Sehun masuk ke kamar dengan cahaya lampu temaram. Ia mendapati sang penghuni tak ada di tempat tidurnya. Tapi jauh di seberang sana untuk menatap ke arah bulan. Hal yang begitu mengetuk hati kecilnya. Saat melihat sosok yang hanya berbalut baju tidur tipis, bertelanjang kaki dengan tubuh yang tertiup angin malam.
Sehun tak pernah bersikap baik pada klan musuh sebelumnya, tak pernah tercatat, tapi kali ini jelas berbeda. Karena ia sedang bersama sosok lembut yang dapat meruntuhkan pertahanannya hanya dalam waktu singkat. Dengan tenang ia mendekat untuk menghampiri Minseok yang sedang termenung pada balkon yang menghubungkannya pada dunia luas.
"Kau belum tidur?"
Dan sosok itu akhirnya menyadari kedatangan seseorang. Wajah terkejutnya jadi hadiah terbaik yang Sehun tangkap di hari melelahkan ini. Persis seperti kecantikannya yang tak pernah memudar, justru semakin bertambah karena terkena bias cahaya bulan. Hal yang tak pernah lepas dari tatapannya.
Ia mengambil tempat di sebelah namja cantik itu. "Aku ingin bertanya sesuatu". Lanjutnya sambil meneliti ekspresi indah itu. Rasa ingin tau nya begitu besar tentang apa yang di lakukan namja mungil itu semenjak kepergiannya. Mungkin ini akan mengejutkannya. "Apa Kai menyentuhmu?". Dan Minseok hanya terdiam tak memberi jawaban apapun. Perlu waktu lama menunggu bibir mungil itu bicara.
"Kalau begitu ia memang pantas mendapat pelajaran". Sebelum pergi.
"Tidak Sehun, jangan lakukan itu". Ia menahan lengan kokoh itu, "Jangan lukai siapapun, aku mo-hon". Siapapun yang mendengarnya pasti akan melunak. Dan Sehun tak menyangka akan mendapat reaksi itu. Sepenuhnya ia tak berfikir untuk membalas Kai karena perhatiannya teralihkan pada Minseok. Untuk itu bisa jadi urusan nanti, tapi sekarang ia tak ingin kehilangan momen untuk berdekatan dengan namja cantik ini.
"Kali ini ku ampuni". "Demi mu—" ia menegaskan. Minseok hanya tertunduk saat laki-laki itu membelai pelan wajahnya. "Aku lelah, ayo kita tidur". Cukup pandai mengarang alasan, Sehun menggali ke pundak putih untuk mendapat peristirahatan terbaik. Melebarkan kerah. "Aku lelah sekali" ulangnya memberi isyarat, membuat submissive-nya meremang karena bisikan itu, Sang pangeran hanya terpaku untuk mengecup pundak candu itu perlahan seakan tau cara untuk menikmati.
.
.
.
.
.
Yixing bersiap saat mendengar gerakan gemerisik ranting patah. Ia tertinggal beberapa langkah di belakang Luhan yang sedang menjajal kegelapan hutan. Menyadari bahwa tempat ini nampak berbeda. Begitu suram. Hal itu sudah terbukti, apalagi hanya untuk di jelajahi semalam. Dan dalam kurun waktu yang panjang, Sang Alpha akhirnya menegakan punggungnya setelah melewati rimbunan pinus tua yang roboh."Alpha!" Betanya memperingatkan, "Aku mencium kedatangan seseorang". Dan meskipun itu tak terdengar jelas, Yixing berpegang kuat pada intusinya. Ia memberi petunjuk untuk berjaga-jaga. Begitu pula Luhan langsung mengeluarkan belatinya.
"Keluarlah jika kau memang punya nyali!" sang Alpha menantang. Ia tak punya rasa takut sedikit pun untuk menikam siapapun yang datang.
Mereka terdiam beberapa saat untuk melihat ke sekeliling dan hanya kembali menemukan kegelapan hutan yang pekat. Mengendus, sebelum sekumpulan vampire datang dengan wujud kelelawar terhenti karena keberadaan dua mahluk asing.
Mangsa atau memangsa.
"Keparat!"
Kedua ras itu seketika bercampur kemarahan dan mengerang. Bersahut pandang dengan rentina semerah darah yang terlihat nyalang. Mereka saling berhadapan.
"Lama tak berjumpa-"
Sang Alpha memberi umpan manis pada mahluk bertaring itu. Berseringai.
"Aku tak ada urusan denganmu".
Balas pemimpin klan itu sengit."Benarkah? tapi takdir mempertemukan kita di pertengahan sebelum aku berhasil mengacak-acak istanamu. Bukankah ini cara yang lebih cepat untuk menjemput kematian?"
Kris mengeram tak senang. Sepertinya tak ada pilihan lain selain meladeni.
.
."Apa yang membuatmu repot-repot mengotori tanganmu?" Kris tertarik. Puluhan tahun mereka tak pernah terlibat dan saling mengusik. Luhan pasti mengejar sesuatu.
"Letakan dengan baik, apa yang menjadi milik ku, atau ini terakhir kali kau bernafas"
Ia mendaratkan belati dingin yang tajam pada batang leher pemimpin klan itu. Mendesak.
Sial.
Luhan berusaha menahan diri untuk tidak menembus kerongkongan pemimpin klan itu secara langsung. Nafasnya kasar, ini demi Minseok.
"Le-paskan Luna-ku". Ia bicara penuh penekanan sambil mengukir karya di kulit pucat itu.
"Bedebah!" Kris kesulitan bernafas.
Luhan tersenyum remeh sambil menjauhkan belatinya sesaat.
"Bicaralah yang benar!".
Dan Kris sama sekali tak ingin memasang wajah kesakitan di depan musuhnya itu. Bahkan ia masih punya senyuman licik untuk di pertontonkan.
"Luna-mu? Apa maksudmu si cantik itu?"
Ia mengingat dengan jelas, sembarang mengusap tengkuknya yang terluka. Kemudian tersenyum licik.
"Aku sudah menjadikannya hadiah".
"Cantik dan memabukan, aku tak bisa menahan adik ku untuk tak membuatnya mendesah semalaman".
"Brengsek!"
Ia melihat Luhan sepersekian detik kehilangan keseimbangan setelah mendengar kata-kata dustanya.
Hanya sebentar sebelum sang Alpha dengan mata semerah darah itu siap merobeknya dengan taring.
"Jrassshhh" Pedang itu tepat di perutnya.
"Alphaaa"
Yixing menemukannya tersungkur di tanah.
Dan Kris menemukan titik kelemahan Luhan. Luna-nya.
"Selamat tinggal Luhan".
¨
¨
¨
¨
¨
¨
¨
¨
—to be continued. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower Of Immortals ( Lumin & Hunmin)
FanfictionSaat Klan Vampire dan Klan Wolves saling menyerang dan melanggar wilayah perbatasan. Kedua pemimpin Klan menghadapi peperangan yang luar biasa. Sosok Luna berada dan terkurung di dalam Kastil Vampire. Sang pangeran muda terjebak cinta dan tak mau me...