Sudah 3 hari Jeno tidak masuk sekolah tanpa alasan. Pak Josh selaku wali kelas sudah mencoba menelepon Jeno berulang kali, namun tidak ada jawaban. Althea tidak tahu harus menjawab apa saat ada yang menanyakan kabar Jeno dengannya. Ia sendiri sudah jarang, bahkan tidak pernah melihat Jeno dari balik jendelanya lagi. Tidak terdengar suara apapun dari rumahnya. Rumahnya seperti kosong, tak berpenghuni. Benar - benar sepi.
"Jemi, besok Sabtu, kamu ada acara?" Tanya Althea.
"Besok?? Hmm.. gue ada acara retret teater bareng anggota baru, kenapa emangnya?" Ucap Jemi dengan mata masih terfokus pada jalanan.
"Ohh.. bukan apa - apa kok.." Jemi terdiam.
"Oy!! Kalo cewek bilang bukan apa - apa, itu artinya ada apa - apa!! Nggak peka banget sama cewek lo sendiri." Sahut Xiaojun.
"Iya gue ngerti, pasti ada apa - apanya. Tapi gue mau Thea bilang karena kemauannya sendiri, bukan karena gue tanya atau gue paksa jawab. Gue nggak suka maksa, dan juga nggak ada orang yang suka dipaksa." Balas Jemi.
"Lah? Kok lo malah ceramah?" Protes Xiaojun.
"Aku mau menjenguk Jeno besok." Ucap Althea tiba - tiba. Tepat di lampu merah, Jemi mengerem mobilnya.
"Hah? Apa?" Dahi Jemi berkerut.
"Budeg lo?!" Sinis Xiaojun.
"Aku mau menjenguk Jeno, besok."
"Gue batalin acara gue, gue temenin–"
"Nggak perlu, Jemi.. kamu sudah ada acara, tidak pantas kalau dibatalkan mendadak hanya karena untuk menemaniku."
"Tapi gue nggak mau kejadian lo kemarin terulang, pokoknya–"
"Kejadian kemarin tidak akan terulang, aku janji. Lagi pula ada Xiaojun yang akan menemani. Kalau ada tanda akan terjadi sesuatu, aku akan langsung pergi." Jemi memandang Althea khawatir.
"Tapi Thea–"
"Lampunya sudah hijau." Jemi bergegas menginjak pedal gas sebelum suara klakson terdengar dari belakang mobilnya.
Selama sisa perjalanan, Jemi hanya diam. Namun, di wajahnya terlukis kekhawatiran yang mendalam apabila Althea mengunjungi rumah Jeno sendirian. Xiaojun? Ia hanya makhluk ghaib yang datang entah dari mana, tidak akan banyak membantu Althea. Apalagi Jeno selama ini ternyata tahu kalau Xiaojun sering mengikutinya.
"Lo beneran nggak mau nunggu gue selesai retret hari Minggu? Kita jenguk Jeno bareng di hari Minggu... ya?"
"Kamu butuh istirahat, acara retret pasti melelahkan, walaupun kamu tamu, tapi tetap saja itu akan melelahkan."
"Atau gue izin deh jam berapa gitu, buat nemenin lo.. ya?"
"Kamu sudah diundang, dan kamu menyanggupi undangan itu. Kamu harus memenuhi undangan itu, seperti yang kubilang tadi, tidak sopan kalau kamu pergi hanya untuk menemaniku." Jemi menghela nafasnya.
"Oke, gue nyerah. Lo boleh jenguk Jeno, besok Sabtu, dan gue bakal tetep ikut retret. Tapi... kalo lo ngerasain sesuatu, lo harus pergi dan segera telepon gue, gue bakal dateng, kapanpun itu." Ucap Jemi.
"Itu tidak perlu, Jemi.. prioritasmu bukan aku–"
"Lo udah jadi salah satu prioritas gue sekarang, gue juga udah janji sama nyokap bokap lo buat jagain lo, gue minta tolong kalo lo ada apa - apa, segera hubungin gue. Gue nggak mau lo sampe kenapa - kenapa lagi." Jelas Jemi. Althea luluh. Ia tidak bisa menolak Jemi lagi.
"Baik, aku akan menghubungimu kalau terjadi sesuatu, aku juga akan memberimu kabar." Ucap Althea sambil melepas sabuk pengamannya.
"Iya, makasih ya.. sayang.."
KAMU SEDANG MEMBACA
FUTURAE | Xiaojun
FanfictionBagaimana reaksimu saat kamu terbangun dan ada sesosok pria di kamarmu yang mengaku bahwa Ia adalah suamimu nanti? Bagaimana juga reaksimu saat orang yang ada di dekatmu tidak sebaik yang kamu kira? Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Lantas, si...