kau tahu, kebenaran dari sebenar-benarnya itu tiada. keenyahan yang diharapkan sesungguhnya tidak pernah menghilang. kita hanya berdiri dengan menelan puluh-puluh kenangan, meredam dan mengabaikan. satu manusia berkata kenangan bagai racun yang mematikan, bila ia muncul ke permukaan, bukan tidak mustahil ia akan terluka--bukan sirna, hanya tersiksa, sehingga ia memilih hidup yang tak utuh, memaksa afeksi seolah mati, seakan masa lalu tak pernah hidup dalam raganya. manusia lain berkata itu egois. bagaimana kalau peniadaannya melukai orang lain? lebih banyak manusia akan memulai kontradiksi. seolah sepihak benar atau pihak lain yang salah. pilihan tidak pernah memiliki jawaban yang mudah, kan? manusia dengan dirinya selalu jadi objek yang sulit untuk diurai, terlalu kusut bahkan untuk mendapat definisi yang paling sederhana.
apa-apa yang terpilih untuk dibungkam tidak miliki konsesi berbicara mengenai kenyataan, tidak tentang masa lalu, tidak juga mengenai partikel spesifik yang akan ungkit kelabu. benar, itu adalah bentuk egosentris seorang manusia yang tidak ingin hilang kewarasan, lalu memilih pengabaian meskipun abai atau tidaknya, akan sama-sama membawa nanar.
semesta itu membingungkan, terlebih mereka-mereka yang hidup di dalamnya.
01/10/20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapang, Lantur.
Poesíasebab benakku tak lelah angkat suara, hantarkan larik-larik yang hanya ia paham. aku coba lapangkan segala kelanturannya dalam prosa yang mungkin tak ingin kaudengar. Picture by Yusuf Evli on Unsplash Edited by Aksara- copyright 2020 by Aksara-