Part. 5

6 0 0
                                    

Sebelum sampai aku mampir membeli es batu dan minuman kemasan. Hari ini terik sekali, ingin rasanya minum air satu galon. Begitu sampai di rumah kos aku segera membuat minuman dingin. Segar sekali rasanya. Hilang semua penat dan lelah terutama rasa haus yang sangat.

Aku segera melaksanakan Salat Zuhur dan makan siang. Selagi beristirahat kusempatkan melirik gawai. Ternyata ada pesan yang masuk.

(Hi, What is S stand for Miss?) pesan dari Mr. L lagi.

( What is L?) kebiasaanku jika ditanya maka akan bertanya balik. Beberapa orang terkadang tidak suka dengan caraku tetapi Mr. L kembali menjawab.

(L is Leo) ia membalas.

(S is Sarah) aku pun segera menjawabnya.

Lumayan juga pikirku. Setidaknya ia cukup lancar berbahasa Inggris. Ada temanku mengobrol nanti. Setelah itu ia tidak menjawab lagi.

Senja merangkak perlahan perasaanku sungguh gelisah. Kesedihan melanda jiwa tanpa tahu apa penyebabnya. Selagi Salat Magrib dan setelah Salat buliran bening mengalir deras. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi. Malamnya aku sulit tidur. Pikiranku melanglang buana entah kemana. Tidak ada kabar apa pun yang masuk ke gawaiku. Namun aku menangis semakin terisak. Sedih yang melanda tak tertahankan. Ada apa sebenarnya? Apa yang telah terjadi?

***

Pagi ini mataku sembab karena menangis semalaman tanpa sebab. Mudah-mudahan teman-temanku di sekolah tidak memperhatikan wajahku. Begitu tiba di sekolah tujuan aku segera masuk ruangan khusus anak-anak PPL. Santi melihatku dan langsung menarikku ke tempat sepi. Kali ini ia mengajakku ke ruang laboratorium. Tak ada seorang pun di sana.

"Ada apa?" tanyaku.

Santi langsung menangis di depanku. Aku kebingungan dan menunggu tangisnya reda. Terdiam di samping Santi tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Sepuluh menit berlalu, tangisan Santi mulai berhenti dan ia mulai membuka mulutnya untuk bercerita,

"Tahu tidak Sarah mengapa aku tidak masuk kemarin?" tanya Santi.

Aku menggeleng karena memang sama sekali tidak tahu apa yang terjadi.

"Kemarin aku bersama Heri," ia berkata.

"Oh, terus ada apa. kamu tidak diapa-apakan olehnya kan? Awas saja kalau ia berani macam-macam denganmu. Pasti kulabrak dia," kataku emosi.

"Bukan begitu Sarah. Kemarin Heri mengajakku jalan ke taman, tetapi ia...," Santi tidak melanjutkan perkataannya. Tangisnya kembali pecah.

"Terus gimana?" aku bertanya dengan perasaan gemas sekali.

"Itu... Si Heri minta izin padaku mau pacaran lagi sama Dewi. Aku harus menerima diduakan," sahut Santi.

"Astaga! Aduh dasar cowok tidak tahu diri! Baru pacaran saja sudah mau menduakan apalagi nanti kalau sudah menikah. Sudahlah lupakan saja Heri. Masih banyak kok laki-laki yang lebih baik dari dia. Jadi bagaimana keputusanmu?" tanyaku lagi.

"Aku minta putus darinya. Masa aku diduakan dengan teman satu PPL. Alangkah tidak enaknya nanti aku melihat mereka berdua. Sedangkan kita satu ruangan dengan mereka," kata Santi lagi. "Magrib kemarin aku menangis sejadi-jadinya hampir saja aku pingsan. Aku sendirian di tempat kos," katanya lagi.

Aku mengerti sekarang mengapa aku tiba-tiba sedih semalam. Ternyata sahabatku sedang bersedih. Inilah jawaban dari tangisanku yang tak beralasan. Baru pagi ini aku tahu jawabannya, saking akrabnya pertemanan kami bahkan apa yang Santi rasakan walaupun jaraknya jauh dariku aku masih bisa merasakannya juga. Tunggu saja kau Heri! aku pasti akan memberi pelajaran padamu!

Path of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang