Chapter 2

5.3K 70 1
                                    


25 November 2015.



"Kalau kamu enggak mau nikah sama aku, aku akan nikah dengan orang lain, Jo."

Langkah Adis terhenti di area parkir tempat ia bekerja. Jo adalah panggilan sayang sang kekasih untuk Adis. Namun, jika pesan yang diakhiri panggilan sayang itu menusuk ke dalam hati, Adis tak tahu lagi cara melangkah yang benar.

Adis bisa menoleransi dan menganggap pesan itu sebagai gurau jika hanya sekedar pesan. Akan tetapi, pesan itu ditemani dengan sebuah surat undangan digital di mana nama kekasih dan gadis lain tertera. Pertahanan Adis seketika runtuh.

Mereka sudah membahas hal ini beberapa minggu yang lalu. Adis bukan tak mau membina sebuah rumah tangga. Dia masih terlalu muda, umurnya baru beranjak dua dekade yang hanya lebih tiga tahun saja; bagi Adis, pernikahan bukan hal main-main sehingga ia harus mempersiapkan dengan matang sebelum menuju ke jenjang yang semacam itu. Adis menolak ajakan menikah sang kekasih.

Namun, siapa yang akan menyangka jika kemudian sebuah surat undangan pernikahan yang cantik yang didapatnya.

"Bu Adis?"

Adis terkesiap mendengar seseorang memanggil. "Kenapa duduk di sini? Ya ampun! Ponselnya jatuh!"

Adis bahkan tidak tahu jika ia sudah bersila di lantai kotor area parkir tempat kerjanya. Dia bahkan tak sadar jika ponsel genggam sudah jatuh berantakan. Yang Adis ingat, dia ambruk begitu saja sekejap setelah membaca pesan sang kekasih.

"Ah, Pak Rama, Maaf. Saya tersandung." Dengan cepat, Adis mengusap mata yang berkaca-kaca dan perlahan mengangkat tubuh untuk berdiri.

Pak Rama, rekan kerja pria yang mendapati keadaannya, memunguti kerangka ponsel yang sudah bertaburan.

"Bu Adis enggak apa-apa?" Rama menyerahkan ponsel tadi. Kerangka yang tadi bertaburan sudah ia pasang kembali dengan rapi.

"Terima kasih, Pak Rama." Adis meraih ponselnya. Dengan cepat dan tanpa menjawab pertanyaan, ia memutuskan untuk meninggalkan Rama. Ia tak mau jika rekan kerjanya semakin curiga dengan wajahnya yang terlihat menyedihkan.

***






















Ingin sekali Adis memutuskan untuk tidak menyukai hari Rabu. Ini terlalu dramatis. Hatinya sudah terlalu remuk oleh pesan kekasih yang mengatakan akan menikahi gadis lain, ditambah kini ponsel pintar yang tidak bisa dihidupkan setelah jatuh berkeping-keping di lantai area parkir.

Dan kini, hidupnya semakin menjadi sial oleh ban mobil yang menabrak sesuatu hingga itu kempis di tengah jalan yang hujan. Sungguh, hidupnya drama sekali.

LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang