Aku pernah meraung di geladak rumah sambil berusaha memeluk hujan, berusaha membuatnya membanjiriku agar luka terbasuh, lalu hilang dalam sekejap. Kadang pula, aku benturkan tempurungku pada dinding perkasa, usahaku adalah menghilangkan memoar yang memar. Namun, siapa sangka puan datang lebih dulu sambil rentangkan tangan dan sadarkan; sebelum kepercayaanku runtuh; sebelum aku kumandangkan luruh. Ia beri aku bahu dan ajak aku lantunkan pengharapan yang semula setipis randu. Puan tuntun satu per satu, ajari aku berpijak pada buminya yang tak pelak menampung sendu, katanya, 'jangan jatuh, kau bersamaku.'
Terima kasih, akan kupastikan raga dan jiwaku kokoh dalam seribu langkah kaki ke depan, akan kupastikan berjuang sebelum pulang.
05/12/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapang, Lantur.
Poesiasebab benakku tak lelah angkat suara, hantarkan larik-larik yang hanya ia paham. aku coba lapangkan segala kelanturannya dalam prosa yang mungkin tak ingin kaudengar. Picture by Yusuf Evli on Unsplash Edited by Aksara- copyright 2020 by Aksara-