Chapter 3

3.3K 57 1
                                    

10 Mei 2017. 4: 42 pm.



"Aku tahu kamu sengaja sebar foto-foto itu di grup chat!"

Adis semakin panik kala Rama menarik kerah kemeja lelaki itu. Mata yang nyalang menghujam tajam seakan ingin menghabisi begitu saja lelaki di hadapannya.

Adis ingat, lelaki ini yang serta-merta menyebar foto-foto acara lamaran yang Rama lakukan semalam, tetapi Adis tidak tahu jika ia dengan sengaja menyebarkan. Dia adalah sahabat terbaik Rama di lingkungan kampus, wajar saja jika ia tahu apa yang dilakukan Rama sebelum bertemu Adis semalam.

"Yup, lagi pula itu untuk kebaikan Adis." Meskipun sudah tercekik, pula wajah yang sudah memerah, namun dia tetap bisa melawan; dengan santai membalas ucapan Rama yang penuh kebencian tadi.

Rama akan menghajar wajahnya jika saja tangan Adis tidak menahan dengan sekuat tenaganya. "Sudah, Kak! Lepaskan! Malu kalau dilihat orang, ini kampus!" Adis menghalangi, teriakannya tidak bisa lantang karena ini masih di tempat kerja.

"Biar aja, Dis. Mau sampai mana dia marah sama aku?" Lelaki itu malah memanasi, membuat roman wajah Rama semakin padam, pitamnya terus melonjak-lonjak.

"Adis mohon, Bang! Jangan begini!" Adis masih menjadi menengahi. Kekuatannya memang hanya satu perdelapan dari kekuatan mereka, tetapi tangan Adis berusaha menahan.

Ini memalukan. Mereka adalah para pendidik dan ini adalah lingkungan sekolah. Adis tak habis pikir ke mana perginya otak-otak jenius yang selama ini dibanggakan.

"Ada apa ya, Pak, Bu?" Suara itu terdengar jauh di ujung area parkiran.

Rama melepas tangan dari kerah baju lelaki itu sejurus penjaga keamanan tempat parkir kampus mereka berlari kecil mendekati.

"Ah, enggak apa-apa kok, Mas. Bu Adis kunci mobilnya keselip entah ke mana. Saya dan Pak Rama membantu mencarikan." Lelaki itu tersenyum berucap ramah pada penjaga keamanan, berusaha bersikap biasa saja seolah menunjukkan memang sedang tak ada apa-apa di antara mereka.

Rama bahkan menyemat senyum, menunjukkan sikap yang selama ini ia berikan pada setiap orang seperti biasanya. Tidak ada lagi wajah menyala merah dengan aura membunuh.

Adis pun terpaksa harus mengikuti skenario dengan mengangguk kepala membenarkan ucapan rekan kerjanya.

"Bu Adis enggak ingat di mana menyimpan kuncinya?" Beruntung penjaga keamanan tidak begitu mencurigai, alih-alih ikut khawatir akan kunci mobil yang hilang.

Belum sempat menjawab, lelaki tadi berucap kembali pada penjaga keamanan, "Mas Yasin, titip sebentar mobil Bu Adis ya? Saya akan mengantarnya pulang sebentar mengambil kunci cadangannya."

Setelah dibalas anggukan oleh penjaga keamanan, dengan segera ia menuntun Adis untuk berjalan bersama. "Ayo Bu Adis ... Ah, Pak Rama! Kami duluan ya?" Masih dengan senyuman ia mengucap selamat tinggal pada Rama.

Kala Adis melirik, Rama bergeming. Adis tak bisa membaca raut wajah yang datar itu. Barangkali ia ingin menghentikan Adis yang dibawa oleh sahabat terdekat dan merampas begitu saja untuk ia bawa pergi, akan tetapi Rama tak kuasa lantaran penjaga keamanan tempat parkir kampus masih berdiri di sana mengiringi kepergian mereka.

***






LIARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang