E M P A T

1.1K 36 2
                                    

Kamu itu ibarat nada..
Kalau nggak ada, nggak bakalan enak :)

---

Saat ini Devian dan Amelia sedang berada didalam mobil. Sesuai kesepakatan mereka, mereka akan pindah hari ini kerumah Devian.

"Dev jadi aku kapan kerja dikantor kamu ?" Tanya Amelia membuka pembicaraan setelah lama sunyi.

"Mulai besok" jawab Devian singkat.

"Tapi pernikahan kita nggak diberitainkan ?" Tanya Amelia hati-hati.

"Kenapa memangnya kalau diberitain ? Kamu malu nikah sama aku ? Bilang aja" ucap Devian beruntun dengan nada yang datar. Amelia langsung tersentak mendengar ucapan Devian.

"Eh bukan gitu. Aku cuma nggak mau jadi sorotan media aja" jawab Amelia cepat. Devian hanya mengangguk kecil.

"Maaf yah. Aku nggak malu kok nikah sama kamu. Aku nggak bermaksud" ucap Amelia sambil menundukkan kepalanya. Menyadari bahwa dia sudah sedikit menyinggung perasaan suaminya itu.

"Iya" jawab Devian singkat sambil melirik sekilas Amelia yang menunduk. Amelia yang mendengar itu menghela nafas lega. Tetapi belum menggangkat kepalanya.

---

Saat sampai dirumah Devian, Amelia masih senantiasa menundukkan kepalanya. Masi enggan melihat kearah Devian. Amelia hanya mencuri-curi pandang kearah Devian.

Sampai suara Devian menginstruksi terdengar.

"Udah jangan nunduk terus. Nggak cape apa lehernya" ucap Devian pelan sambil menggangkat dagu Amelia. Otomatis mata mereka langsung bertemu. Tetapi Amelia langsung memutus kontak mata mereka dengan cepat. Devian yang melihat itu hanya tersenyum kecil.

Istriku ini masi malu ternyata batin Devian.

Nggak baik buat jantung batin Amelia.

Amelia mengalihkan fokusnya kearah bangunan yang disebut rumah ini. Amelia bisa melihat rumah ini sangat luas. Warnanya dominan hitam dan putih. Rumahnya memang tidak bertingkat seperti rumah orang kaya pada umumnya, tapi rumah ini panjang kebelakang.

Saat Amelia masih sibuk melihat tampilan rumah yang akan ditempatinya ini. Devian langsung memegang bahu Amelia dan langsung mendorongnya pelan sambil menuntunnya kedalam.

Soal barang bawaan mereka sudah ada para pembantu yang akan membawa itu nanti.

Amelia yang didorong seperti itu langsung tersentak dan mengikuti saja kemana Devian membawanya. Pada akhirnya Devian membawanya kedalam kamar mereka.

"Em kita sekamar ?" Tanya Amelia sambil menatap kearah Devian takut-takut.

"Tentu saja" jawab Devian enteng. Amelia sekali lagi hanya menghela bafas pelan.

Petanyaan bodoh mel. Tentu saja sekamar. Batin Amelia masih merutuki kebodohannya.

Tanpa Amelia sadari tingkahnya itu tak lepas dari mata tajam Devian. Devian hanya terkekeh kecil dan mengelengkan kepalanya pelan. Istrinya itu masil polos.

Nanti tinggal diajarin. Batin Devian menyeringai.

Setelah selesai merutuki kebodohannya, Amelia pun mulai menilai kamar yang akan ditempatinya ini mulai sekarang. Kamar Devian ini tidak jauh berbeda dengan kamar yang ada dirumah Mommy dan Daddynya. Kamar ini dominan hitam, putih dan abu-abu. Amelia tidak keberatan dengan warnanya. Karena Amelia juga suka warna yang gelap-gelap. Amelia tidak terlalu suka warna yang terlalu terang. Kamar itu juga ada meja rias. Walk in closet dan beberapa perabotan mahal. Ada balkon juga diatas dan jendela yang lumayan besar yang memiliki pemandang langsung ketaman kecil yang ada dirumah ini.

The Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang