Chapter 8

326 23 8
                                    

[Flashback on this chapter]
Happy reading. . .
.
.
.
.
.

Semua hancur berkeping bersamaan dengan emosi pemiliknya. Hal yang biasa dilakukan untuk meredam sengatan rasa memuakan dari ketidakberdayaan. Kekacauan ini seiring terjadi, bahkan sudah menjadi pemandangan biasa. Saat banyak pula robekan kertas dan sebagian isi meja berserakan menghiasi ruangan besar milik sang pangeran, mungkin sudah bermalam-malam terabaikan di sana.

"Mengapa anda mengambil banyak kendali tuan muda?" Empunya mengerang.

"Itu sama sekali bukan urusan mu".

"Saya hanya mengkhawatirkan kesehatan anda. Anda mengambil banyak pekerjaan".

Kai terseyum sinis. Iya berfikir hal yang lebih baik dari itu. Mengambil alih kendali. Bukankah itu yang ia inginkan. Tapi sekeras apapun ia mencoba, itu tak akan dapat mengimbangi.

"Apa yang membuatku lebih baik di banding dua orang keparat itu?".

Matanya tajam menusuk. Sedangkan yang di tatap tertunduk. Mencari jawaban terbaik untuk tuannya.

"Itu hanya jika anda memiliki apa yang tidak mereka miliki".

Kai bernafas panjang sambil mencengkram pinggiran kursi yang sedang didudukinya.
"Benar" mengambil waktu untuk memikirkan hal itu. "Aku sudah mengetahuinya". Menimang-nimang dengan seringaian. "Aku selalu suka dengan otak licikmu".
.
.
.
.
Hujan, tapi tak membuat seorang namja cantik bergeser dari posisinya. Ia bahkan mengadahkan tangan untuk menampung butiran dingin yang jatuh. Berapa telah menetes mengenai pakaiannya yang tipis. Tapi ia yakin rintik ringan itu akan segera berakhir, karena Minseok masih ingin melihat langit. Itu tak jadi buruk karena pemandangan disaat hujan juga sangat indah ketika di lihat dari atas sini.

 Itu tak jadi buruk karena pemandangan disaat hujan juga sangat indah ketika di lihat dari atas sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamparan hutan pinus yang terlihat kelabu ketika di selimuti kabut. Minseok mengamati pemandangan itu untuk beralih menatap ke arah bawah kastil. Beberapa orang prajurit berlarian memasuki kastil, mungkin karena hujan. Minseok mengira-ngira apa salah satunya, bila mungkin apa laki-laki itu juga ada disana?. Terakhir kali sejak ia di tinggali. Beberapa hari ini ia tak melihat wajahnya.

"Minseok".

Ia terkejut dengan panggilan itu, begitu kaku tanpa sengaja meremat korden putih yang menjuntai panjang di dekatnya. Seorang namja kini menatapnya.

"Apa yang kau lakukan?" ucapnya ikut menatap ke arah hujan dari jendela yang terbuka.

"Kemarilah".

Minseok melangkah mundur. Saat laki-laki itu mengulurkan tangannya.

"Kemarilah Minseok, aku tak ingin kau sakit". Ia berbicara sehalus mungkin untuk tidak mengusik namja cantik itu.

"Aku tak melihatmu makan sesuatu". Ucap kai melirik ke atas nakas di mana makanan itu terabaikan. "Aku tak akan pergi sebelum kau menelan sesuatu".

The Flower Of Immortals ( Lumin & Hunmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang