cerita tentang sebuah kegagalan.

379 76 18
                                    

pukul dua dini hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pukul dua dini hari.


"Lo nggak ngantuk apa, Ji?" tanya saya.

Aji masih setia berada di kamar saya sejak tadi, anak itu sekarang sedang duduk di sofa sambil memakan roti yang saya berikan kepadanya karena dia yang sudah mengeluh lapar tapi tidak ingin pulamg. 

"Gue nggak tidur dua hari juga kuat, Ca."

Saya tertawa mendengarnya, benar, Aji dua hari tak tidur pun mampu. "Gue kalo gak ikut kak Ino balik ke Jakarta, mungkin sekarang gue lagi sendu sendirian di kost sambil ngerjain tugas," ucap Aji.

Saya melipat plastik bekas bungkusan roti yang tadi Aji makan lalu membuangnya ke tempat sampah. "Lo di Bandung kebawa nggak sih bahasanya ke eska atau temen lo yang lain?"

Aji mengangguk. "Kebawa, gue ngobrol sama kak Ino kadang suka pake bahasa Sunda."

"Mahesa UNDIP nggak sih?" tanya saya membuka topik percakapan baru.

"Bukan, awalnya memang dapet sbm disana, terus dia lepas karena jurusannya nggak sesuai. Kan dia mau manajemen, dia taro manajemen di urutan pertama, eh dia lolos di yang kedua, ilmu pemerintahan," jelas Aji. "Terus dia lolos mandiri di manajemen, yaudah deh."

"Lolos di UNDIP?"

"UI."

Saya melongo dibuatnya, "Serius?" Aji mengangguk mantap. "Pantesan kok mainnya sama Daran."

"Iya Daran, lucunya dia lolos sbmptn UI jurusan Ilkom, padahal kalo inget dia pas SMA mah anaknya yang paling bodoamat, kan?" ucap Aji seraya tertawa kecil.

Saya mengangguk menyetujui ucapannya, benar, Daran si mantan ketua sekbid 4 itu jarang sekali terlihat memegang buku atau latihan soal saat di Sekolah. "Dia gimana belajarnya deh?"

"Nggak tau juga, tapi katanya dia, enjoy aja, jangan terlalu sibuk mikirin apa yang bakalan kejadian nanti, usaha tetep tapi jangan terlalu keras sampai lo lupa kalau masih ada hal yang harus dinikmatin, jangan taro ekspektasi tinggi-tinggi kalau lo nggak yakin."

"Itu orang caur caur keren juga," gumam saya yang langsung disambut anggukan Aji. "Gue jadi inget dosen gue pernah bilang sesuatu."

"Bilang apa?"

"Dia bilang, gapapa untuk gagal saat nyoba, lalu nyoba lagi dan gagal lagi," ucap saya. Aji di depan saya memperhatikan dan berusaha untuk tidak membiarkan fokusnya pecah. "Yang gak boleh adalah, disaat kalian nyoba lalu gagal, dan gagal untuk nyoba lagi."

Aji mengangguk membenarkan. "Bener, pokoknya jangan pernah ngebiarin diri lo kemakan sama bayang-bayang kegagalan, kayak, "ah gue udah nyoba terus gagal, gue nggak mau ah nyoba lagi nanti gagal lagi," padahal nggak gitu kan, Ca, konsepnya kalau mau jadi orang sukses?"

"100 buat lo," ucap saya seraya tersenyum.

"Lagi juga setelah dipikir-pikir nggak ada orang yang bakalan inget sama berapa banyak kegagalan yang kita alamin," ucap Aji.  "Lo bisa aja gagal seratus kali terus setelah itu lo berhasil, dan orang lain nggak bakalan inget berapa kali lo jatuh, yang bakalan dia inget adalah ya, hari ini, hari dimana lo berhasil."

Eccedentesiast; Han JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang