Lingual tertepi, tapi tak pernah ia ludahi. Tak sekali pun pernah mengotori sebab sang empu sadar akan lubang-lubang alpa yang ia miliki. Tetap saja, apa yang ia lakukan tak lebih dari sekadar definisi yang nihil. Hampa terlanjur menghambai ruang kosong di sudut ironi, sampai kebas, sampai tidak lagi bermakna karena terlalu buas menumpas diri sendiri.
Kenapa kau lakukan?
Kejujuran ia bilang harga mati, tapi ia bayarkan nuraninya untuk kebahagiaan lain. Pengorbanan yang ia omongkan, nyatanya tidak berlaku sama sekali. Percuma! Percuma! Ia bisa memeluk bumi dalam dekapan, tapi melupakan angkasa hitam yang lebih pekat, dan yang ia lakukan hanyalah diam, lalu berkata, 'demi kebahagiaan'.
Kenapa kau lakukan?
Ia adalah regulus di kegelapan, yang disebut namanya dengan kebahagiaan. Nyata, benar adanya. Namun apa yang tidak pernah ia katakan adalah pengabaian atas nuraninya.
Nurani yang telah ia bayarkan. Nurani yang telah ia bungkam. Nurani yang ia gadaikan dan bukan demi kewarasannya.
Kenapa kau lakukan?
13/10/20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapang, Lantur.
Poetrysebab benakku tak lelah angkat suara, hantarkan larik-larik yang hanya ia paham. aku coba lapangkan segala kelanturannya dalam prosa yang mungkin tak ingin kaudengar. Picture by Yusuf Evli on Unsplash Edited by Aksara- copyright 2020 by Aksara-
