15. Pilihan Terbaik Saat Ini

849 104 2
                                    

"Jungkook, berhenti dan pulanglah---"

"Lisa, kau tahu? Kau terlalu naif untuk kehidupan yang kejam ini. Setidaknya, biarkan aku memeriksa semua kiriman dari fansmu ini untuk jaga-jaga." Potong Jungkook, membuat Lisa menahan mati-matian agar tak mengumpat. Jennie yang berada di samping gadis itu menceletuk. "Lisa, aku pikir kau polos. Ternyata, dugaanku salah."

Lisa mengernyit, menatap Jennie bingung. "Maksudnya?"

"Ekhem," Jennie berdeham, memasang wajah tanpa dosa sambil melempar pandangan ke arah lain. "Yang aku maksud adalah sesuatu yang kalian lakukan ketika bermalam di apartemen. Kau paham, kan?"

Memang dasarnya polos, Lisa butuh waktu lama untuk mencerna maksud perkataan Jennie. Berbanding terbalik dengan Jungkook yang langsung paham arah percakapan ini. "Aku tidak melakukannya."

Jennie berekspresi sok polos, "Benarkah?"

Jungkook mengangguk. Jennie memicing. "Sama sekali tidak?"

"Ya. Sama sekali tidak."

"Kalau begitu, artinya kau tidak mencintainya," balas Jennie sambil melipat tangan di dada. Jungkook tersenyum remeh, mendekat ke arah gadis itu. "Menurutmu, kalau aku mencintainya, aku pasti akan melakukannya?"

"Tentu, apalagi situasi dan kondisi mendukung."

Gelengan kepala serta ekspresi merendahkan menjadi respon dari Jungkook untuk Jennie. "Justru karena aku mencintainya aku tidak akan melakukan hal itu padanya. Karena aku mencintainya, aku melindunginya baik dari orang lain maupun diriku sendiri. Aku mencintainya dan karena itulah aku menjaga diri agar tidak merusaknya."

Ekspresi serius dan mencekam yang Jungkook berikan membuat Jennie meneguk ludahnya kasar.

"He-hei! Aku cuma bercanda!" Jennie membalas panik, menatap Lisa mencoba mencari bantuan. Tapi, yang Jennie dapati adalah senyuman kecut dari gadis itu yang seolah-olah berkata 'aku-tak-percaya-kau-seperti-itu'.

Lisa melirik pada Jungkook yang membelakanginya. Jadi ingat ketika hari pertama ia menjadi pacar pura-pura Jungkook. Tentang bagaimana pria itu memintanya untuk tidak gugup dan mengomelinya tetapi begitu pintu mobil terbuka, sorot wajahnya begitu teduh bak malaikat.

Jungkook memang aktor yang luar biasa.

Tapi, andai kata-kata yang radi Jungkook katakan itu tulus dari hatinya, bukankah kalimat itu akan terdengar sangat manis?

Lisa menatap punggung aktor yang menjadi idolanya itu dengan perasaan campur aduk. Semakin kesini, Lisa semakin mengenal Jungkook. Ia kagum, namun kasihan. Kasihan pada nasib percintaan Jungkook, kagum pada bagaimana sikap pria itu curhat colongan sambil berakting seperti saat ini.

Karena mencintai, ia ingin melindungi bukan merusak.

Lisa yakin, itu prinsip yang Jungkook pegang selama bersama Tzuyu. Jungkook memang tak cerita banyak. Tetapi, Lisa setidaknya mampu memahami perasaan Jungkook saat ini.

Dia cinta pertamaku.

Orang yang ku jaga setengah mati, tetapi saat ini mengecewakanku.

Kamu benar, aku tidak memerankan Juna di panggung tadi. Aku meneriakkan isi hatiku, memberitahukan kekecewaanku.

Apa itu terlihat sangat jelas?

Kata-kata yang Jungkook sampaikan padanya kemarin terngiang. Tanpa sadar, Lisa tersenyum kecut.

Meski ia tak menyimpan perasaan apapun pada Jungkook, ternyata dijadikan pelampiasan meski hanya sesaat sangat tidak menyenangkan.

"Hei, Lisa!" Panggil Jungkook sambil mengibaskan tangan di hadapan gadis itu. Lisa mengerjap, menatapnya bingung. "Hm?"

"Mau sampai kapan kau berdiri dan termenung disini? Kau sudah lupa pada janjimu?" Sewot Jungkook membuat Lisa mengernyit. "Janji?"

"Ya, janji." Ulang Jungkook, tersenyum licik setelahnya. "Bukankah kau sudah berjanji akan cerita setelah aku bercerita?"

*

Tzuyu menoleh ketika ia mendengar suara derap langkah mendekat. Ketika ia mendapati sosok yang sudah sejak tadi ia tunggu, seulas senyum terbit di wajahnya.

"Duduklah, Bambam. Jangan terlalu kaku begitu. Aku tidak akan marah meski kau membuatku menunggu." Ucap Tzuyu manis mempersilahkan Bambam duduk.

Seperti kemarin, Bambam masih bersikap dingin. Ia duduk, menatap Tzuyu serius. "Apa alasanmu memaksaku datang kesini?"

"Memaksa? Tidak. Aku tidak memaksa. Hanya saja aku sengaja mengirim supirku untuk memberikan tumpangan, siapa tahu kau kesulitan menuju kemari," bantah Tzuyu masih dengan senyuman manis. Membuat Bambam mau tak mau bergidik.

Bisa-bisanya ia tersenyum dan bicara begitu entengnya pada orang yang baru saja ia 'culik'?

Sejak awal Bambam tak berniat datang menuju rumah megah ini. Tetapi, tiba-tiba ada yang memasuki apartemennya tanpa izin dan memaksanya pergi ketika ia sedang konser di kamar mandi.

Ya. Orang yang melakukan hal itu adalah anak buah Keluarga Chou, tepatnya atas perintah Tzuyu.

Gadis gila.

Sebegitu inginnya ia mengajaknya bekerja sama?

"Bambam, aku sama sekali tak menyangka perasaanmu pada sahabatmu ternyata sedalam itu sampai kau mengikuti instruksiku. Padahal ekspresi dan sikapmu seolah menolak mentah-mentah waktu itu," komentar Tzuyu setelah menyeruput tehnya. Bambam hanya menaikkan sebelah alisnya. Hal yang membuat Tzuyu terkekeh, "Aku tak menyangka kau tsundere. Tapi, tak masalah. Yang penting rencana ini berjalan lancar."

"Apalagi yang mau kau lakukan padanya?" Tanya Bambam akhirnya. Tzuyu meletakkan cangkir tehnya, menatap Bambam lurus. "Kira-kira, enaknya apa ya? Apa kau punya ide?"

Bambam menggedikkan bahu, hanya memandangi secangkir kopi yang dihidangkan untuknya. Bayangan tentang kejadian tumpahan kopi pada baju Lisa jadi terbayang kembali dalam benaknya.

"Tzuyu,"

"Hm?"

"Apa kau punya orang selain aku untuk melakukan hal ini?" Tanya Bambam tiba-tiba yang dibalas pertanyaan juga oleh Tzuyu. "Kalau punya, kau mau apa?"

Bambam hanya diam. Tzuyu menopang dagu, melanjutkan perkataannya. "Yah, aku sampai sekarang belum tahu jalan pikiranmu. Kamu pintar. Aku takut rencanaku justru kau manfaatkan untuk hal lain. Sepertinya, tindakan berjaga-jaga tak masalah untuk mengawasimu. Kau keberatan?"

Hening sejenak, Bambam tampak berpikir. Tzuyu berdeham, melanjutkan. "Aku akan memantaumu. Aku tak peduli kau keberatan atau tidak tapi jika aku mendapat laporan tentang hal yang mengganjal, aku pasti akan bertindak."

"Kalau begitu, ada yang mengawasiku?"

Tzuyu hanya tersenyum. "Entahlah. Menurutmu?"

Bambam kembali bungkam. Mencari pilihan terbaik yang bisa ia lakukan.

Tampaknya meladeni perkataan gadis ini adalah pilihan terbaik untuk saat ini.



*

Sorry baru up sekarang, entah kenapa otakku lagi buntu di cerita ini dan cerita satu lagi:"

Mingdep aku usahain double up ya^^

Vommentnya jan lupa ya sayang♡

Lop yu♡

Gotta Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang