BAB 16

398 55 8
                                    

JOANA

Setelah mencoba wahana Kora-kora, Roller Coaster, Tornado, dan beberapa wahana ekstrim lainnya, wajah Mas Alvin semakin pucat tidak keruan. Aku mengusap punggungnya saat kami beristirahat di sebuah kursi di bawah pohon sementara Jonathan membeli air mineral.

Sudah berkali-kali aku memintanya untuk tidak perlu ikut menaiki semua wahana menegangkan itu tetapi Mas Alvin bersikeras ikut bergabung dengan kami. Alhasil, Mas Alvin hampir tidak sadarkan diri setelah menaiki Tornado.

"Nanti Mas Alvin tunggu aja ya di sini."

Dia menggeleng. "Nggak bisa."

"Tapi Mas Alvin kan sudah pucat begini. Nanti kalau..."

"Jo." Mas Alvin menghentikan tanganku yang sedari tadi mencoba menenangkannya dengan cara mengusap punggungnya. "Saya kuat kok."

"Kalau Mas Alvin nanti pingsan gimana?"

"Tinggal kamu lempar saya dari atas sana," ucap Mas Alvin sembarang sembari menunjuk puncak teratas Bianglala.

"Terus jadi ada berita percobaan pembunuhan di wahana bermain. Gitu?"

Dia tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dengan bibirnya yang masih pucat itu. Sikapnya terasa berbeda. Bahkan sejak kejadian itu. Aku merasa mungkin sesuatu sudah terjadi hingga membuatnya bisa bersikap lebih baik padaku. Tetapi mustahil kejadian di toilet itu membuatnya menjadi seperti ini padaku. Seharusnya dia justru menjauh dariku setelah melihat betapa menakutkannya diriku ketika emosi menguasai diriku.

"Alvin?"

Aku mendongak saat seseorang memanggil namanya. "Lho?" Bukankah dia...

"Wilson?" Mas Alvin terlihat sama bingungnya denganku. "Liza? Lho? Kalian kencan buta?"

Dengan santainya tangan Wilson mendarat di kepala Mas Alvin. "Bego," katanya. "Lo yang lagi ngapain?" Wilson melirik tanganku yang ternyata masih digenggam Mas Alvin.

Sontak kami membebaskan tangan kami masing-masing. Aku pasti terlihat sangat bodoh saat ini.

"Kalian pacaran ya?" tanya Wilson.

"Nggak." Jawab aku dan Mas Alvin bersamaan. Kami saling pandang dalam beberapa detik kemudian mengalihkan pandangan kami masing-masing.

Wilson menahan tawa. "Kompak banget."

"Kayaknya aku pernah lihat Kakak." Gadis bernama Liza itu sepertinya lupa pernah bertemu denganku di rusun mereka. "Di mana ya?"

"Kalian pernah ketemu?" tanya Wilson pada Liza. "Kamu guru les dia, Jo?"

"Hah? Nggak. Bukan, Mas." Aku rasa dia tidak butuh penjelasan lebih. Terlihat bagaimana Liza lebih memilih menggoda Mas Alvin dibanding bertanya padaku lebih jelas.

"Kalian mending pergi deh." Mas Alvin mendorong bahu Wilson agar segera meninggalkan kami. "Gue mau muntah lihat kalian pacaran."

Wilson memasang wajah kesal sementara Liza terlihat sumringah. Mungkinkah itu cinta bertepuk sebelah tangan?

"Have fun, Mas!" seru Liza pada Mas Alvin kemudian gadis itu tersenyum padaku.

Aku membalas senyumannya hingga mereka pergi meninggalkan kami. "Mereka pacaran, Mas?"

Mas Alvin menggeleng pelan. "Wilson nggak bisa punya pacar."

Aku menoleh dengan cepat. "Kenapa?" Tidak mungkin laki-laki setampan Wilson itu jeruk makan jeruk kan?

Sesaat Mas Alvin menghela napas sebelum kembali bicara. "Karena..."

"Jo! Mas!" Jonathan kembali dengan membawa air mineral untuk kami berdua. "Mas Alvin sudah merasa enakan?"

DESSERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang