L O V E I S A T R O U B L E D C H A I N : 07

18 7 6
                                    

'
Hari ini akan berbeda dengan hari-hari sebelumnya, anggap saja 'mimpi jika kita memperbaiki kesalahan kemarin yang sudah terjadi. Sama halnya seperti seseorang yang mulai menyadari kesalahannya sendiri tanpa berfikir akibatnya.
'

"Kenalin, Arsya. Gue nginep dirumah dia setiap malem Minggu, dan lo mau kenalan sama Arsya temen gue kan? Dia Arsya, temen yang gue maksud selama ini."

Aro menjelaskan secara tiba-tiba saat Pria cukup tua itu membukakan pintu rumah berukuran besar yang saat ini Azura injak tanahnya.

Arsya? Teman Kakaknya yang sudah berumur? Bukankah ini terlihat sangat mustahil.

"Kak, maksudnya l-lo. Temen lo itu, seumuran Dady?" tanya Azura dengan sedikit gugup tidak bisa mencerna ucapannya.

"Iya, Arsya. Fahri Arsya Wijaya. Dia seumuran Dady, lo gak salah liat. Ayo masuk." ajak Aro yang sangat santai ingin masuk kedalam melewati pintu.

Tangannya sedikit ditarik adiknya, dengan wajah sedikit gugup dan dingin, Azura menarik tangan Kakaknya untuk jangan masuk.

Bisa saja, disana ada minuman atau barang berharga kan? Lagipula, buat apa Kak Aro selalu menginap disini setiap Malam Minggu dibandingkan dirumah.

Dan siapa Arsya itu.

"Kenapa? Ayo masuk, lo udah janji buat ikut kesini. Gue udah kabulin apa yang lo mau, dan giliran lo yang ikutin apa yang gue mau. Limapuluh Juta lebih bukan uang sedikit, gue gak akan sia-siain uang gue dengan gampang. Lo tahu gue kan?"

Rasa-rasanya Jantung Azura ingin meloloskan diri dari tubuhnya dengan sendirinya. Seharusnya Azura tahu apa maksud Kakaknya melakukan ini.

Uang sebanyak itu tidak akan Kakaknya berikan pada dirinya jika tanpa sebab yang jelas. Uang besar, permintaan besar. Itu yang dikatakan impas.

Dan Azura rasa, Kakaknya juga akan meminta hal gila padanya. Terlebih, Azura tahu jika Kakaknya sangat menjaga uang-uangnya.

Sekarang ini, Azura jadi merinding jika mengingatnya.

"Kak, kalo lo gak Ikhlas lo bisa ambil lagi iPone yang gue mau. Gue balikin, iya gue balikin." Aro terkekeh, dia sedikit mengencangkan tangannya pada adiknya.

"Didalem gak akan ada apa-apa, gue juga gak akan nyelakain adik gue satu-satunya. Lo harusnya paham kalo gue sayang sama lo, dan buat iPone yang lo minta. Gue gak butuh balik, gue punya juga."

"Ayo. Arsya udah nunggu kita dari tadi." ajaknya lagi, menarik tangan adiknya sedikit paksaan.

"Tapi gue rasa temen lo itu lagi gak baik, dia kayaknya lagi capek. Kita bisa kesini besok-besok aja. Lagian Kak, sekarang udah malem. Harusnya kita pulang aja, gue takut Dady sama Momy marah sama kita berdua." ucap Azura menjelaskan ketakutannya pada Kakaknya.

Meminta perlindungan tentu saja, tapi sebagai Kakak tanpa diminta oleh adiknyapun Aro akan menjadi Tameng paling terdepan untuk Azura.

Itu sudah mutlak, batin Aro bahkan terikat dengan adiknya. Dan sekarang, Aro juga merasakan seberapa takutnya Azura pada Arsya. Aro ingin terkekeh sekarang.

"Ini baru jam setengah Sembilan Malem, gue udah minta izin sama Momy buat pulang jam setengah Sepuluh. Gak papa kan jalan sama Kakak lo pulang malem, semua tanggung jawab, masalah, dan rasa khawatir yang membuat lo takut ada gue sebagai solusinya."

"Kita masuk berdua, lo ikut masuk dan terus berdiri dibelakang gue. Gue Kakak lo disini dan dimana aja, dan sebagai Kakak. Gue gak akan mungkin masukin lo kedalam masalah, lo harus percaya sama gue." sambung Aro dengan suara sedikit serius, dia tersenyum sedikit dengan Masker dibawah bibir.

Cinta Adalah Rantai Masalah  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang