23. Tak Sesuai Harapan, Tapi Masih Bisa Disesuaikan

746 100 9
                                    

Hati Jennie berbunga-bunga. Saat ini, ia sedang berada dalam dekapan kekasihnya, Kai. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah acara dan berujung menghabiskan waktu di apartemen Kai.

Kai yang memeluk Jennie dari belakang menopang dagunya pada bahu Jennie, bergelayut manja dan tiap beberapa detik sekali mengeratkan pelukannya pada Jennie. Jennie tak bisa bilang betapa senangnya ia saat ini. Terakhir kali Kai bersikap selayaknya pacar normal itu sudah lama sekali. Kai beberapa bulan belakangan sering 'kumat', menunjukkan sifat kasarnya pada orang-orang terdekatnya, termasuk Jennie.

"Jennie, aku rindu masakanmu. Bisakah kau memasak sesuatu untukku?" Pinta Kai manja, membuat Jennie terkekeh kecil. "Aigo, bayi besarku merengek kelaparan tapi aku malas menuju dapur."

Kai merengut, "Ayolah, Jennie. Sudah lama kau tidak memasak sesuatu untukku. Apa kau mau membiarkanku kelaparan?"

"Ani, Oppa. Aku tak akan membiarkanmu kelaparan," Jennie membalas, memanyunkan bibir dan mengeluarkan salah satu jurus imut andalannya. "Tapi, Oppa, aku lelah. Aku butuh energi agar dapat memasak."

Sudut bibir Kai tertarik melengkung, paham apa yang diinginkan oleh gadis itu. Segera ia menghapus jarak, memberi kecupan singkat di beberapa titik wajah cantik kekasihnya; dimulai dari kening, pipi, hidung, dan berakhir di bibir gadis itu.

"Apa itu sudah cukup untuk mengisi energimu?" Tanya Kai dengan senyuman hangat, dibalas Jennie dengan anggukan riang. "Tentu!"

Jennie mulai beranjak dari kasur tempat mereka bersantai sejak tadi, sedangkan Kai mengikuti langkahnya dari belakang. Mereka berdua mengecek isi kulkas, mendiskusikan makanan apa yang akan dimasak, kemudian bekerja sama untuk membuatnya. Rasanya Jennie jadi bernostalgia. Keduanya sering sekali melakukan hal ini dulu. Bahkan kalau diingat lagi, mereka melakukan hal seperti ini pertama kali ketika sedang pendekatan dulu. Jennie ingat betul bagaimana lihainya Kai memotong bahan makanan dan betapa hancurnya rasa masakan yang dibuat oleh pria itu.

"Jennie, apa aku boleh menanyakan sesuatu?" Kai yang sedang memotong tomat tiba-tiba membuka suara, dibalas Jennie dengan santai. "Tentu. Mau tanya apa?"

"Ini tentang Lisa. Aku baru tahu kau mengenalnya. Sejak kapan kalian saling kenal?"

Jennie menghentikan sejenak aktivitasnya meracik bumbu, mengerjap beberapa kali, kemudian melempar pandangan pada Kai. "Apa?"

"Aku bilang, sejak kapan kalian saling kenal? Kau tak pernah cerita tentang dia sebelumnya. Aku cukup terkejut kalian tinggal bersama," Kai mengulang pertanyaan serta memberi penjelasan, masih sibuk memotong bahan makanan lainnya. "Jangan salah paham. Aku tak tertarik padanya. Hanya penasaran."

Jennie tersenyum masam, menghela nafas pendek. "Masalahnya, penasaran adalah langkah awal menuju ketertarikan."

"Apa?"

"Tidak. Bukan apa-apa," Jennie membalas, masih tersenyum masam namun kini kembali melanjutkan kegitannya. Gadis itu meneguk ludahnya kasar, merasa aneh dengan kelakuan Kai. Ia akui Kai brengsek. Tapi, Kai masih beradab dan tak pernah sekalipun membahas wanita lain di hadapannya meski diam-diam suka saling mengirim pesan dengan mantan.

Gadis itu menetralkan perasaannya, mencoba untuk menerka apa maksud dan tujuan Kai menanyakan hal itu.

"Jennie, apa kau marah?" Kai kembali berujar, masih memotong sayur-mayur meski mencuri-curi pandang ke Jennie yang cemberut. "Jennie, aku tak punya maksud apapun. Aku hanya penasaran. Kau tak pernah cerita kau sedekat itu dengan Lisa."

"Sejak kapan kau penasaran dengan orang yang menjadi teman dekatku?" Jennie membalas ketus, menyuarakan isi hatinya. Ia memasukkan bumbu dan bahan masakan yang sudah dipotong Kai ke penggorengan berisi minyak yang sudah ia panaskan, mengaduknya rata, sambil sesekali menyapu jejak setetes dua tetes air matanya yang jatuh.

Gotta Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang