23.Please Don't

1.1K 162 42
                                    

__________________
__________________


.
.
.

Orang-orang selalu berkata jika jangan mencari takdir milikmu. Karena suatu saat ia akan datang menghampiri suatu saat nanti. Hanya saja butuh waktu lama untuk itu.

Maka kala ia merasa jika telah menemukan takdir miliknya waktu itu, seorang manusia, ia merasakan kejanggalan sendiri saat meyakinkannya. Dan menyadari jika hal tersebut bukanlah hal yang seharusnya.

Benar-benar mengejutkan. Ia mendapatkan bisikan mimpi dari yang di atas bahwa takdirnya adalah makhluk dari sisi lain kehidupan. Seorang iblis dengan kisah kelam masa lalu yang terus mencekiknya.

Mungkin tuhan mengirimkannya sebagai hadiah atas rasa sakit yang dikorbankan begitu banyak oleh iblis itu.




.
.
.
.

"Bagaimana keadaan Jaerim?"

Jungkook sempat terdiam sejenak lalu bangkit. Terlihat Eunha dengan kondisi cukup baik tengah menggigit kuku cemas dengan keadaan Jaerim. Penyihir itu benar-benar mendapat luka yang sangat parah.

"Tenang saja, serangan Jimin tidak melukai manik miliknya. Jadi lusa ia bisa sembuh."

Eunha sempat terdiam, lalu memiringkan kepalanya berpikir, "manik?"

"Hm. Manik dimiliki setiap penyihir keturunan campuran. Itu menjaga agar indentitasnya sebagai darah campuran tersamarkan. Juga menjadi pusat dari kekuatannya."

"Kau tahu banyak juga ya." Ucap Eunha kagum. Iblis itu hanya menatap datar lalu berlalu pergi dari ruangan tersebut.

Mendecak kecil sebagai balasan, atensi gadis itu kembali pada sahabatnya yang masih terkulai lemah. Ia berjongkok dan menggenggam kedua tangan Jaerim.

"Cepat sembuh Jae. Aku berharap mendapat banyak jawaban yang selama ini kupikirkan tentangmu"

__________________
__________________

Jaerim sadarkan diri.

Kabar ini terdengar sangat menggembirakan, terutama bagi gadis yang menjadi sahabatnya ini. Bahkan Eunha tak henti-hentinta mengucapkan terimakasih pada Jungkook yang rela membantu dirinya dalam pemulihan Jaerim walau sedikit dipaksa.

"Kau baik-baik saja? Apa masih terasa sakit? Perlu kuambilkan minum?"

Jaerim tersenyum lalu menggeleng lemah. Matanya berkaca-kaca saat Eunha terlihat baik-baik saja. Gadis itu kemudian memejamkan matanya dengan iringan nafas teratur. Mulutnya terbuka untuk berucap lirih, "Eun, ini saatnya kau tahu kebenarannya."

"Eung? Kebenaran tentang apa?"

"Vernon."

Vernon. Rasanya nama itu terasa asing saat ini. Layaknya sesuatu yang telah lama terkubur waktu dan menghilang dalam memori. Kini kembali hadir saat nama itu tersebut lagi.

"A-apa yang kau tahu darinya?" Jaerim menghela nafas lagi. Kemudian menatap sahabatnya yang kini terlihat cukup ragu untuk mendengar. Ia meremas kedua tangannya sembari berucap lirih.

Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang