipikir kembali, sejak Rama diterima sebagai tenaga pengajar tetap di universitas ternama, ini adalah pertama kali ia dan Dani pergi berkencan di keramaian.

"Yeay!"

Sorak rendah itu mengusik Rama, mengundang mata melirik pasangan di sebelah. Dani sedang membeli tiket menonton dan meninggalkan Rama begitu saja di bangku tunggu sinema tempat mereka akan menonton.

"Selamat ulang tahun, Sayang."

Rama bergidik. Nada suara lelaki itu terdengar rendah dan Rama bahkan yakin orang sekitar tidak mendengar mereka. Akan tetapi, Rama duduk terlalu dekat dengan pasangan ini sehingga bisik sekecilapa pun dapat dengan mudah Rama dengarkan.

"Makasi loh, Dre. Kamu baik banget!" Gadis itu berucap manja, matanya berbinar menatap kotak kado kecil di tangan.

Rama benci pemandangan semacam ini, di mana ia terlalu dekat menjadi saksi bisusepasang sejoli yang sedang bermesraan. Rama risih, dia benci pasangan yang bermesraan di tempat umum.

"Enggak perlu bilang terima kasih, aku—Akh!" Kalimat lelaki itu terputus bersama pekikan rendah. Belum lagi es susu cokelat di tangan yang ikut tumpah di baju putih sang gadis yang ikut memekik.

Ah, Rama sengaja melakukannya. "Maaf, Mas. Maaf."

"Gimana sih Mas, duduknya jangan mepet-mepet dong!" Lelaki itu membentak rendah sembari berdecak kesal dengan mata melotot untuk Rama.

Rama tak peduli. Sudah ia katakan dirinya membenci adegan kemesraan sehingga salah satu cara yang terpikir di dalam otak adalah mengacaukan mereka.

"Dre, bajunya kena coklat!" Gadisnya merajuk.

"Tunggu Jo, aku carikan tisu." Lelaki itu lantas pergi meninggalkan gadisnya sendiri saja; bersama Rama yang masih duduk di samping.

Kendati sudah berhasil mengacaukan, tiba-tiba rasa bersalah menggeluti. Apalagi kala melirik kaus putih sang gadis yang sudah berubah menjadi cokelat oleh es susu, belum lagi terlihat lengket di tubuh sang gadis.

"Maaf, Mbak." Kata itu terucap kembali dari mulut Rama.

Wajahnya lantas terangkat dan membuat iris mata Rama membulat. Ia kira gadis itu akan membentak seperti yang dilakukan kekasihnya. Namun, sekelebat senyum nan indah dari bibir yang tipis dan merah bak buah tomat itu mengacaukan Rama.

"Enggak apa, Mas. Lagi dicarikan tisu kok," jawabnya lembut. Entahlah, Rama tak bisa membaca, itu kalimat yang tulus atau malah sebaliknya mengejek. Jelasnya, wajah itu terlihat teduh, ditambah roman yang terlihat kemerah-merahan. Rama suka rambut hitam yang kemudian ia selipkan di balik telinga.

"Mas Ram, ayo cari makanan dulu?"

Rama terkesiap, lantas melirik sang kekasih yang sudah berdiri di hadapan. Dani bahkan berkerut menatap bergantian antara Rama dan gadis tadi yang sudah kembali sibuk dengan baju yang basah dan lengket.

"O—O, ayo!" Gelagapan, namun Rama tetap beranjak dari tempat duduk untuk mengikuti ajakan sang kekasih.

Sebelum melangkah pergi, Rama melepas jaket pula melepas kemeja biru tua yangbercorak kotak-kotak yang ia kenakan, meninggalkan kaus oblong hitam yang dipakai sebagai dalaman. "Mbak, ini pakai dulu aja." Dia memberikan pakaian yang dilucutinya kepada sang gadis.

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang